Bab 14

275 8 0
                                    

"All right, kids, we're going to see the performance of the third Accounting class. They show talent in singing and music, hopefully we will be entertained. Welcome ...."

Guru bahasa Inggris telah mempersilakan kami untuk bersuara. Wanita berambut pendek itu sangat pasih dalam mengatakan bahasa internasional tersebut, sehingga siapa pun yang mendengarkan akan merasa sangat sopan ketika memasuki lubang telinga.

Aku pun mulai menyalakan mikropon, lampu berwarna kuning telah hidup dan kutarik napas berat.

"Bissmillah ...," ucapku pelan seraya menatap Maya di samping.

"Kau pasti bisa Andy, ayo, kita tunjukan pada mereka kalau kelas kita bukan buangan anak jin." Maya berujar dan memberikan semangat.

Menggunakan mikropon, aku pun berkata, "Assalammualakikum ... selamat pagi teman-teman. All right, friends, we, representatives of the Third Accounting class, would like to present a song called A Thousand Years by Cristina Perri."

Tepuk tangan terdengar dari lapangan sepak bola, mereka tersenyum semringah entah karena paham atau tidak dengan bahasa yang aku bawakan. Para sahabat tampak sedang memerhatikan, bahkan termenung dan tak tahu hendak memberikan semangat seperti apa.

Mereka paham dengan kami berdua, belum ada persiapan untuk latihan bernyanyi. Saking takutnya salah, aku pun seakan hilang hafalan lagu di bait pertama. Lalu Maya membisikan, dan mulai memetik gitarnya.

Heart beats fast
Colors and promises
How to be brave?
How can I love when I'm afraid to fall?

But watching you stand alone
All of my doubt suddenly goes away somehow
One step closer
I have died every day waiting for you

Darling, don't be afraid
I have loved you for a thousand years
I'll love you for a thousand more
Time stands still

Beauty in all she is
I will be brave
I will not let anything take away
What's standing in front of me

Every breath
Every hour has come to this
One step closer
I have died every day waiting for you

Darling, don't be afraid
I have loved you for a thousand years
I'll love you for a thousand more
And all along I believed I would find you

Time has brought your heart to me
I have loved you for a thousand years
I'll love you for a thousand more

One step closer
One step closer

I have died every day waiting for you
Darling don't be afraid
I have loved you for a thousand years
I'll love you for a thousand more

And all along I believed I would find you
Time has brought your heart to me
I have loved you for a thousand years
I'll love you for a thousand more

Lagu pun telah berakhir, dan tepuk tangan terdengar sangat riuh dari lapangan sepak bola.

"Such a sweet performance, I almost cried hearing the song," ucap guru bahasa Inggris itu.

Dalam sekelebat penglihatan, guru-guru yang tadinya ada di samping ruang perpustakaan bergerak dan menuju ke lapangan sepak bola. Mereka menatap siapa orang di balik lagu tersebut dan sangat sopan masuk ke dalam telinga.

Sementara di lapangan sepak bola, seluruh kakak kelas pun bertepuk tangan seraya berteriak. "Lagi-lagi-lagi-lagi."

"May, mereka minta lagi, bagaimana ini?" tanyaku di samping.

"Wih, mau lagu apa lagi coba. Kan, aku cuma paham satu lagu saja," jawab Maya dengan ekspresi yang mendadak berubah.

"May I ask for a repetition of the song, son. Because the audience seemed to be asking for a repeat of the song. But first I will take a tissue to wipe the water," pinta guru bahasa Inggris itu.

Mendengar apa yang telah dikatakan oleh bu guru, aku menoleh lagi ke Maya. "May, dia menyuruh kita untuk ulang lagu tadi. Mulai dari reff aja kalau enggak, biar kelar semua."

"Hmmm ... okelah. Kita akan mulai dari reff aja satu kali," jawab Maya.

Menggunakan mikropon, aku berkata, "Alright, we'll repeat the song earlier and start with the chorus. Hope you guys can be entertained by the song, enjoy watching."

"Oke ... kami akan mendengarkan ...," teriak seluruh siswa dan siswi.

Beauty in all she is
I will be brave
I will not let anything take away
What's standing in front of me

Every breath
Every hour has come to this
One step closer
I have died every day waiting for you

Darling, don't be afraid
I have loved you for a thousand years
I'll love you for a thousand more
And all along I believed I would find you

Time has brought your heart to me
I have loved you for a thousand years
I'll love you for a thousand more

One step closer
One step closer

I have died every day waiting for you
Darling don't be afraid
I have loved you for a thousand years
I'll love you for a thousand more

"Thanks a lot to you guys. For making me cry this morning." Dari samping posisi kami, guru bahasa Inggris berujar, dia benar-benar menangis sedih.

"Alright, because we're done and thanks for the encouragement from friends. Before and after we apologize if there are wrong song lyrics. Assalammualakimu ...."

"Wa'alaikumsallam ...," jawab para siswa sangat serempak.

Guru bahasa Inggris pun mempersilakan kami turun dan menuju barisan lagi. Di sepanjang perjalanan menuju barisan, kakak kelas mulai menatapku dan sepertinya hendak mengenali siapa diri ini lebih jauh.

Pertama kali yang aku lakukan di sekolah adalah bernyanyi seperti tadi, kareka sebelumnya pernah terjadi tetapi ketika duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Aku adalah orang yang gemar bernyanyi, lagu apa pun pasti bisa.

Setibanya bubar dari barisan, kami menuju anak tangga dan hendak masuk ke kelas. Namun, kakak kelas dan dari berbagai sahabat yang tidak kukenal sepertinya mulai memberikan aura positif. Tepat di lantai satu, siswi non-muslim berambut panjang mendekati.

"Hai, tadi kamu bagus banget tampilnya," katanya.

Aku menoleh ke arahnya. "Ah, masa? Aku merasa biasa saja karena kurang paham dengan lagunya."

"Benar, aku pun ingin belajar denganmu bernyanyi. Barangkali ada waktu," kata siswi lain kelas itu lagi.

"Nanti akan aku beritahu jadwal, karena minggu-minggu ini sangat sibuk," ujarku seraya menaiki anak tangga lantai tiga.

Sampailah kami tepat di sebuah kelas, siswi itu bergeming di ambang pintu dan aku melanjutkan perjalanan menuju kelasku paling akhir. Kami berpisah di antara kelas akuntansi dua.

Tak pernah sebelumnya aku mendekati wanita di sekolah ini, karena tujuan awal hanya sekadar menuntut ilmu dan tidak mau mengulang cinta monyet ketika SMP. Semua membuat pikiran terkuras dan nafsu makan menghilang. Aku pernah berada di fase itu, tidak bisa membedakan mana wanita terbaik dan hanya sekadar memanfaatkan situasi.

Dalam sekelebat aksi, aku memasuki ruang kelas dan mendudukan badan di samping Nazmitha. Wanita berbadan semampai itu menolehku sekilas, dia seakan tidak yakin akan penampilan tadi.

"Kenapa kau menatapku seperti itu, Naz?" tanyaku.

"Aku enggak percaya sama penampilan tadi sumpah, ternyata orang se-songong kau bisa bernyanyi seenak itu." Nazmitha memutar kepalanya menghadapku.

"Kurang ajar! Teman durhaka kau memang," omelku.

"Iya, loh, karena yang aku tahu bahwa kau adalah anak laki-laki yang hanya bisa nge-gombal. Ternyata romantis juga suaramu," puji Nazmitha.

"Aku enggak paham dengan suara romantis seperti apa," kataku membuang tatapan menuju buku pelajaran.

Bersambung ...

Diary KuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang