Malam ini sangat indah, bulan purnama menyinari semesta, seakan ikut bersenandung riang. Nyanyian yang kami bawakan juga diterima alam, tak kalah dengan indahnya senja. Tepat di tepi horison, kala itu rembulan memenuhi langit hitam.
Sajak demi sajak cinta kami lantunkan, memberikan suasana yang semakin malam semakin merajalela. Rasa kantuk hilang, tanpa ada jeda dalam memberikan kenangan. Bersama sahabat baru, di sekolah baru. Kini, aku lenih percaya diri dari sebelumnya.
Setelah beberapa dekade diam, tak mau menyalurkan bakat suara yang aku tahu tak berguna sama sekali. Namun, malam ini diterima baik oleh para sahabat. Lantunan gitar mampu memecah keheningan, tak ada lagi hewan yang terdengar.
Sembari memanggang ayam, sebagain dari kami semakin ramai dan mendekat. Sekitar tiga puluh orang, akan tetapi suasana sudah layaknya pasar malam di sudut kota Paris. Berjajar rapi di depan api unggun, bernyanyi dan menggembok semua dalam buku diary.
Sampai saat ini, aku merasa kehilangan diaryku. Entah ke mana perginya, dan tiba-tiba muncul lagi. Ternyata, hidup tak melulu pada buku. Dalam lantunan syair indah dapat membuat kedua bola mata ini berkaca-kaca. Kendatipun semua memang adanya begitu.
Malam dengan udara ditepis api unggun, kami sahabat lintas agama bertemu dalam satu wadah. Tak menjadi patokan perihal kepercayaan, semua membaur jadi satu dan mengikuti irama lagu. Setelah lagu dari hijau daun, ada satu persembahan lagi dariku.
"Guys, aku mau nyanyi lagu kesukaan aku, nih," ucapku, semua terdiam mendengarkan.
"Kau mau nyanyi lagu apa, Ndy?" tanya Vera di ujung sana.
"Nih, aku persembahkan untuk kalian yang suka lagu melow, dan menguras air mata," sambungku.
"Wey, siapkan tisu dulu, aku tak sanggup sepertinya," tukas Lela seraya menoleh.
"Ayo, nanyilah," sorak seluruh sahabat.
Senar gitar aku petik, kemudian muncullah suara yang indah dan menghanyutkan. Suasana menjadi diam, karena mereka tak tahu lagu apa yang aku bawakan.
Dear Diary
Dear diary, Ku ingin cerita kepadamu
Tentangnya yang dulu singgah di hatiku
Semenjak itu hidupku jadi bahagia
Karena dia slalu ada di hidupku.. Ooo..Chorus:
Tapi kini dia menghilang
Dan tak tau entah di mana
Diaryku,ku merindukannya...
Pujaanku engkau ada di manaTelah habis air mata dan segenap kata2
Telah kucurahkan
Haruskan aku berlari sampai
keujung dunia, Untuk mencarinyaChorus:
Tapi kini dia menghilang
Dan tak tau entah di mana
Diaryku,ku merindukannya...
Pujaanku engkau ada di manaDear Diary ....
Aku pun mengakhiri lagu tersebut dan membuat para sahabat menatap tajam ke arahku. Yang tadinya sedang sibuk ke sana dan ke mari, ikut bugkan dan menyibak kedua bola mata menggunakan baju masing-masing.
"Apakah kau ingin mengacaukan pestaku malam ini, Ndy?" tanya Risma pelan.
"Hmmm ... kan, aku udah bilang tadi, jangan baper. Kalian, sih, maksa-maksa ...." Selepas berkata, aku pun mengembuskan napas panjang.
"Kok, lagunya mampu menembus hati aku, ya? Padahal ... sejarahnya aku belum pernah kehilangan diary atau seseorang paling spesial dalam hidupku."
Tak berapa lama, suara isak tangis pun terdengar. Ya, datang dari dua sahabatku yang tengah duduk di pojok ruangan. Dia adalah Tini dan Mita. Selama ini, aku mengenal mereka sebagai orang paling ceria, akan tetapi malah berubah menjadi sangat cengeng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Ku
Teen FictionMenceritakan kehidupan seorang guru, terinspirasi dari kisah nyata penulis menjadi pendidik hingga menuai berbagai konflik dalam hidup.