Pelajaran hari ini adalah Akuntansi dan ditambah dengan komputer. Kami pun bersemangat untuk belajar hari ini hingga menjelang siang, bahkan sore hari. Kegiatan tersebut membuat para siswa sangat lelah, akan tetapi sudah dijalani beberapa bulan dan membuat sang waktu terasa sangat biasa saja.
Kami pulang sekolah tepat arloji menunjukan pukul 15.00 WIB. Bahkan bisa lebih dari waktu tersebut, jika ada pelajaran lain yang mengharuskan kami turun dan memasuki ruang aula. Pelajaran tambahan tersebut adalah seni musik, para siswa diberikan kesempatan yang sama untuk berbakat dalam dunia tarik suara.
Sekolah kami sangat kompit untuk urusan pelajaran, bahkan ada juga seni kecantikan yang akan membuat wajah para siswa lebih segar dan sehat. Tujuan utama pelajaran kecantikan adalah lebih kepada memperbaiki inner beauty, atau kecantikan dari dalam jiwa. Bukan sekadar bergaya akan tetapi hatinya sangat jelek.
Dengan dibimbing oleh Bu Nila, dia sabar memberikan materi pelajaran dan membuat kami sangat senang jika dia sudah masuk dan memberikan materinya. Setiap seminggu sekali, kami diajari untuk ber-make-up dan pada cowok agar rapi ketika berpenampilan rambut lain sebagainya.
Untuk saat ini, kami akan belajar dengan Pak Miswan. Guru Akuntansi yang sangat sabar dan paling teliti ketika memberikan tugas dan materi. Hampir setiap hari masuk dengannya, lelaki berperawakan tampan itu tidak pernah marah terhadap murid apalagi sampai memukul.
"Assalammualaikum ... selamat siang anak-anak ...," sapa Pak Miswan.
"Wa'alaikumsallam ... selamat siang, Pak ...," jawab kami serempak.
Bersama dengan dokumen di tangan kanannya, lelaki berperawakan kebapakan itu mengabsen nama kami dimulai dengan abjad teratas. Kemudian dia mendudukan badan di atas kursi, seraya membuka buku pelajaran yang dibawakan.
"Sekarang kita pelajari bagaimana membuat jurnal umum, jurnal buku lajur, dan iktisar. Silakan buka buku kalian masing-masing halaman sepuluh," kata Pak Miswan.
Kami pun mengikuti ucapannya itu, kemudian mendengarkan semua yang dia katakan. Selepas berkata, Pak Miswan memberikan tugas untuk kami. Memang jumlah tugas darinya tidak pernah banyak, hanya satu soal saja. Namun, dalam penjabaran dan mengerjakan hampir habis waktu berjam-jam.
Pelajaran Akuntansi sebagai landasan utama di jurusan kami, memang memiliki jam yang sangat banyak. Hanya hari Jumat dan Sabtu saja kami tidak menjumpai pelajaran itu, selebihnya ada beberapa jam bahkan hingga pulang sekolah.
Tepat di tas bangku, aku dan Maya pun mendekatkan posisi. Sebagai kebiasaan kami setiap hari, kalau belajar akuntansi selalu berkelompok dan saling tukar pikiran. Sementara siswa yang lain tidak, mereka lebih kepada mempertahankan jawaban mereka dengan tidak membagi pada siapa pun.
Aku adalah siswa yang tidak tega jika ada sahabat di sekolah yang merengek meminta jawaban. Sehingga mereka memberikan julukan padaku dengan sebutan, Mafia Kunci Jawaban. Namun, aku tidak merasa, karena memang perbuatanku itu hanya sekadar membantu saja tidak lebih.
"Naz, tadi malam kau pergi ke mana?" tanya Tini mengawali ucapan.
"Aku di rumah saja, Tin. Karena banyak tugas, jadi nenekku enggak memberikan izin untuk keluar," jawab Nazmitha.
"Halah ... enggak dapat izin atau kau lagi jomlo akut, Naz? Kan, dari dulu emang kau enggak punya pacar," sambar Risma sekenanya.
"Enak aja muncung kau, kalau ngomong gak pakai otak. Gini-gini aku laku, ya," pungkas Nazmitha membela diri.
Mendengar perdebatan sang sahabat, aku mendelik seraya menatap mereka. "Kalian kalau enggak niat mengerjakan, aku pindah tempat duduk."
"Sorry ... gitu aja marah, kami hanya intermezo aja, kok. Parah lihat dia ini sekarang, gampang marah kayak cewek lagi PMS." Nazmitha menambah ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Ku
Teen FictionMenceritakan kehidupan seorang guru, terinspirasi dari kisah nyata penulis menjadi pendidik hingga menuai berbagai konflik dalam hidup.