Bab 10

776 53 2
                                    

Sara meremas pakaiannya saat tatapan kedua orang tua Leon seakan ingin menelannya hidup-hidup.

"Berhenti menatap seperti itu pada kekasihku, kalian membuatnya takut." Leon sangat kesal melihat kedua orang tuanya, terutama melihat Gordan yang seperti ingin menelan Sara.

Tatapan Gordan sangat dingin dan menakutkan.

"Dibayar berapa kamu sama laki-laki brengsek ini?" tanyanya dingin dan mengintimidasi.

"Huh." Leon menghela nafas, Ayahnya itu seperti punya anak gadis yang sedang di apeli laki-laki.

Sara yang sedikit gugup pun menatap Leon, jantungnya berpacu dengan cepat. Dia begitu takut kalau orang tua Leon takan menyukainya.

Oh ya ampun, apa yang dia pikirkan.
Dia hanya menikah dengan Leon sebagai formalitas. Seharusnya dia tidak begitu gugup seperti ini.

Ayolah Sara, kamu pernah kaya jadi untuk apa kamu takut di rendahkan.

Perlihatkan aktingmu, karena nyatanya dunia ini penuh dengan kepalsuan.

"Maaf Om, Saya tidak butuh uang. Jadi untuk apa Leon membayar Saya." Jawab Sara santai, meskipun tadi dia begitu gugup.

"Saya dan Leon sudah berhubungan sangat lama, bahkan minggu lalu dia melamar saya. Maka itu, dia mengajak saya ke sini untuk di perkenalkan kepada Anda." jawabnya lugas.

"Kamu tau tentang berita skadalnya?" Gordan menatap Sara dengan tatap dingin, bahkan dia bertanya seperti itu tanpa ekspresi sedikitpun.

"Tentu, dan itu hanya berita omong kosong yang tidak terbukti."

***

Sara memang pandai berbicara, bahkan dia dengan berani menjawab setiap ucapan Gordan dan membuat Ayah Leon itu percaya kalau Leon berhubungan dengan wanita dan bukan pria.

Bahkan Gordan menyuruh Leon untuk menikah cepat dan memelakuka jumpa pers.

"Aktingmu bagus juga, aku akan membayar jasa kerjamu hari ini." ujar Leon ikut duduk di samping Sara.

"Ya, aku harus bekerja keras untuk hasil yang puas." Sahutnya santai tanpa menatap Leon yang duduk di sampingnya.

Tatapan Sara begitu dingin, bahkan Leon yang sangat dingin kalau oleh Sara.

Sekarang saja Leon harus mencari topik pembicaraan untuk mencairkan suasana yang beku ini.

"Ehh kenapa kalian malah pada duduk disini, ayo masuk kita makan malam bersama." ajak Monica pada Sara dan Leon yang sedang duduk di taman belakang rumah Leon.

"Iya Mih," Sahut Sara.

"Ya ampun kamu manis sekali." Puji Monica.

Sara pun berjalan mengikuti Monica, Leon pun mengikuti dua wanita itu dari belakang.

Suasana malam itu sangat hening, dan hanya terdengar denting sendok yang bersentuhan dengan piring.

Suasana ruang makan itu sangat senyap, tanpa ada yang bicara untuk melerai kecanggungan.

"Sayang, kamu menginap saja. Ini sudah malam." ucap Monica membuka Suara.

Sara melirik kearah Leon yang ternyata sedang menatapnya juga.

"Emmm Aku tergantung Leon saja Mih."

Monica langsung menatap Leon meminta persetujuan.

"Iya Mih."

Dengan senang Monica melahap makanan dengan senyuman yang terus saja menghiasi wajahnya.

***

Setelah selesai makan malam, Sara duduk di kursi taman belakang.

Suasana malam dan harum bunga yang ada di taman membuat Sara rindu pada Ibunya, karena biasanya dia akan menghabiskan malam yang indah di bawah gelap malam yang bertabur bintang bersama Ibunya untuk menunggu Ayah tercinta pulang bekerja.

Tapi hari ini dia hanya sendiri, menatap langit yang penuh dengan bintang seperti rindunya pada kedua orang tuanya.

"Kenapa duduk sendiri di sini, Sayang?"

"Ehh Mih." Gugupnya saat Monica datang menghampiri.

"Boleh Mamih duduk?"

"Silahkan Mih." Sara menggeser duduknya agar, Monica bisa duduk di sampingnya.

"Kenapa belum tidur?" Tanyanya lembut, rasanya Sara ingin memeluk Mamih Monica, tapi dia terlalu malu untuk melakukan itu.

Sara sangat merindukan Ibunya, merindukan kedua orang tuanya yang sedang koma.

"Belum ngantuk Mih."

"huhh... " Monica menghela nafas, tatapannya lurus menatap bunga yang sedang bermekaran.

"Mamih sebenarnya tidak ingin menceritakan ini, tapi berhubungan kamu akan jadi istri Leon. Kamu harus tahu rahasia ini." lirihnya, Monica mengusap air matanya yang sudah mulai berjatuhan.

Sara bingung, rahasia apa yang membuat Mamihnya Leon begitu sedih hingga menangis seperti ini.

"Mungkin kamu sudah tau keadaan Leon," kekehnya "Dia Gay, Mamih tidak memungkiri kalau anak Mamih seorang Gay." lanjutnya.

"Semua upaya sudah Kami coba untuk membuat Leon kembali normal, tapi semua itu sia-sia."

"Hati Mamih hancur!!, hati seorang ibu ini hancur berkeping-keping setelah tau anak kecil yang sudah mamih kandung dengan susah payah, dan penuh perjuangan dirudapaksa seniornya di sekolah. Tubuh kecilnya harus mengalami pelecehan, tangannya yang baru saja belajar menulis itu harus mengalami hal yang sangat menyakitkan." Monica tak bisa menahan air matanya saat mengingat Leon kecilnya yang menangis kesakitan sepulang sekolah.

"Mamih merasa gagal menjadi seorang Ibu!! Mamih gagal menjaga Leon, tangan kecil yang baru saja bisa menulis itu harus meraung kesakitan di rumah sakit karena rudapaksa. tubuhnya selalu gemetar ketakutan, dan selama 5 tahun dia tidak sekolah lagi karena trauma yang sangat dalam. Dia akan terus menjerit ketakutan setiap melihat orang lain, bahkan kami harus memberikan obat penenang." Monica menghela nafas, menghirup oksigen sebanyak mungkin untuk meredakan sesak di dadanya.

"Sampai saat remaja, kami senang Leon kembali dengan aktivitasnya.  Dia bisa lulus sekolah bahkan kuliah dengan nilai tinggi." Monica tersenyum dengan air mata yang masih saja membasahi wajahnya.

"Tapi hati kami kembali hancur saat ada salah satu orang tua yang marah karena anak laki-laki dirudapaksa olehnya." Monica menutup wajahnya dengan kedua tangan, tubuhnya bergetar karena menangis.

Sara di sampingnya hanya bisa memberikan pelukan agar tangisan Mamh Monica mereda.

Dia juga merasakan sakit, bagaimana jika itu terjadi padanya. Dia mengingat malam pertama dirinya menjadi psk.

dimana dia di siksa dan hampir meregang nyawa kalau Meta tak datang ke hotel untuk melihatnya.

"Papihnya Gordan sampai putus asa agar Leon bisa sembuh, kita juga sudah membawa dia ke banyak psikiater tapi tidak ada hasil apapun, sampai suatu hari Leon memutuskan tinggal di Indonesia. Kita sebagai orang tua begitu berharap Leon sembuh setelah tinggal di Indonesia karena Indonesia kental dengan adab dan budayanya. Tapi lagi-lagi harapan kami sirna saat kami mendapatkan kabar tentang scandalnya." Monica menatap Sara, tatapannya begitu penuh dengan harapan.

"Tolong bantu kami untuk mengembalikan Leon, kamu harapan Mamih satu-satunya."

"Mih." Suara Sara tercekat, dia takut. Dia tidak bisa mengembalikan kembali Leon.

***

Sara mengerjap saat Leon lewat, tangannya yang sedang memegang gelas alkohol pun langsung di simpan.

Sara menoleh dan bahkan beranjak dari duduknya.

"Kamu mau kemana?" Sara meraih tangan Leon yang akan meraih gagang pintu.

"Aku ada urusan, kamu tidur saja dulu jika sudah selesai minum." jawabnya santai sambil kembali merapihkan bajunya.

"Kemana? kamu gak boleh pergi."

Married with Mr.Gay (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang