Bab 31

532 35 1
                                    

Sudah satu bulan saat Gina memutuskan untuk pergi dari Ibu kota.
Perceraian membuat dia sangat trauma, sakit batin seakan masih saja menggerogotinya hingga sekarang.

"Mungkin ini memang jalan takdir kita." ucapnya sambil mengusap perutnya.

Andai saja Gina sadar sebelum perceraian, mungkin dia tidak akan jadi gunjingan orang.

Dia bahkan harus beberapa kali di usir ibu kostnya, karena tidak mau menerima orang hamil tak jelas sepertinya.

Andai mereka tau, kalau anak yang di kandungnya jelas dan punya ayah. Tapi Gina telat menyadari kalau dirinya hamil.

Sekarang dia hanya bisa berandai, karena semua ini tidak bisa di ubah. Mungkin sekarang suaminya juga sudah bahagia karena bisa menikahi kekasihnya.

"Oke Gina lupakan semuanya, kau punya Allah sebagai pelindungmu." ucapnya menyemangati diri.

Gina kini berjalan menuju kostnya, matanya membulat saat kembali barang-barangnya di lempar keluar oleh ibu kost.

"Bu kenapa barang saya di lempar keluar?"

"Akhirnya kamu pulang juga, lebih baik kamu pergi dari tempat saya. Saya gak mau ketimban sial karena menyewakan tempat pada wanita tidak benar seperti kamu."

"Astaghfirullah bu, Saya bukan orang seperti itu." sahutnya membela diri.

"Lalu orang seperti apa yang hamil tanpa suami."

"Saya punya suami Bu, hanya saja sudah bercerai."jelasnya

"Aduh kamu tuh banyak alasan, mungkin alasan suami kamu menceraikan kamu ya karena kamu  bukan wanita baik-baik."

jleb..

Hati Gina sangat sakit setiap kali mendengar orang yang menghinanya, bagaimana pun dia menjelaskan jika orang itu tak menyukainya yang tetap saja percuma.

Gina memasukan bajunya yang berserakan ke dalam koper, dia sudah tak punya uang lagi karena di pake membayar kos.

Dengan langkah gontai Gina meninggalkan tempat itu, perutnya sangat lapar. Apalagi saat dia mengetahui dirinya hamil, nafsu makan Gina semakin meningkat.

"Maaf ya Sayang sepertinya kita harus puasa dulu." ucap lirih sambil menahan air mata.

***

Bahagia itu sangat sederhana, selalu menghargai apapun yang di raih walau sekecil apapun. Bukan karena tidak ada masalah tapi kemampuan untuk menghadapi masalah.

"Masak apa Bi?" tanya Sara yang baru saja keluar kamar.

"Ini Nyonya, katanya Tuan ingin makan-makanan khas Indonesia." sahutnya.

"Ohh gitu." Sara pun mengambil apron dan memakainya.

"Nyonya mau ngapain?" tanyanya. Surti sangat ingat bagaimana Sara memasak ayam sampai gosong.

"Mau masak." jawabnya santai. Dia mengambil beberapa sayur lalu memotongnya.

"Jangan Nyonya nanti anda terluka." paniknya saat melihat Sara memotong sayuran.

"Ihhh bibi apaan sih lebay banget,"

"Bukan gitu Nya, Saya takut anda nanti luka teriris pisau."

"Udah lebih baik bibi ajari aku masak." ucapnya.

"Baik Nya." jawabnya lesu. Surti harus mengawasinya dengan ekstra agar dapur ini tidak kebakar.

"Sekarang apa lagi bi?" tanyanya saat dia sudah selesai memotong sayur, sebenarnya Sara tidak begitu kaku di dapur hanya saja saat itu dia sedang lupa ingatan hingga Sara melupakan kemahirannya dalam memasak.

Married with Mr.Gay (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang