32. [ Kekacauan ]

18.7K 2.2K 533
                                        

Zefran membawa Nevaniel ke arah balkon yang berhubungan langsung dengan kamar miliknya sendiri. Angin pagi yang sejuk langsung menerpa wajah kedua remaja berselisih umur sekitar empat tahun tersebut.

Zefran mendudukkan dirinya di sebuah kursi minimalis untuk bersantai. Sedangkan Nevan ia biarkan duduk di pangkuannya.

Menit menit berlaku, hanya hening terlewat. Zefran yang sibuk memainkan ponsel, sementara Nevan diam bagai patung tak berani bersuara. Apalagi salah satu tangan zefran melingkar di pinggangnya, membuat bocah itu tidak mempunyai banyak ruang untuk bergerak.

Nevaniel sedikit mendongak, menatap wajah sempurna abang ketiganya itu yang terlihat serius menatap layar ponsel. Satu pertanyaan kembali hadir di kepalanya, tentang kejadian malam tadi. Tepatnya saat zefran memukul seorang pria yang tidak dikenali Nevan.

Kenapa abangnya begitu marah?

Malam itu, Nevan tidak bisa mendengar dengan jelas percakapan antara Zefran dan pria yang terlihat dekat dengan bundanya. Sebab, Lia terus saja memeluk erat dan memalingkan wajahnya saat terdengar pukulan keras dan tak lama lelaki yang dipanggil devan terjatuh ke tanah.

"Apa yang kau pikirkan diotak kecilmu?"

Nevan tersadar dari lamunan ketika sentilan kecil mampir di keningnya. Siapa lagi pelakunya jika bukan Zefran. Nevan menggeleng pelan atas pertanyaan yang baru saja di layangkan oleh abangnya.

Zefran menyentuh dahi, lalu turun ke area leher untuk mengecek suhu tubuh adiknya. "Kenapa berbicara sembarangan saat di meja makan tadi?"

"Papa memang jahat."

Pandangan zefran berubah menjadi semakin serius. "Jahat? Sejak kapan, dan hal apa yang membuatmu berpikiran jika papa jahat."

Nevaniel mengerjab beberapa kali, seolah memikirkan sesuatu. "Papa pembohong."

"Soal 'dia'?"

"Dia?" Nevan sedikit memiringkan kepalanya atas pengucapan zefran yang terdengar membingungkan.

Zefran berdehem samar meskipun tenggorokannya tidak gatal. "Wanita yang kamu panggil bunda."

"Bunda Nevan adalah bunda bang zefran juga 'kan?"

Pertanyaan polos sang adik membuat zefran ingin sekali melempar makhluk kecil ini dari atas balkon. "Jangan mengalihkan pembicaraan, jawab saja pertanyaan abang."

"Papa mengatakan jika bunda telah meninggal, tapi buktinya bunda masih hidup. Selama ini papa adalah pembohong."

"Dia memang belum meninggal, tapi--"

"Bang zefran," potong Nevaniel.

"Hmm?" Zefran menaikan satu alisnya heran.

"Kenapa terus memanggil bunda dengan sebutan 'dia'?"

"Karena aku tidak sudi memanggilnya dengan sebutan yang sama denganmu."

"Nevan bingung, kenapa papa dan bunda terlihat tidak akur. Sementara orang tua kenzi dan vio tinggal satu rumah dan mereka saling menyayangi."

"Papa dan 'dia' memang berbeda."

"Maksudnya?"

"Kau tau perceraian?" Tanya balik zefran.

Nevan terdiam, ia tahu bahkan sangat tahu. Kasus-kasus seperti itu memang sudah lumrah terjadi saat ini. Dimana antara pasangan suami istri memutuskan hubungan mereka, termasuk janji saat pernikahan disaat rasa saling suka ataupun kepercayaan tidak lagi berarti.

"Papa dan bunda.. Bercerai?"

Zefran mengangguk pelan sambil membenarkan surai Nevan yang sedikit berterbangan tersapu angin. "Mereka berpisah saat kau masih dalam kandungan."

NEOTEROS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang