Beberapa hari Mika tidak masuk sekolah. Mika hanya akan sekolah setelah lebam di pipinya hilang. Mika menjadikan alasan sakit untuk absen. Arki tak protes dengan hal itu, sebagai pacarnya ia membantu Mika untuk menyelesaikan pelajaran yang tertinggal.
Ketidakhadiran Mika berhari-hari membuat Willa heran. Karena Mika sama sekali tak bertukar kabar dengannya. Oke, mungkin Mika tak sempat pegang handphone karena sakit. Namun, ada hal yang lebih membuatnya heran.
Jika diperhatikan setiap hari, selama Mika tak hadir, Arki benar-benar fokus memperhatikan guru tanpa meluangkan waktu untuk tidur meskipun ada mata pelajaran yang gurunya kurang disukai.
Bahkan Arki mengerjakan tugas tepat waktu. Cowok itu juga sempat mengerjakan soal di papan tulis. Suatu keajaiban bagi para guru mendapati Arki yang menjadi anak penurut. Semua hal itu mengundang keheranan seluruh siswa-siswi di kelas termasuk Willa.
Haris menghampiri Willa untuk melarat tugas soal matematika di jam kosong ini. Haris mengikuti arah pandang Willa. Sang ketua kelas itu berdecak kagum. "Perubahannya kontras banget. Itu beneran Arki, 'kan?"
Willa geleng-geleng dengan pandangan tak percaya. "Entah yaa... Mungkin itu emang jati diri Arki yang sebenarnya. Kasian sama anak ambis di kelas ini, mereka kewalahan ngejar Arki."
"Arki jadi perbincangan di ruang guru," ujar Haris.
Willa melirik Haris dan mengumpulkan bukunya di tangan cowok itu. "Keliatan banget kalo Arki kayak gini pas Mika absen karena sakit. Terhitung satu minggu."
"Oh iya, sekarang kabar Mika gimana?" tanya Haris.
Willa mengedikkan bahunya. "Jarang banget dia bales chat gue."
"Kenapa lo gak jenguk dia aja?" Haris menyarankan sesuatu.
Willa melirik lagi pada Haris, seakan-akan ide itu baru muncul karena sarannya. Benar kata Haris, kenapa juga ia tak menjenguk Mika saja. Temannya itu pernah bilang kalo rumahnya tetanggaan dengan Arki. Setelahnya, Willa melirik Arki. Lalu membatin, tanya aja kali ya rumahnya sama Arki?
Usai semua buku tugas kelas itu terkumpul di tangan sang ketua kelas, Haris mempersilahkan semuanya pulang karena memang jam pelajaran hari ini sudah selesai.
Sedangkan Willa melancarkan idenya untuk bertanya kepada Arki. "Arki!" panggilnya.
Arki yang sudah hendak keluar kelas tertahan oleh panggilan Willa. Ia mengangkat kedua alisnya untuk mewakilkan pertanyaan 'ada apa?'.
Willa berlari kecil menghampiri Arki. "Lo pasti tau rumah Mika dimana. Kasih tau gue, gue mau jenguk dia."
Tak perlu berpikir panjang pun, Arki langsung menjawab. "Gak."
Meskipun Arki berubah menjadi anak yang rajin di sekolahnya, tapi tetap saja kadar ramahnya pada orang lain jika di ukur hanya sebatas 5%.
Willa menghela napas dengan pelan, menyiapkan mental. "Dia udah absen satu minggu. Gue harus tau kondisi dia sekarang, dan lo pacarnya, pasti tau rumah Mika di mana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral
Teen FictionGenre : Fiksi remaja, drama, romantis, angst. *** Mika percaya bahwa sesuatu yang ada di dunia ini tidak kekal. Termasuk kebahagiaan dan kesedihan. Maka dari itu, Mika selalu yakin kesedihannya pasti berlalu, dan tergantikan oleh kebahagiaan. Namun...