Pagi yang cerah mengawali hari Mika. Dengan menghirup udara pagi yang segar dan tubuh yang masih diberikan kesehatan membuat Mika bersyukur masih hidup di muka bumi ini. Bibir tipisnya tak berhenti tersenyum di sepanjang jalan komplek perumahannya. Sepedanya sengaja ia tuntun sampai bertemu dengan jalan raya.
Tak membutuhkan waktu lama ia pergi ke sekolahnya. Kurang lebih 15 menit menggunakan sepeda, ia sudah sampai di SMA Garwana. Mika menyimpan sepedanya di parkiran, tepat di samping motor vespa yang satu warna dengan sepedanya.
Mika baru menyadari warna sepedanya sama seperti warna vespa milik Arki. Ya, vespa yang ada di sampingnya itu milik Arki. Tumben sekali Arki datang lebih awal. Biasanya motor cowok itu belum ada di tempatnya jam segini.
Namun, awal yang baik tak selalu menentukan hal yang baik pula untuk selanjutnya. Tiba-tiba saja Mika tersandung di koridor sekolah hingga lututnya menyentuh lantai. Dan itu adalah ulah Arki yang bersandar pada tembok sambil menjulurkan kakinya.
"Ups! Sorry, gue sengaja." Dengan santainya Arki berkata setelah mendengar Mika meringis kesakitan.
Mika sudah memandang sengit pada Arki dan berdesis kesal. Namun, ia tahan emosinya untuk tidak menghancurkan mood di pagi ini. Setidaknya mood-nya hanya terganggu sedikit gara-gara Arki. Dan tak dapat berbohong bahwa lutut Mika sekarang berdenyut ngilu, ditambah lagi ia harus menahan malu karena jatuh di depan banyak orang.
Tak menghiraukan Arki lagi, Mika melanjutkan langkahnya menuju kelas walaupun lututnya masih berdenyut. Mungkin saja lututnya sudah memar. Dan benar saja, ketika Mika sudah duduk di bangkunya ia memeriksa kondisi lututnya. Mika menghela napas dengan berat, tubuhnya sangat hobi sekali terluka. Terus saja selalu rasa sakit bertubi-tubi yang datang pada tubuhnya. Mika terkadang kesal dengan semua itu.
"Lo kenapa, Mik?" tanya Willa yang baru saja datang, ia melihat temannya sudah memasang wajah masam.
"Gue barusan jatoh. Lutut gue udah sakit, ditambah malu karena diliatin banyak orang," gerutu Mika.
"Gue tebak, pasti Arki, 'kan?" Willa menghela napas. "Apa gue bilang, Mika. Jangan macem-macem sama Arki."
Mika tak mendengarkan cerocosan Willa yang malah menghakiminya. Yang awalnya Mika mengagumi Arki tanpa alasan, kini Mika membenci Arki dengan berbagai alasan. Salah satu alasannya adalah karena Arki menyebalkan.
Tak cukup sampai disitu. Sikap menyebalkan Arki mungkin akan selalu membuntuti Mika. Seperti sekarang ini. Ketika jam kedua yang diisi oleh pelajaran sejarah, satu kelas diperintahkan oleh gurunya untuk mengumpulkan tugas individu yang hasil pengerjaannya tak boleh sama dengan yang lain.
"Ayo, kumpulkan sekarang juga," titah Bu Hiyati yang langsung dituruti oleh anak-anak didiknya. Satu persatu mereka mengumpulkan ke depan.
Lain lagi dengan Arki. Ia terus memperhatikan Mika yang memeriksa lagi tugasnya. Sedangkan Arki yang sama sekali tak mengeluarkan tugasnya lantas mengangkat tangan dan memanggil Bu Hiyati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral
Roman pour AdolescentsGenre : Fiksi remaja, drama, romantis, angst. *** Mika percaya bahwa sesuatu yang ada di dunia ini tidak kekal. Termasuk kebahagiaan dan kesedihan. Maka dari itu, Mika selalu yakin kesedihannya pasti berlalu, dan tergantikan oleh kebahagiaan. Namun...