"Ingatan gue tentang lo mulai pulih, Mika."
Retina mata Mika mengembang tatkala kalimat itu masuk ke dalam indera pendengarannya. Mika spontan mencari sepasang mata yang kini tengah tertuju padanya dalam jarak dekat. Di tengah-tengah tarian dansa yang diiringi musik yang menggema, Mika masih berusaha menemukan keyakinan dalam netra tajam milik Arki.
"Arki ...? Lo serius?"
Arki mengangguk dengan kedipan lembut tatkala posisi mereka kembali dekat.
"Gue siapa?" Mika bertanya untuk memastikan.
"Pencuri hati." Arki terkekeh. "Hati aku yang kamu curi. Mau hilang dari ingatan pun, hati aku masih kamu curi."
Mika berdesis samar. Di saat seperti ini, Arki masih sempat-sempatnya bergurau. Padahal Mika membutuhkan kepastian lebih terhadap apa yang Arki katakan tadi. Apa benar Arki sudah ingat tentang Mika?
"Apa kamu berkenan untuk mengembalikan hati punyaku?" Arki berbisik di depan cuping telinga Mika, dan menjedanya beberapa saat. "Tapi aku harap kamu nggak pernah mengembalikannya. Karena aku ingin selalu jatuh cinta berulang kali pada perempuan ini."
Boleh kah Mika segembira ini? Hal itu tak pernah Mika bayangkan sebelumnya. Sebab, hatinya terlalu putus asa. Namun, Arki kembali dengan ingatannya yang mulai pulih. Mika tak bisa menyembunyikan lengkungan di bibirnya dengan pipi yang bersemu merah tatkala Arki mengubah penyebutan gue-lo menjadi aku-kamu.
"Aku nggak akan pernah mengembalikan hati kamu, Arki. Hati kamu itu punya aku." Mika mengunci pandangan Arki dengan tekad yang kuat lewat sorot matanya.
Arki mengulum senyumnya, sehingga menciptakan garis tipis pada bibirnya yang sedikit pucat dan kering. "Sure. My heart is yours."
Arki tiba-tiba menarik tangannya, membawanya keluar dari kerumunan manusia dalam ruang yang sengaja dibuat temaram. Meskipun sedikit terkejut, Mika tetap mengikuti Arki. Sesekali ia menoleh ke belakang, barangkali ada yang menyadari mereka meninggalkan lantai dansa. Namun, rupanya hal itu tak membuat acaranya bermasalah.
"Arki, kita mau kemana?"
Arki membawanya berlari, keluar dari area sekolah. Bahkan mereka terus berlari di sepanjang trotoar, mengabaikan orang-orang yang masih berlalu lalang. Setelah cukup lama, langkah mereka sampai di sebuah pohon yang menjulang tinggi. Pohon Abadi.
Mika dan Arki mengatur napas yang masih berderu kasar akibat lelah yang mendera setelah berlari begitu jauh. Sedetik kemudian, Pohon itu bersinar dengan lampu yang melilitnya sampai pada dahan dan daun-daun teratas. Wujudnya begitu cantik dengan kedipan lampu warna-warni, seperti pohon natal.
Mika tak berkedip sama sekali dengan mulut yang sedikit terbuka. Ia terpukau dengan wujud Pohon Abadi yang berbeda dari biasanya. "Ini kamu yang buat, Arki?"
Arki bergumam samar sebagai respon dari pertanyaan Mika. Tangan mereka sampai saat ini masih bertaut, enggan saling melepaskan, dan Arki malah semakin menguatkan genggaman tangannya. "Ini sebagai bentuk permintaan maaf aku untuk kamu, Mika."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral
Teen FictionGenre : Fiksi remaja, drama, romantis, angst. *** Mika percaya bahwa sesuatu yang ada di dunia ini tidak kekal. Termasuk kebahagiaan dan kesedihan. Maka dari itu, Mika selalu yakin kesedihannya pasti berlalu, dan tergantikan oleh kebahagiaan. Namun...