"Kenapa kita kesini?"
Mika menoleh kesana-kemari. Arki memisahkannya dari keramaian saat bel istirahat berbunyi. Kini mereka saling berhadapan di tempat yang lengang, karena sebagian para siswa lebih tertarik untuk mengunjungi kantin dari pada berdiam diri di koridor.
Mika tak bisa berdiri dengan tenang di kala tatapan Arki terus tertuju lurus kearahnya tanpa mengatakan apapun. Bahkan pertanyaan yang terlontar barusan, sekedar lewat di telinga cowok itu.
Mika menunduk sambil mengusap tengkuknya. Ia seolah-olah ditelanjangi oleh sorot mata Arki yang sulit ditebak. Dengan tangan yang masuk ke dalam saku celana, Arki bergelagat begitu santai. Sedangkan Mika sudah keringat dingin merasakan kecanggungan. Sebab, Arki yang sekarang bukan lagi Arki sebagai pacarnya, jelas Mika merasa canggung. Ia tak bisa bersikap seleluasa dulu.
"Apa kita punya hubungan sebelumnya?"
Akhirnya, Arki langsung pada pembicaraannya. Mika mengangkat pandangan, melihat wajah Arki yang menunggu jawaban pasti dengan sebelah alisnya yang terangkat.
"Ini yang mau lo tanyain?" Mika balik bertanya.
"Gue butuh jawaban yang jelas. Tolong kasih tau gue. Apa hubungan kita sebelumnya?"
Cukup lama Mika meluruskan penglihatannya pada Arki dengan kedipan mata yang bertempo. "Kalo gue bilang kita pernah pacaran, apa lo bakalan percaya?"
"Gue gak percaya."
Mika sudah menebak sebelumnya. Arki pasti tidak akan percaya. Jadi, Mika tidak kaget sama sekali. Mika tersenyum kecut, sangat tidak adil hanya dirinya yang hilang dari ingatan Arki.
"Gue butuh bukti kalo kita pernah punya hubungan semacam itu."
Bola mata Mika bergulir ke samping, memikirkan bukti untuk diperlihatkan pada Arki. Setelahnya, ia menghela napas ringan. Kisah mereka itu terlalu singkat, bahkan tak sempat mengabadikan banyak momentum. Satu foto bersama Arki saja Mika tak memilikinya. Lalu, apa yang harus dijadikan bukti?
Jikalau Mika mengumpulkan banyak orang untuk menjadi saksi, Arki tak akan mudah percaya. Sebab, banyak sekali gosip tentang mereka yang berkeliaran di sekolah ini, seperti tentang Mika yang mengejar-ngejar Arki, Mika yang diputuskan karena Arki tak pernah menyukainya, Mika yang terus mengemis cinta pada Arki, Mika yang tidak tahu diri merayu Arki, dan lebih banyak lagi. Sedikitnya, pasti Arki mengonsumsi gosip tersebut. Disini Mika tak terkesan baik sama sekali.
"Lo gak punya bukti sama sekali?" Arki lantas bertanya karena Mika tak kunjung berbicara lagi.
Mika menggeleng dengan wajah putus asa. Namun, sesaat kemudian wajah Mika kembali bersemangat. "Gimana kalo gue bantu lo buat ingat semuanya tentang kita?" sarannya.
Hal itu bisa menjadi jembatan untuk usaha Mika mengembalikan semua yang sempat hilang. Dengan begitu Arki bisa kembali melibatkan Mika di hidupnya. Kesempatan ini tentunya tak bisa Mika sia-siakan. Farlo benar, ia bisa mengulang semua hal yang pernah mereka lakukan sebagai salah satu upayanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral
Fiksi RemajaGenre : Fiksi remaja, drama, romantis, angst. *** Mika percaya bahwa sesuatu yang ada di dunia ini tidak kekal. Termasuk kebahagiaan dan kesedihan. Maka dari itu, Mika selalu yakin kesedihannya pasti berlalu, dan tergantikan oleh kebahagiaan. Namun...