Jika ditanya bagaimana perasaan Sesya setelah sebulan berlalu maka jawabannya masih sama. Gadis itu masih menaruh dendam pada Filo Renaldo meskipun Edo tidak tahu apa-apa.
Selain suasana hati yang tidak baik-baik saja, tak ada yang berbeda dari hidup Sesya. Hubungannya dengan Cindy dan Dana masih renggang, pertemanan dengan Jicko juga Biru berjalan seperti biasa. Namun, setidaknya ia lepas dari bayang-bayang Arel.
Hari ini ada yang berbeda dari SMA Bina Bangsa, semua agenda belajar diberhentikan untuk memeriahkan ulang tahun sekolah yang diadakan oleh pihak OSIS.
Tidak tanggung-tanggung, di puncak acara mereka mengundang berbagai band lokal untuk tampil di pentas megah di lapangan basket. Mulai dari siang hari hingga malam.
Sebenarnya Sesya ingin berkunjung ke dunia mimpi, tetapi dilarang Jicko. Lelaki itu menariknya dan Biru ke pinggir lapangan. Kata Jicko agar mereka berdua dapat merasakan nikmatnya masa putih abu-abu.
"Ngapain sih, Jick?" tanya Sesya dengan muka kecut.
"Ya nontonlah," jawab Jicko, "nikmatin masa muda sebelum jadi dewasa."
Sesya menggulir bola mata malas. Mau kabur tidak bisa sebab tangannya dipegang erat oleh Jicko, begitu juga dengan Biru di sebelah kirinya.
"Muka kau kusut kali kayak orang banyak pikiran aja," ledek Jicko.
"Emang iya." Sesya memajukan bibir bawahnya.
"Bah." Tawa Jicko pecah. "Banyak pikiran itu tugasnya orang dewasa, kita masih remaja tugasnya nikmatin masa muda."
"Berisik!" respon Sesya pendek.
Lagipula dari sisi mana yang bisa Sesya nikmati? Warna-warni kehidupan yang sempat muncul kini telah redup. Hidupnya kembali monoton seperti saat Filo belum hadir.
Berbicara perihal Filo, daun telinga Sesya menangkap suara tak asing yang sebulan sudah tak terdengar.
"Sesya?"
Suara itu terdengar tepat di belakangnya. Tubuh Sesya membeku ketika suara familiar itu memasuki indera pendengar.
"Kau dipanggil, tuh," ucap Jicko seraya menyenggol lengan Sesya.
Perlahan Sesya membalikkan tubuh ke belakang. Sesuai tebakan, sumber suara itu berasal dari Edo yang kini berdiri di belakang.
"Hei, akhirnya kita jumpa lagi!" sapa Edo dengan senyum sumringah.
"Bah, udah pernah jumpanya kalian?" timpal Jicko.
"Baru dua kali, tapi yang terakhir ...." Edo menggantungkan kalimat sembari mencuri pandang ke arah Sesya.
Sesya segera membuang muka, mengalihkan pandang.
"Diam pulak kau. Kenapa yang terakhir?" tanya Jicko.
Edo tertawa renyah seraya menggeleng. "Aku baru sadar kalian bertiga temenan ternyata. Sempit banget dunia."
"Aku pun baru sadar kau kenal juga sama si Sesya. Kenalan di mana?" Jicko lalu menoleh ke arah Sesya. "Kok kau gak cerita samaku?"
"Gak penting," sahut Sesya singkat.
"Bah, sensi kali. Datang bulan kau?" tanya Jicko lagi.
Sesya membuang napas kasar lalu beranjak bangun. "Aku mau pergi."
Belum sempat Jicko membuka suara menghalangi Sesya, gadis itu langsung melangkah pergi menuju anak tangga. Entah ke mana ia akan pergi.
"Kau apain si Sesya?" tanya Jicko memicing mata curiga.
Edo melambai-lambaikan tangan. "Aku gak ngapa-ngapain dia."
"Awas aja kalau kau apa-apain dia!" ancam Jicko.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gratia
Ficção AdolescenteApa yang akan kamu lakukan jika ada seorang lelaki datang dan mengaku jika dia adalah anakmu dari masa depan? Awalnya Sesya tidak percaya, tetapi setelah Filo menunjukkan bukti yang telah ia siapkan perlahan membuat Sesya percaya mengatakan dan lulu...