Suasana sunyi menyelimuti seisi kelas seolah tidak ada kehidupan di dalam sana. Hampir seluruh penghuni memilih tuk menghabiskan waktu istirahat di kantin atau lapangan. Terlebih kipas angin sedang rusak jadi suasana tak beda jauh dengan neraka.
Hanya tersisa seorang gadis berambut hitam yang mulai panjang. Dulu itu adalah bangku milik si ketua kelas, Biru yang kini sudah menjadi miliknya. Sedangkan si empu masih setia duduk di bangku Sesya.
"Ish, dingiin!" Sesya reflek bangun ketika merasakan metal dingin menyentuh kulit leher belakangnya. Ia lalu mengusap tengkuk yang basah akibat ulah Jicko.
Jicko tak takut melihat wajah Sesya yang terlihat seperti singa betina mengamuk. "Nih, minum biar gak ngantuk." Ia menyodorkan sekaleng cola pada Sesya kemudian duduk di atas meja sebelahnya.
"Makasih, tapi harusnya pakai kopi bukan pakai cola," protes Sesya.
"Iya, sama-sama," sahut Jicko sarkas.
"Kamu ada perlu apa?" tanya Sesya.
"Bah, ngomong sama kau harus ada keperluan memang?" Jicko malah bertanya balik.
"Ish, bukan begitu. Maksud aku ini." Sesya mengangkat sekaleng cola yang sudah terbuka. "Ini maksudnya apa? Kamu mau apa dariku?"
"Astaga, Tuhan! Aku sengaja traktir karena kulihat kau hari ini gak ada semangat-semangatnya hidup," jawab Jicko membela diri.
Sesya menyengir lebar, merasa bersalah telah menaruh curiga pada lelaki itu. "Maaf, tapi makasih, Jickoo. Kapan-kapan aku traktir balik, deh."
"Boleh, udah janji kau ya, tapi ...." Jicko menggantungkan kalimat. "Sebenarnya Biru yang beli, bukan aku. Udahlah, aku mau ke UKS dulu karena kepalaku agak sakit semalam mandi hujan."
Lelaki itu turun dari meja kemudian berjalan keluar kelas. Manik mata Sesya memandangi punggung Jicko hilang dari pandangan sembari berpikir keadaan Filo.
Haruskah dia pergi ke atap untuk memeriksa keadaan Filo? Barang kali lelaki itu masih berada di sana.
Tanpa berpikir panjang lagi, Sesya bergegas pergi menaiki satu per satu anak tangga dengan terburu-buru. Sesampainya di atap, ia sama sekali tidak melihat keberadaan Filo. Namun, nihil.
Sesya menghela napas berat dan membatin, ah, dia kayaknya udah balik ke masa depan. Gadis itu memilih untuk kembali ke kelas, tetapi tak berselang lama terdengar suara langkah kaki mendekat.
"Fil-Kak Dana?" Wajah Sesya menekuk ketika mendapati jika si empu langkah adalah Dana, bukan lelaki yang tengah ia cari.
"Kamu di sini juga, Sesya?" Dana lalu berjalan mendekati Sesya. Sedangkan gadis itu malah berjalan mundur ke belakang seolah ingin menjauh. "Kenapa, Sya?"
"K-kenapa apanya?" Sesya bertanya balik.
Dana tertawa renyah. "Kamu kenapa belakangan ini menjauh dari aku? Aku ... punya salah denganmu?" tanyanya.
"Itu ... perasaan Kak Dana, aku gak menjauh, kok," sahut Sesya seraya menyeka hidung.
Lelaki itu mengulum senyum tipis. "Sebenarnya aku datang ke sini, karena mau berbicara denganmu, tapi ... sepertinya kamu tidak mau bicara denganku."
"Bukan begitu," sahut Sesya merasa tak enak.
Namun, Sesya tak bisa menyembunyikan rasa perih yang mendera sebab hanya dianggap adik oleh sang pujaan hati. Padahal ia sudah melalui banyak hal hanya untuk mendekati lelaki itu.
"Gak apa-apa." Dana menepuk-nepuk pelan puncak kepala Sesya. "Aku paham, ada masanya perempuan jadi sangat sensitif. Aku gak akan menganggu, aku turun, ya."
![](https://img.wattpad.com/cover/191330624-288-k753004.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gratia
Novela JuvenilApa yang akan kamu lakukan jika ada seorang lelaki datang dan mengaku jika dia adalah anakmu dari masa depan? Awalnya Sesya tidak percaya, tetapi setelah Filo menunjukkan bukti yang telah ia siapkan perlahan membuat Sesya percaya mengatakan dan lulu...