Chapter-46 : Gelang dan Jawaban

188 18 0
                                    

Kelopak mata Sesya perlahan terbuka. Perlahan mengerjapkan mata, menatap pagi yang menyambut. Senyum manis merekah di bibir ketika melihat bunga hyacinth ungu yang kini berpindah tempat ke dalam vas bening.

Sesya menyibak selimut tebal yang membalut tubuh kemudian melangkah menuju kamar mandi untuk membasuh wajah. Sembari menatap pantulan diri di cermin, Sesya teringat kembali pada kotak biru langit yang ia temukan di kamar Edo.

"Ish, kenapa aku malah gemeteran," monolog Sesya. Tangannya berada di dada sebelah kiri. Merasai debaran jantung yang berdetak kencang.

"Sesya."

Suara Hanna terdengar dari dalam kamar. Sesya buru-buru keluar dari dalam kamar mandi. Wajahnya masih basah, tidak sempat dikeringkan.

"Kenapa, Bunda?" tanya Sesya.

"Ada yang cariin tuh di luar," jawab Hanna.

Dahi Sesya mengernyit. "Siapa, Bunda?"

"Gak tahu, tuh dia udah nungguin di teras. Bunda mau lanjut masak, nih. Cepat, ya," jawab Hanna.

Usai Hanna berlalu pergi, Sesya mencoba mengintip dari balik jendela kamarnya. Namun, yang terlihat hanya kaki jenjang dibalut celana jeans dan sneakers bewarna hitam.

Sesya buru-buru berjalan ke luar, menghampiri tamu yang datang tanpa kabar. Begitu kaki tanpa alas itu menginjak teras, pupil mata Sesya membulat lebar.

"Edo?"

Edo menoleh kemudian mengulas senyum lebar. "Selamat pagi, Cantik!"

"Kamu ngapain ke sini pagi-pagi?" tanya Sesya.

"Mau ketemu, soalnya kangen," jawab Edo singkat lalu tertawa kecil saat mendapat tatapan tajam dari Sesya. "Just kidding! Tapi serius aku mau ketemu kamu."

Dahi Sesya mengernyit. "Kenapa? Kan kemarin baru jumpa."

"Wait!" Edo merogoh saku hoodie bagian depan, mengeluarkan sebuah kotak kecil bewarna biru langit. "Hadiah ulang tahun."

"Eh?"

"Aku baru sempat beliin kamu hadiah ulang tahun. Jadi sebelum pergi latihan, aku mampir dulu ke sini," jelas Edo.

"Eh?"

"Eh-eh terus. Ini ambil." Edo menyodorkan kotak itu pada Sesya. "Coba buka."

Sesya menerima kotak pemberian Edo lalu membukanya. Sesuai ekspetasi Edo, manik mata Sesya membulat lebar ketika melihat seutas gelang rantai dengan batu bewarna biru langit serta keping besi bertulis huruf 'S'.

Ini ....

"Mirip dengan punyaku, kan?" Edo mengangkat tangan kiri, menunjukkan gelang yang sama persis. "Aku beli di tempat kamu pernah beli. Jicko yang kasih tahu."

"Bagus banget. Terima kasih, ya," lirih Sesya menahan tangis.

Edo tersenyum tipis. "Mau aku pakaikan?"

"Gak apa-apa, aku bisa sendiri," tolak Sesya lembut.

"Kenapa? Kamu malu tanganmu aku pegang?" tanya Edo menggoda sembari menaik-turunkan alisnya.

"Ish, nyebelin banget. Nih, ambil." Sesya menyerahkan gelang itu pada Edo. "Pasangin aja. Aku gak malu, kok."

"Gitu, dong." Edo mengambil gelang itu kemudian memasangkannya di pergelangan tangan kiri Sesya. "Kira-kira kalau Jicko lihat, dia bakal mikir kita pacaran gak, ya?"

"Seribu persen pasti!" seru Sesya yakin.

Edo terkekeh kecil. "Kenapa kamu yakin banget?"

"Iyalah, aku udah kenal Jicko lama. Dulu aja dia kira aku sama Biru saling suka, padahal gak ada momen apa-apa," cerita Sesya.

"Nah, udah!" seru Edo.

Seulas garis tipis terulas di bibir Sesya saat melihat gelang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Dulu dia yang memasangkan Filo gelang. Sekarang giliran Filo masa muda yang memasangkannya.

"Sekali lagi selamat ulang tahun, Sesya Ornella," ucap Edo. Senyumnya merekah lebar.

Sesya tak dapat menahan senyum. "Terima kasih, Filo ... Renaldo."

***

Sesya merebahkan tubuh ke atas kasur. Senyum manis tak kunjung luntur dari bibir ranum kala melihat gelang di pergelangan tangan kirinya. Sama persis seperti gelang yang ia berikan pada Filo dan kini berpindah kepemilikan.

"Eh, hampir lupa!" seru Sesya.

Kotak bewarna biru langit itu hampir saja terlupakan. Sesya beranjak bangun dan mengambilnya di dalam laci nakas. Entah apa isi di balik kotak itu. Namun, mampu membuat debaran jantung Sesya berdetak kencang.

Dengan berhati-hati, Sesya melepaskan tali yang melilit kotak lalu membuka tutupnya. Hanya terdapat secarik kertas bewarna biru langit dan selembar polaroid yang diletakkan secara terbalik.

"Ish, hobi banget nulis surat," komentar Sesya sembari membuka lipatan kertas itu.

Sebelum membaca kalimat-kalimat penuh kejutan, Sesya menarik napas panjang lebih dulu. Mempersiapkan jiwa nan raga akan jawaban yang selama ini ia cari-cari.

Hai, Sesya Ornella.

Selamat kamu sudah menemukan kotak ini.

Sesya menggulir bola mata malas. Kalau bukan karena Edo mengajaknya ke kamar, mana mungkin ia dapat menemukan kotak ini.

Kalau kamu lagi baca surat ini, artinya kamu sudah bertemu dengan diriku di masa lalu bukan? Orang-orang banyak memanggilku Edo, tapi aku lebih suka mendengarmu memanggilku Filo. Seperti ibuku dulu.

Sekali lagi selamat akhirnya kamu sampai ke tahap terakhir. Aku jamin di surat ini kamu akan dapatkan semua kunci jawaban dari semua pertanyaanmu.

Sesya menelan ludah samar kemudian membuang napas kasar sebelum melanjutkan bacaan.

Pertama, biar aku jelaskan kalau sebenarnya aku gak tidur dan tinggal di atap. Sorry, aku gak mau menipumu, tapi aku gak mungkin bilang kalau aku tinggal di rumahku kan.

Kedua, tolong sampaikan terima kasih pada Biru, karena sudah menjaga dan berteman denganmu. Walaupun karena Biru, usahku jadi sia-sia.

Ketiga, aku minta maaf untuk sekian kali karena sudah membohongimu. Menipu dengan mengarang cerita tentang masa depanmu dengan Dana. Padahal di masa depan, Dana adalah milik perempuan lain.

Aku tahu dan aku terima dengan lapang dada kalau kamu marah dan benci denganku. Itu sudah jadi konsekuensi karena menipumu.

Sesya menghela napas berat. "Aku memang marah, tapi ... semua sudah berlalu. Aku mencoba ikhlas, Filo."

Tapi aku punya alasan. Aku hanya ingin membuatmu lebih bahagia di masa depan, karena aku sayang padamu.

"S-sayang?"

Tapi sepertinya Tuhan murka karena aku mencoba mengubah takdir hidup kita. Makanya dia mengirimkan Biru untuk membuatku mundur.

Dahi Sesya mengerut saat membaca kalimat mengubah takdir. Memangnya takdir apa yang sedang dicoba untuk diubah?

Keempat, maaf karena kegoisan aku kamu jadi di-bully habis-habisan oleh Arel. Aku merasa sangat bersalah, karena waktu itu kamu hampir mati. Aku sangat merasa bersalah waktu itu. Sampai aku takut untuk berada di dekatmu lagi.

Terakhir, maafkan aku sudah menipu dan membuat hidupmu susah. Aku egois sekali, tapi bisakah kamu lupakan aku? Maksudku, lupakan Filo yang datang dari masa depan. Lanjutkan hidupmu tanpa Filo.

Dan hiduplah bahagia bersama Edo, seolah aku gak pernah mendatangimu.

Aku mencintaimu, Sya, kamu adalah hadiah Tuhan yang paling indah.

Filo Renaldo

Bulir bening berhasil lolos dari kelopak mata Sesya, jatuh membasahi surat itu. Hati Sesya berdesir perih melihat potret dirinya memakai gaun pengantin bewarna putih, berdiri berdampingan dengan Filo.

-To Be Continued-

GratiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang