Chapter-19 : Salah Sangka Pembawa Bencana

497 87 48
                                    

Anak-anak rambut Sesya menari-nari diterpa angin yang berembus sepoi-sepoi. Kedua tungkai jangkung melangkah menyisiri tiap sisi atap. Tumpukan meja tua menjadi destinasi selanjutnya.

Gadis itu membungkuk, berharap menemukan Filo di bawah sana. Namun, nihil. Entah ke mana laki-laki itu berada. Ia memilih menyerah.

Langkah mengarah ke pinggir atap yang dibatasi pagar besi, kemudian ia menjatuhkan bokong ke lantai. Dua kotak bekal di tangan, ia letakkan di sebelah.

"Padahal aku sengaja bangun pagi-pagi, masakin nasi goreng, tapi orangnya malah ngilang," cerocos Sesya sembari membuka kotak bekal miliknya.

Kepulan asap menguap tinggi begitu kotak bekal terbuka. Aroma asap dari nasi goreng tercium harum masuk ke indera pembau. Telur mata sapi yang tidak sempurna dipotong menggunakan sendok.

Krieet!
Bunyi derit daun pintu besi mengalihkan atensi Sesya. Sesendok nasi goreng yang siap masuk ke dalam mulut kini diletakkan kembali ke dalam kotak bekal. Kepalanya menoleh ke belakang dengan senyum merekah.

"Ah, benar kamu di sini ternyata."

Senyuman Sesya luntur ketika melihat senyum serta lesung pipi di wajah Dana. Bukan Dana yang dia harapkan datang.

"Tadi aku ke kelas cariin kamu, tapi kamu gak ada," cerita Dana sembari melangkah, memangkas jarak antara dirinya dan Sesya. "Ternyata tebakanku benar, kamu ada di sini."

Sesya terkekeh kecil, mencoba membuang jauh rasa kecewa yang sempat mampir. "Eh, Kak Dana kenapa cari aku?"

"Aku mau balikin ini," jawab Dana lalu mengembalikan novel bersampul hitam yang kemarin ia pinjam.

"Eh, udah selesai bacanya? Cepat banget, Kak," puji Sesya takjub. Buku ratusan halaman ini bisa diselesaikan dalam semalam. Ia saja butuh waktu lebih dari tiga hari.

Tawa kecil lolos dari mulut Dana. "Saking asiknya, aku gak sadar baca sampai jam lima pagi. Lihat, nih mata aku bisa saingin hitamnya mata panda."

Lingkar hitam di bawah mata Dana terlihat lebih menggelap dan matanya sedikit bengkak. Ia juga tidak memakai dasi yang rutin melingkar di leher. Terlihat jauh berbeda dari Dana yang biasanya.

"Kamu tunggu teman?" tanya Dana.

Dahi Sesya mengeryit lalu menggeleng. "Enggak, Kak. Kenapa Kak Dana tanya begitu?"

"Itu kotak bekalmu ada dua." Jari telunjuk Dana mengarah pada dua kotak bekal yang berada di sebelah Sesya. "Atau kamu ... makan dua porsi?" godanya.

"Eh?" Rusak sudah nama baik Sesya di depan Dana. Bagaimana kalau nanti Dana mengira dirinya perempuan yang rakus. "Eh, ini sebenarnya ... sebenarnya buat Kak Dana."

"Seriusan? Untukku?" tanya Dana memastikan.

Sesya mengangguk. "I-iya, tapi aku malu untuk kasih langsung."

"Thanks, Sya," ucap Dana penuh semangat. "Aku senang kenalan sama perempuan sebaik kamu. Dari awal ketemu kamu baik sekali, mulai dari sandwich selai stoberi, pinjamin novel favorit aku, izinkan aku main ke perpustakaan dan sekarang bawain aku bekal. Kamu ... suka denganku?"

"Hah?" Sesya tertawa renyah. "Hahaha enggaklah, Kak," jawabnya lalu menyeka hidung.

Dana tersenyum kecil lalu mengelus kepala Sesya. "Baguslah kalau begitu, karena kamu udah aku anggap seperti adikku sendiri. Jadi aku harap ... di antara kita jangan sampai ada perasaan, ya."

Tubuh Sesya membeku di tempat usai Dana menyelesaikan ucapan. Otaknya berusaha keras mencerna kalimat yang masuk melalui indera pendengarnya. Apa itu artinya ia ditolak?

GratiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang