"Nanti malam kau kencan sama Biru?"
Pertanyaan Jicko membuat pupil mata Sesya melebar. Dari mana pula lelaki berwajah oval itu tahu jika nanti malam Sesya pergi bersama Biru.
Dahi Sesya mengernyit. "Bukan kencan tahu, tapi ada sesuatu yang penting. Lagian kamu tahu dari mana soal itu?"
"Bah, Jicko nih, Bos. Apa pun yang terjadi di sekitar sekolah ni aku tau, mata-mataku ada di mana-mana," jawab Jicko dengan wajah songong.
Sesya menggulir bola mata malas. Percuma berbicara dengan Jicko, lelaki itu suka bercanda bahkan di saat serius sekali pun.
"Mau kencan di mana jadi nanti malam?" Jicko menompang kepala dengan tangan kiri, menatap Sesya dengan kedua alis naik-turun.
"Ish, bukan kencan tahu," ralat Sesya. Kalau itu Filo, mungkin sudah dipukulnya. "Aku mau ketemu sama ... Edo."
"Oh kau penggemar si Edo juga rupanya. Sayang kali pas kau ke apartement Biru gak jumpa sama si Edo," ucap Jicko seraya manggut-manggut paham.
"Eh, kamu juga kenal sama Edo?" tanya Sesya. Tak peduli dianggap penggemar atau apalah, sebab yang paling penting saat ini ialah mengorek informasi sebanyak mungkin tentang lelaki bernama Edo itu.
Jicko mengangguk. "Kenal-lah, aku kan sering main ke tempat Biru. Rajin numpang tidur juga kalau kemalaman pulang, adalah beberapa kali jumpa sama si Edo."
Secercah harapan muncul. Semangat Sesya semakin membara mengintrogasi lelaki segudang informasi ini.
"Terus? Terus? Gimana? Dia mirip temenku yang semalam?" tanya Sesya penuh antusias.
"Kawanmu semalam? Bapak tua itu kawanmu?" Bola mata Jicko membulat lebar. "Bah, gawat kali seleramu ah."
Gelora semangat Sesya runtuh seketika. Jicko sangat pintar mematahkan antusias orang lain. "Maksudnya, itu temen ayahku. Jadi mirip gak?" tanyanya segera mengalihkan topik pembicaraan.
"Oh, lumayan mirip. Kurasa kalau si Edo tua, bentukannya 11 12 sama kawan ayahmu itu," jawab Jicko sambil membayangkan.
Kedua tangan mengepal kuat begitu kalimat itu masuk ke indera pendengar Sesya. Berbagai hal negatif tentang Filo mulai menghantui isi kepalanya. Apa mungkin? Tidak. Ia menggeleng kuat, lelaki semanis Filo tak mungkin berbohong padanya.
"Tapi sifatnya beda sama kawan ayahmu yang galak," lanjut Jicko menyadarkan Sesya kembali ke dunia nyata. "Si Edo orangnya ramah, terus rajin ajak si Biru main. Cuma kau taulah kawan kita satu itu ansos kali."
Jicko menunjuk punggung Biru yang duduk beberapa bangku di depan mereka.
"Terus?" tanya Sesya meminta agar lelaki itu terus melanjutkan cerita.
"Apa lagi? Gegara Biru ansos, aku juga gak dekat-dekat kali dengannya," sahut Jicko santai lalu menyandarkan punggung ke kursi. "Oh iya, dia jago masak. Masakannya enak-enak kali, dia suka bagiin ke Biru."
Raut wajah Sesya kembali antusias mendengarnya, sebab Filo juga pintar memasak. Namun, hanya karena keserupaan itu bukan berarti jika mereka adalah satu orang yang sama.
"Oh iya, si Edo juga tinggal sendiri di sebelah kamar si Biru. Soalnya dia gak punya ibu dan bapaknya garang, makanya dia milih tinggal sendiri," lanjut Jicko.
"Eh, dia piatu?" tanya Sesya memastikan.
Jicko mengangguk. "Dari kecil kalau gak salah aku, mungkin karena itu jago masak. Apalagi kalau masakan Cina, bah nambah dua piring aku."
Sama lagi seperti Filo, masakan Cina buatan tangan lelaki itu sangat jawara.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/191330624-288-k753004.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gratia
Fiksi RemajaApa yang akan kamu lakukan jika ada seorang lelaki datang dan mengaku jika dia adalah anakmu dari masa depan? Awalnya Sesya tidak percaya, tetapi setelah Filo menunjukkan bukti yang telah ia siapkan perlahan membuat Sesya percaya mengatakan dan lulu...