"Nih 10 ribu." Binar menyodorkan dua lembar uang 5 ribuan ke depan Nanda.
"Ongkos beli mana?" Nanda menahan tangan Binar yang hendak menjangkau materai di depannya.
"Idih pelit amat. Abang kan sekalian juga beli untuk sendiri."
"Nggak. Abang punya kok. Tadi Abang cuma beli buat kamu." Nanda memang keluar hanya untuk membelikan materai untuk Binar karena kebetulan dia menemukan satu materai di laci meja kerjanya.
"Ya udah gak usah aja. Abang buat buku nikah sendiri aja. Punyaku gak usah."
"Eum." Nanda memasukkan dua lembar uang yang diberikan Binar ke saku celananya. "Cepat tulis. Apa aja perjanjiannya!" Nanda mendorong selembar kertas A4 kedepan Binar. Perempuan itu mengambilnya dengan semangat.
Kedua orang itu pun menulis dengan tekun diatas kertas layaknya siswa siswi yang sedang melaksanakan ujian. Binar berkali-kali menutup kertasnya dengan telapak tangan saat Nanda mencoba mengintip. Nanda pun melakukan hal yang sama. Tidak memberi kesempatan bagi Binar untuk mengetahui isi kertas di depannya.
"Oke aku udah." Nanda meletakkan pulpen di atas kertas setelah seperkian menit bergelut dengan pensil itu.
"Aku juga udah." Binar selesai juga.
Akhirnya setelah 15 menit berlalu keduanya selesai menuliskan perjanjian apa saja yang harus ada setelah mereka meresmikan pernikahan nanti. Setelah berhari-hari membujuk dan mengancam Binar agar perempuan itu segera meresmikan pernikahan, Binar luluh juga. Jelas bukan hal mudah bagi Nanda karena istrinya itu sempat melakukan banyak drama termasuk berinisiatif melarikan diri dengan membawa Athaya. Walaupun demikian Nanda dapat menggagalkan niat busuk istrinya itu dengan cara mengurung Binar dua hari penuh di kamar.
Keputusan akhir setelah berbagai drama, Binar mau meresmikan pernikahan dengan perjanjian-perjanjian tertentu yang pasti tentu akan merugikan bagi Nanda. Maka oleh karena itu Nanda juga bermaksud membuat perjanjian yang tidak kalah merugikan bagi Binar. Sesuatu yang jelas bukan hal yang diizinkan dalam pembuatan sebuah kontrak perjanjian. Tapi kedua orang itu mana peduli dengan tujuan hukum dalam sebuah perjanjian. Selama pihak lawan dirugikan maka mereka akan memasukkannya ke dalam perjanjian mereka. Toh baik nanda maupun Binar sudah terlebih dahulu punya niat untuk melanggar isi perjanjian itu bahkan sebelum materai ditempelkan.
"Baca poin pertamanya apa."
"Eum. Selama pernikahan, Athaya akan tidur dengan bundanya." Binar memberitahu apa hal yang diinginkan setelah mereka meresmikan pernikahan. Nanda sudah menghabiskan 4 tahun lebih untuk tidur dengan Athaya. Kini gilirannya. "Setuju?" Tanya Binar.
"Setuju lah." Jawaban Nanda membuat Binar tersenyum. Ternyata mudah juga. "Poin pertama di kertas Abang berisi setiap malam Athaya Pradipta, Binara Arrayni dan Nanda Pradipta akan tidur di kamar yang sama."
Binar menggebrak meja. Nanda jelas membantai isi poin pertama dari perjanjian yang dibuatnya. "Gak bisa gitu dong. Itu sama aja poin pertamaku jadi gak guna."
"Nanti kita akan punya kesempatan untuk menghapus perjanjian pihak lain dengan syarat pihak lain juga harus menghapus satu perjanjian kita. Intinya kalau kamu hapus satu isi perjanjian Abang maka abang juga punya kesempatan menghapus satu isi perjanjian kamu." Nanda menaikkan satu alisnya sambil tersenyum. "Baca lagi!"
"Kedua, tidak boleh ada bentuk kekerasan apapun dalam rumah tangga. Baik psikis maupun fisik." Binar memang harus membuat perjanjian ini karena dia tahu Nanda itu adalah tipe pria temperamental yang akan menyakiti saat benar-benar marah.
"Iya setuju. Kedua, Binara Arrayni harus bersikap baik dan sopan terhadap anak dan suaminya."
"Eum. Ketiga, uang yang harus diberikan oleh Nanda Pradipta kepada Binara Arrayni setiap bulannya adalah senilai 5 Juta rupiah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Become Magister Or Become Mother
Random⚠️Kalau berkenan kalian bisa baca Broken Touch dulu ya guys biar lebih nyambung. Kecewa karena tidak lulus tes fisik saat mendaftar sebagai CPNS kejaksaan membuat Binar nekat pulang ke rumah orangtuanya. Empat tahun lebih menghindari masa lalu buruk...