Part 39

10.4K 753 133
                                    

"Sayang!" Nanda dengan langkah cepat menuruni tangga. Mulutnya terus berteriak memanggil Binar namun perempuan itu sama sekali tidak terlihat di mana-mana.

Binar sendiri sebenarnya dapat mendengar suara Nanda memanggilnya namun perempuan itu memilih untuk pura-pura tuli saja.

"Sayang...oh kamu di sini ternyata." Nanda langsung mendekati Binar begitu menemukan perempuan itu sedang tengkurap di ruang keluarga.

"Sa,"

"Jangan panggil sayang!" Binar mengubah posisinya menjadi telentang, mendelik ke arah Nanda yang duduk di sampingnya. Dia tidak suka panggilan itu meluncur dari bibir suaminya. Tidak tahu alasannya apa, hanya tidak suka saja.

Nanda mengernyit. Belum pernah dia menemukan perempuan yang tidak ingin diperlakukan secara romantis seperti Binar. Setiap usahanya untuk membuat perempuan itu tersanjung selalu berakhir dengan cemoohan Binar. Dipanggil sayang tidak mau, dibawain buket bunga perempuan itu akan menghinanya dengan kata norak dan alay, diajak kencan perempuan itu bilang dia terlalu berlebihan, diajak liburan ke Bali perempuan itu malah mengatainya mesum.

Terkadang Nanda sempat berpikir kalau istrinya itu adalah perempuan masokis gila yang lebih suka ditindas dan dikasari. Pasalnya Binar suka berdebat dengannya, suka membuatnya kesal, suka membuatnya marah, dan suka membuatnya hilang kendali hingga berakhir menyakiti perempuan itu. Tapi kalau dia suka marah-marah dan bersikap kasar, Binar akan menangis dan merasa tersakiti setengah mati. Setelahnya perempuan itu akan ngambek dan baru akan luluh setelah dibujuk-bujuk dan dibuai-buai layaknya bocah yang sedang merajuk. Setelah menikah dengan Binar, Nanda jadi ragu kalau dirinya adalah laki-laki yang mudah mencuri hati wanita. Padahal dia sudah cukup percaya diri dengan kemampuannya itu sejak memasuki bangku SMP. Tapi sepertinya gajah betina yang sedang rebahan di dekatnya itu memang agak berbeda, entah harus dengan cara apa lagi Nanda merebut hatinya.

"Jadi kamu mau Abang panggil apa, eum?" Pria itu ikut berbaring di samping Binar.

"Anjing!" Pekik Binar histeris. Perempuan itu menendang kaki Nanda sebal. Tubuh pria itu menindih tangan kirinya.

Nanda mengernyit, "kamu mau dipanggil anjing?" Tanya Nanda.

"Terserah!" Binar mendorong tubuh Nanda menjauh darinya. Tangannya terasa kebas karena tertindih beban berat tubuh suaminya itu.

"An...jing...." Nanda melirik ke arah Binar. "Annjiiinggg main anjing-anjingan yok, njing!"

Bibir Binar berkedut. Perempuan itu menatap Nanda nyalang. "Panggil aku 'dek' atau 'Bi' atau 'Binar'!" Tekan Binar.

"Iya dek Binar." Nanda menarik senyumnya usil, tahu betul kalau dia sudah mengusik suasana hati istrinya itu. Namun seperti ada kepuasan tersendiri saat dia melihat Binar kesal. Dia suka melihat wajah merah Binar yang memerah karena marah. Itu menggemaskan.

"Fa....eummm!"

Nanda langsung menutup mulut Binar begitu perempuan itu mengeluarkan ucapannya. Dia tahu betul kalau perempuan itu ingin mengeluarkan umpatan. "Jangan ngomong kotor, nanti anak kita dengar." Nasihatnya.

"Abang bikin aku kesal terus." Binar sebenarnya tidak ingin memaki, mengumpat atau mengutuk saat dia sedang hamil seperti ini. Namun Nanda terus membuatnya jengkel. Dia tidak bisa mengerem mulutnya untuk mengeluarkan kata-kata kotor itu. Suaminya itu memang menyebalkan namun dia juga akan kebosanan setengah mati jika tidak ada Nanda di sisinya.

"Mulai hari ini siapapun yang mengucapkan kata kotor di rumah ini akan kena denda 100 ribu per...shit!" Kata itu meluncur begitu saja dari mulut Nanda saat tangan Binar dengan cepat bergerak ke celananya lalu meremas benda pusakanya itu.

Become Magister Or Become MotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang