Part 31

16K 1.1K 265
                                    

Binar membuka matanya dengan malas saat merasakan rasa hangat membakar kulit wajahnya. Perempuan itu langsung menutup kembali matanya saat retinanya bertabrakan dengan sinar matahari yang menyilaukan.

"Pagi, dek!"

"Kenapa Abang di sini?" Binar langsung bangkit dari tidurnya. Perempuan itu duduk bersila sambil menatap Nanda. Aura pria itu terlihat lain hari ini, tapi Binar sama sekali tidak tahu apa yang berbeda dari Nanda selain cara mengucapkan selamat pagi yang terdengar...normal. Binar sulit menjelaskannya, tapi Nanda tidak terlihat seperti suaminya, pria itu terlihat seperti orang lain. Tidak, itu adalah Nanda yang sebenarnya, Nanda yang normal. Binar jadi bingung sendiri, tapi satu hal yang pasti. Pria itu dari Nanda suaranya, sikapnya dan gelagat tubuhnya berubah.

"Cuci muka, kita sarapan bareng. Abang tunggu di bawah."

"Iya." Binar hanya mengangguk. Matanya masih mengikuti punggung Nanda hingga pria itu menghilang di balik pintu kamar.

"Aneh," celutuk Binar pada dirinya sendiri. Dia masih kebingungan dengan sikap Nanda. Tak biasanya pria itu bersikap senormal itu. Normal, normal dalam pengertian Binar berarti pria itu bersikap normal seperti dulu. Yang dilihatnya barusan itu bukan suaminya, itu terlihat seperti pacar Ajeng yang kebetulan menjadi tetangga kesayangannya. Tidak ada godaan, tidak ada gombalan, tidak ada pandangan melecehkan, tidak ada kegenitan pada gelagat pria itu, Binar tidak menemukan apapun ciri khas suaminya. Pria itu murni Nanda yang dulu. Normal. Binar sama sekali tidak bisa menjelaskan secara spesifik perbedaannya, tapi dirinya dapat merasakan kalau pria itu berbeda. Dia dapat merasakan ada yang berbeda tapi bingung jika harus menjelaskannya.

Tidak ingin terlalu memikirkan keanehan pada diri Nanda, Binar bergerak turun dari tempat tidur lalu melangkah ke kamar mandi. Binar menggosok gigi dan mencuci mukanya. Sama sekali tidak berniat untuk mandi.

Plak...

Binar menampar pipinya sendiri. Perempuan itu meringis saat merasakan rasa sakit dan perih di kulit wajahnya. Itu jelas bukan mimpi. Tapi Binar jelas masih kebingungan dengan apa yang terjadi. Binar tidak tahu tapi dia yakin kalau ada yang berubah di diri Nanda. Nanda terlihat berbeda di matanya. Itu bukan Nanda yang dua hari lalu menggigit lengannya hingga berbekas, itu bukan Nanda yang selalu bersikap menyebalkan. Pagi ini dia memang hanya baru bertemu Nanda beberapa menit, tapi Binar cukup yakin kalau sikap pria itu berbeda 180 derajat dari hari kemarin-kemarin.

Setelah membasuh mukanya, Binar keluar dari kamar mandi. Binar mengelap mukanya dengan baju yang sedang dipakainya lalu berjalan keluar dari kamar. Sepanjang perjalanan menuju dapur perempuan itu masih memikirkan apa yang membuat sikap Nanda berubah seperti itu. Seingatnya hingga kemarin pria itu masih bersikap menjengkelkan seperti biasanya.

Saat melewati ambang pintu dapur matanya langsung menyoroti suaminya itu. Pria itu sedang duduk di salah satu kursi di meja makan sambil mengobrol dengan bunda. Kedua mata orang yang sedang berbincang itu langsung tertuju padanya saat dia memasuki dapur.

"Sarapan, Dek?" Nanda langsung menyapa saat melihat kemunculan Binar di depannya. Pria itu bukannya tak sadar kalau mata istrinya itu selalu tertuju pada dirinya sejak tadi. Sesekali nanda bisa melihat kalau dahi di perempuan itu sedikit berkerut seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Iya." Binar hanya mengangguk mengiyakan sebelum duduk di samping bundanya. "Yang lain pada ke mana bun?" Tanya binar saat sama sekali tidak menemukan orang lain kecuali Nanda dan bundanya di sana.

"Mirna sekolah dan ayah kerja."

"Ini sudah jam 09.00, dek." Nanda memperjelas ucapan mertuanya saat masih melihat rasa heran di raut wajah Binar.

Become Magister Or Become MotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang