Part 17

12K 1.1K 158
                                    

"Athaya, bangun sayang!" Nanda menepuk pipi Athaya pelan.

"Nanti." Bocah itu hanya menggeliat sebentar lalu kembali menarik selimutnya.

"Ini sudah jam setengah tujuh. Nanti kamu terlambat sekolah. Ayo bangun!" Nanda memindahkan selimut di tubuh Athaya. Tangannya masih menepuk nepuk pipi Athaya.

"Aku gak percaya. Kemaren ayah bilangnya jam setengah tujuh padahal masih jam 5 pagi." Athaya mendekatkan dirinya pada tubuh Binar. Memeluk tubuh bundanya itu agar mendapat sedikit kehangatan.

"Yang ini benaran. Buka mata dulu biar kamu bisa liat udah jam berapa ini." Nanda masih berusaha membangunkan Athaya. Pria itu berdecak saat Binar malah memeluk Athaya erat hingga membuat anak itu merasa nyaman untuk kembali meneruskan tidurnya. "Dek, kamu juga bangun dong. Udah jam berapa ini? Nanti Abang telat masuk kantor." Nanda mengguncang bahu Binar agar perempuan itu segera bangun.

"Gak mau. Kemaren Abang bikin aku makan jam 5 pagi. Kan jam 9 aku jadi lapar lagi. Harusnya aku gak makan pagi 2 kali sehari. Kan aku lagi diet." Binar semakin meringkukkan tubuhnya.

Nanda menghela napas. Anak dan istri sama saja. Nanda jadi punya 2 beban di pagi hari. Kalau dulu dia hanya mengurus Athaya sekarang dia juga harus mengurus Binar. "Bangun sebelum ayah siram kalian pakek air es!" Nanda memberi ancaman. Namun ucapannya hanya berlalu tanpa ada yang menggubrisnya.

"Ya Tuhan! Kalian bangun dong!" Nanda mengusap wajahnya frustasi. Waktu terus berjalan sedangkan kedua makhluk di depannya itu masih menutup mata rapat.

"Bangun!" Nanda mengeraskan suaranya. pria itu berusaha melepaskan tautan tubuh kedua bocah di depannya itu. Binar meresponnya dengan menendang tubuh Nanda sedangkan Athaya memilih menikmati tidurnya untuk beberapa menit lagi.

"Bentar lagi." Rengek Binar.

Nanda hanya menghela napas. Athaya dan Binar itu seumpama makhluk hidup yang menganut simbiosis parasitisme kalau di pagi hari. Anggaplah Athaya sebagai cacing pita dan Binar menduduki posisi hewan yang menjadi inang. Satu-satunya cara membuat si cacing pita terganggu adalah dengan mengganggu inangnya. Nanda menggulung Binar dalam selimut lalu memindahkan perempuan itu ke lantai. Binar sempat menggeliat sebentar sebelum bangkit dan mengomeli Nanda.

"Abang punya masalah apa sih?"

Nanda menunjukkan arlojinya pada Binar. "Ini hampir jam 7. Abang bisa telat ke kantor kalau kalian masih malas-malasan."

"Aku yang antar Athaya." Binar menguap di depan wajah Nanda tanpa perlu bersopan santun dengan menutup mulutnya menggunakan tangan.

"Yakin?" Tanya Nanda. Pria itu masih ragu menyerahkan Athaya pada Binar tanpa pengawasan dirinya. Perkara selai kacang dan Binar yang lalai menjemput Athaya membuatnya sedikit trauma.

"Iya. aku yang jemput juga nanti."

"Yakin?"

"Iya iya iya iya. Lagian aku juga bosan kalau gak punya aktivitas apapun." Binar menguap sekali lagi. Kali ini mulutnya ditutup. Bukan dengan tangannya, melainkan tangan Nanda.

"Ya udah. Tapi kalau Abang menghubungi kamu jangan diabaikan."

"Eum."

"Abang turun duluan. Pastikan Athaya sarapan sebelum sekolah. Kamu jangan lupa pakek masker kalau kemana-mana."

"Eum."

"Abang pergi." Nanda mendekati Binar lalu mencium kedua pipi perempuan itu. "Hati-hati bawa motornya." Nanda mengingatkan. Pria itu sempat mengacak rambut Binar sebelum melangkah meninggalkan kamar.

"Iya. Abang juga hati-hati." Balas Binar. Dia sempat melihat Nanda melambai tangannya di ambang pintu.

Setelah Nanda meninggalkannya, Binar langsung melompat kembali ke atas kasur. Memeluk Athaya erat. Binar berusaha memejamkan matanya. Namun perempuan itu sama sekali tidak tidur. Kepalanya dipenuhi banyak hal. Terutama tentang perasaannya sendiri.

Become Magister Or Become MotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang