"Dek bangun! Ini udah sahur." Nanda menepuk-nepuk pipi Binar yang masih tidur. Perempuan itu sempat terbangun sebelum menutup matanya lagi lalu meringkuk kembali dalam selimut.
"Hei bangun, nanti keburu subuh. Besok puasa pertama. Kamu gak sanggup puasa nanti kalau gak sahur." Nanda mengguncang tubuh Binar lebih kuat.
"5 menit lagi." Binar masih memejamkan matanya. Perempuan itu sudah bangun sebenarnya, hanya saja terlalu sulit untuk membuka mata.
"Bangun," Nanda mendekatkan bibirnya pada telinga Binar lalu meniupnya pelan. "Atau Abang cium." Bisik Nanda.
"Cium aja." Binar masih betah meringkuk. Tidak masalah jika Nanda menciumi pipinya, dia masih ingin menutup mata sebentar lagi.
Binar menyesali ucapannya. Pria itu tidak mencium pipinya seperti biasa. Kali ini pria itu menjatuhkan bibir tepat di atas bibirnya. Benda empuk itu masih betah nangkring di bibirnya bahkan setelah Binar membuka matanya. Binar melotot lebar. Bola matanya tepat berhadapan dengan bulatan gelap di mata Nanda. Binar sempat tertegun sebentar, rasanya aneh saat melihat mata Nanda begitu dekat dengan matanya.
Binar menahan napas. Mata gelap Nanda seakan membawanya ke dalam lubang gelap yang tidak berdasar. Tapi di gelap itu Binar masih bisa menemukan guratan-guratan berpola di mata Nanda. Binar juga masih bisa menemukan pupil yang membesar di bola gelap itu. Binar menemukan pantulan matanya di sana. Ini terasa aneh, tapi Binar ingin terus menyelami kegelapan itu. Dia ingin mencari tahu apakah mata itu masih memandangnya seperti dulu. Binar mungkin akan mempertahankan posisi itu jika tidak mengingat kalau bibir Nanda masih berada di atas bibirnya.
Binar mendorong tubuh Nanda. Matanya masih beradu dengan mata pria itu. Nanda sama sekali tidak bergerak, bahkan bibirnya juga. Binar mendorong tubuh suaminya itu. Nanda berkedip sekali lalu menggigit bibir bawah Binar pelan sebelum berdiri tegak di samping tempat tidur.
"Ayo bangun!" Nanda menarik tangan Binar hingga perempuan itu bangkit duduk.
Binar mengucek matanya lalu menyapu bibirnya dengan selimut. Perempuan itu mengambil ponselnya lalu melihat keterangan waktu. "Subuhnya masih lama Abang!" Rengek Binar. Perempuan itu hampir saja menjatuhkan tubuhnya jika Nanda tidak menahan kerah bajunya. Binar memukul tangan Nanda karena lehernya tercekik.
"Jangan tidur lagi. Cuci muka sana!" Nanda menarik Binar agar perempuan itu segera turun dari tempat tidur.
"Masih ada waktu satu jam setengah lagi untuk sahur. Abang sahur duluan aja. Nanti aku nyusul." Binar kembali melempari dirinya ke kasur.
"Cium lagi nih ya."
Binar menatap Nanda sebal. "Abang keluar dari rumah sakit bukannya tobat malah makin menjadi. Gak cukup Abang diazab sakit 3 hari? Itu peringatan karena kelakuan Abang gak pernah benar." Binar mengomeli Nanda. Matanya dipejamkan lagi.
"Kelakuan kamu yang gak benar. Apa kamu harus diazab masuk neraka 3 hari dulu baru kamu bisa sadar kalau kelakuan kamu selama ini itu salah? Mungkin Abang harus panggil ustadz ke rumah untuk ceramahi kamu tentang kewajiban istri terhadap suami disertai apa saja rincian dosanya kalau kamu tidak melaksanakannya dengan baik."
"Terserah." Binar membalikkan tubuhnya membelakangi Nanda.
Nanda berdecak kesal lalu menarik tubuh Binar dan memanggulnya ke kamar mandi. Nanda sama sekali tidak peduli saat Binar memukul punggungnya. Nanda baru menurunkan perempuan itu saat mereka sudah berada di depan cermin kamar mandi.
Nanda membuka keran dan membasuh muka Binar yang masih memejamkan matanya. Daripada menunggu Binar berlama-lama lebih baik Nanda langsung melakukannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Become Magister Or Become Mother
De Todo⚠️Kalau berkenan kalian bisa baca Broken Touch dulu ya guys biar lebih nyambung. Kecewa karena tidak lulus tes fisik saat mendaftar sebagai CPNS kejaksaan membuat Binar nekat pulang ke rumah orangtuanya. Empat tahun lebih menghindari masa lalu buruk...