Binar sengaja menyuruh sopir taksi untuk menurunkannya di jalan raya. Perempuan itu ingin berjalan kaki kerumahnya. Selama menyusuri jalan komplek tempatnya tinggal Binar tidak menemukan banyak perubahan di lingkungan itu. Semua masih sama seperti yang ada di ingatannya. Seolah dia baru saja meninggalkan tempat itu sehari saja padahal perempuan itu sudah pergi selama kurang lebih 4 tahun.
"Binar!"
Langkah Binar terhenti saat mendengar namanya dipanggil. Dia segera menoleh ke arah asal suara. Panggilan itu berasal dari rumah Bu Bila. Binar menelan ludah. Tidak berani menyahut. Jantungnya berdebar. Mengira-ngira apakah para ibu-ibu yang sedang berkumpul di sana mengetahui tentang apa yang terjadi padanya di masa lalu. Binar berusaha berpikir positif kalau mustahil ada yang membocorkan rahasianya pada umum. Keluarganya pasti akan menutup baik-baik kejadian itu. Tapi bukankah selain keluarganya, pak RT juga tahu? Binar kembali berusaha menenangkan pikirannya kalau mustahil pak RT akan menggosipinya dengan para ibu-ibu komplek itu. Tapi jika benar bahwa gosip tentang masa lalunya telah menyebar kemana-mana maka Binar akan balik arah dan kembali ke Jakarta hari ini juga.
Tidak ingin terus merasa khawatir Binar berjalan mendekati rumah Bu Bila. Ada 4 orang yang sedang duduk lesehan di teras rumah itu. Binar mengenal mereka semua. Dia bisa menghapal seluruh ibu-ibu penghuni komplek tempatnya tinggal. Begitu juga sebaliknya, tidak ada ibu-ibu yang tidak mengenal Binar. Maklum saja Binar semasa dulu lebih banyak bergaul dengan ibu-ibu itu daripada dengan teman sebayanya yang tinggal di komplek rumahnya itu.
"Hai tante-tante." Binar balas menyapa. Keempat wanita yang tadi sedang duduk itu segera bangkit dan mendekati Binar yang berdiri di balik pagar.
"Ya ampun. Ini benaran Binar."
"Ya iyalah Tan. Masak kloningan." Binar menanggapi kehebohan wanita didepannya yang bernama Tuti.
"Udah lama gak ketemu. Kamu masih sama aja kayak dulu ya. Gak ada yang berubah." Bu Rahmah ikut berbicara.
"Iya masih mungil kayak dulu." Bu Dira ikut berkomentar.
"Kalian juga gak berubah. Masih segar aja padahal udah empat tahun berlalu." Binar tersenyum. Lega karena para tetangganya tidak menyenggol tentang masa lalunya. Berarti para wanita itu belum tahu.
"Bisa aja kamu, Bi. Apa kabar? Kenapa gak pernah pulang ke sini?" Bu Bila melempar pertanyaan mewakili isi kepala para ibu yang lainnya. Penasaran dengan kepergian Binar yang tak kunjung kembali.
"Baik, Tante. Aku gak berani pulang. Takut terpapar Covid." Jawab Binar memberi alasan. Tidak sepenuhnya benar karena dia punya alasan lain kenapa baru menginjakkan kaki di kota ini lagi setelah hampir 4 tahun lebih lamanya.
"Gimana, udah sarjana kamu, Bi?"
"Lah bunda gak pamerin kalau aku udah wisuda dari lama?"
"Ada-ada aja kamu, Bi. Jadi sekarang gimana? Udah dapat kerja?"
"Belum Tante. Aku mau melanjutkan S2 ke luar negeri." Jawab Binar dengan bangga. Perihal gagal di tes CPNS dia sama sekali tidak ingin mengumbarnya.
"Udah ya tante-tante. Bi mau pulang kerumah dulu. Kalian lanjutin aja gosipnya. Kapan-kapan aku nimbrung lagi. Jangan lupa gosipin tentang aku yang udah sarjana dan mau melanjutkan kuliah ke luar negeri. Aku mau pamer. Hehe" Ucap Binar setengah berguyon. Tapi dia yakin kalau berita kepulangannya pasti akan segera tersebar.
"Ya ampun ternyata selain penampilan, sifat kamu masih sama juga, Bi." Bu Dira menepuk dahinya. Takjub dengan perempuan muda di depannya itu.
"Aku pulang. Jangan lupa. Dadah!" Seru Binar sambil menyeret kopernya pulang kerumah meninggalkan ibu-ibu itu yang hanya menatapnya dengan kepala menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Become Magister Or Become Mother
عشوائي⚠️Kalau berkenan kalian bisa baca Broken Touch dulu ya guys biar lebih nyambung. Kecewa karena tidak lulus tes fisik saat mendaftar sebagai CPNS kejaksaan membuat Binar nekat pulang ke rumah orangtuanya. Empat tahun lebih menghindari masa lalu buruk...