Binar melirik cermin sekali lagi. Perempuan itu tersenyum puas. Tampilannya sempurna. Dress merah selutut yang dikenakan membuatnya terlihat lebih langsing dari yang sebenarnya. Rambut panjangnya diikat tinggi-tinggi agar tidak menutupi lehernya. Berpenampilan seperti itu membuatnya kelihatan lebih tinggi dan dewasa.
Tangannya menjangkau lipstik lalu memoles sekali lagi pada bibir mungilnya. Binar menjentikkan jarinya. Ternyata dia bisa secantik itu dengan sedikit usaha. Dengan langkah mantap dia keluar dari kamar lalu turun ke bawah.
"Hai ayah, bunda." Binar melambaikan tangannya saat melewati ruang tamu. Menyapa kedua orang tuanya. Sang bunda melongo menatap ke arahnya sedangkan ayahnya yang sedang makan buah terlihat terbatuk-batuk setelah tersedak barusan. Ternyata penampilannya memang 'secetar' itu.
"Mau kemana kamu?" Tanya Suwardi penasaran. Pasalnya Binar terlihat sangat 'habis-habisan' dengan pakaian dan polesan wajahnya.
"Ke rumah bang Nanda."
"Kalian mau kencan lagi?" Irna mengangkat sudut bibirnya. Sepertinya hubungan anak dan menantunya itu semakin romantis saja.
"Tidak bunda." Sangkal Binar. Binar sama sekali tidak berniat untuk berkencan dengan Nanda.
"Terus kenapa kamu berpenampilan seperti itu?" Irna kembali bertanya.
"Biar gak dipukuli." Binar tergelak.
Jawaban Binar langsung membuat Irna dan Suwardi melotot. Candaan dengan membawa kata 'pukul memukul' jelas sama sekali tidak terdengar lucu bagi mereka. Apalagi jika menyangkut Binar dan Nanda.
"Oke kalau begitu aku pergi dulu." Binar tidak menunggu respon dari ayah dan bundanya. Perempuan itu langsung melangkah menuju rumah suaminya itu.
Di depan pintu, Binar mengganti sandal jepitnya dengan sandal yang ada di rumah Nanda. Agak kebesaran tapi tidak apa-apa. Perempuan itu mengetuk pintu lalu memutar gagangnya. Sebelum mendorong pintu, Binar sempat berdoa dalam hatinya semoga Nanda sedikit berbaik hati padanya. Tapi pasti akan sangat kurang ajar jika Nanda berani memukuli dirinya yang sudah secantik itu.
Sebenarnya Binar ingin ke rumah suaminya itu sejak melihat mobil pria itu terparkir di pekarangan rumah tadi sore. Sayangnya Binar agak sedikit takut jika Nanda masih marah padanya. Demi menjauh dari Nanda, Binar berusaha menahan dirinya untuk tidak menemui Athaya. Namun sayangnya setelah magrib tadi perempuan itu benar-benar tidak bisa menahannya lagi apalagi saat mengingat Athaya yang pulang sendirian tadi siang.
"Athaya!" Sesampai di ruang tamu Binar memanggil anaknya.
Tidak ada jawaban tapi Binar dapat mendengar suara-suara berisik dari dapur. Binar berjalan mendekat kearah sumber suara. Begitu membuka pintu memasuki dapur Binar langsung dihadapkan dengan pemandangan seorang suaminya yang sedang memotong sayuran.
"Mana Athaya?"
"Di atas. Jangan ganggu dia."
Mendengar jawaban ketus dari Nanda sepertinya Binar harus memulainya dengan basa basi dulu. "Abang lagi ngapain?" Binar mendekati pria bercelemek abu-abu yang bertuliskan 'happy mom' di bagian depannya. Binar menggigit bibir menahan tawa. Takut membuat Nanda kesal di saat pria itu sedang memegang pisau di tangannya.
Nanda sama sekali tidak menjawab. Binar berjalan lebih dekat. "Ngapain?" Tanya Binar lagi.
"Lagi bobo." Nanda acuh. Persoalan tadi siang saat Binar tidak menjemput Athaya masih membuatnya jengkel. Dia tidak ingin menghiraukan Binar sekarang. Anaknya sedang kelaparan, tidak akan ada waktu untuk bertengkar.
"Abang gak mau liat aku? Aku lagi cantik banget lho." Seharusnya Binar senang Nanda mengabaikannya, tapi dia sudah tampil terlalu cantik malam ini. Nanda harus melihatnya, dia ingin pria itu meralat ucapannya tentang Binar imut dan Alika cantik saat Binar menyuruh Nanda membandingkannya dengan janda itu. Nanda wajib mengatakan dirinya lebih cantik dari Alika. Wajib.
KAMU SEDANG MEMBACA
Become Magister Or Become Mother
Random⚠️Kalau berkenan kalian bisa baca Broken Touch dulu ya guys biar lebih nyambung. Kecewa karena tidak lulus tes fisik saat mendaftar sebagai CPNS kejaksaan membuat Binar nekat pulang ke rumah orangtuanya. Empat tahun lebih menghindari masa lalu buruk...