Part 35

12K 974 125
                                    

"Aku akan jadi anak yang baik kalau garisnya cuma satu. Aku janji." Mulut Binar terus komat kamit merapal doa dengan mata tertutup.

"Tidak perlu jadi anak yang baik, dek. Jadilah ibu yang baik."

Nanda melebarkan senyumnya. Matanya masih memandang benda kecil di tangannya itu. Pria itu bahkan hampir tidak berkedip, testpack bergaris 2 di tangannya terlihat bagai benda paling menarik di dunia.

"Eukhem!" Nanda berdehem. Pria itu berusaha menetralkan detak jantungnya yang menggila. Darahnya terasa mendidih hingga membuat wajahnya bersemu-semu. Seperti ada ratusan kupu-kupu yang terbang mengobrak abrik perutnya sebelum terbang menggapai dada. Menimbulkan rasa hangat di sana. Nanda tidak pernah merasa sebahagia ini.

Binar membuka matanya sedikit. Berusaha mengintip testpack di tangan Nanda. Sama sekali tidak kelihatan. Binar membuka matanya lebih lebar namun satu detik kemudian perempuan itu langsung menutupnya lagi saat Nanda mengacungkan benda itu ke wajahnya. Sepertinya pria itu sengaja ingin mencolok matanya.

"Buka mata kamu, dek. Ini akan jadi kabar yang menggembirakan."

Kabar gembira? Binar mundur sedikit lalu membuka matanya. bibirnya langsung mengeriting saat melihat benda itu secara jelas. Kabar bahagia apanya? Ini kiamat kecil untuk kebebasannya hingga 4 tahun kedepan.

Binar melototi testpack di tangan Nanda. Perempuan itu benar-benar ingin menghapus salah satu garis di sana. Mimpi buruknya sebulan yang lalu kini menjadi kenyataan, dia hamil. Binar ingin pingsan saja sekarang ini. Hamil anak Nanda, Binar yakin 100 persen kalau itu pasti tidak akan mudah.

Nanda sudah membeli Testpack itu sejak seminggu yang lalu. Binar selalu menolak untuk memakainya. Dia memang terus merasakan mual di lagi hari. Namun perempuan itu cukup yakin kalau dia hanya masuk angin. Dan malam ini Nanda berhasil membuatnya memakai benda itu setelah diancam akan ditiduri semalaman penuh.

"Ya Tuhan!" Binar mundur satu langkah kebelakang saat melarikan tatapannya pada wajah Nanda. Dia hampir silau dengan kebahagian yang terpancar jelas di wajah pria itu. Mata sipit karena senyum yang terlalu lebar itu membuat Binar benar-benar ingin melenyapkan suaminya dari dunia ini.

"Makasih, sayang!"

Binar menghindar saat Nanda ingin meraih tubuhnya, namun dia kalah cepat karena tangan panjang Nanda lebih dulu menggapai pinggangnya. Pria itu memeluknya erat. Setelahnya pria itu kembali menjauhinya.

"Biasa aja, dong!" Binar menatap jijik pada cengiran lebar di wajah suaminya itu. Namun beberapa detik kemudian dia malah mendapat balasan belasan kali ciuman dari Nanda pada pipinya. Pria itu kembali menjauh, menatapnya takjub sebelum menciumnya lagi. Menjauh lagi, menatapnya lagi, menciumnya lagi. Terus terulang hingga beberapa kali.

"Minggir ihh!" Binar mendorong tubuh Nanda dan pria itu kembali menatap bangga pada dirinya. Binar berdecih, muak. Dia hanya akan memberikan pria itu 1 anak lagi, tapi Nanda memandangnya seakan dia telah menghadiahi pria itu akta tanah se-Indonesia.

"Ayo telepon mama. Setelah itu kita ke rumah bunda." Antusias Nanda.

"Ini sudah jam nol tiga tiga lima. Jangan gila." Binar memegang sisi wajah Nanda lalu mengarahkan kepala pria itu pada jam dinding. Menunjukkan bahwa ini sudah terlalu malam dan masih terlalu pagi untuk berkeliaran di luar.

"Oke setelah subuh saja." Nanda menganggukkan kepalanya. Sesaat kemudian pria itu kembali heboh mengguncang tubuh Athaya yang sedang ketiduran. "Sayang, bangun! Kamu akan punya adek. Yeayyy!"

Plak!

Satu tamparan keras menyapa punggung Nanda. Pria itu berbalik arah dan langsung berhadapan dengan wajah Binar yang sedang memasang raut wajah kesal. Tangan perempuan itu masih terangkat tinggi-tinggi sebelum bergerak cepat dan hinggap di pipi kanan Nanda.

Become Magister Or Become MotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang