"Dek, bangun!" Nanda mengguncang tubuh Binar yang masih terlelap.
"Bentar lagi."
"Kita udah sampai di Venice ini." Nanda menegakkan kepala Binar agar perempuan itu tidak tidur lagi. "Bangun!"
Binar membuka matanya. Sialan, kursi pesawat ini lebih nyaman daripada kasurnya. Ya iyalah, semua jelas sudah pasti berkualitas premium. Binar berhutang banyak terimakasih kepada sepasang suami istri yang merupakan teman Nanda, tanpa mereka mungkin dia tidak akan pernah merasakan nyamannya kabin first-class.
Setelah merasakan pegal-pegal di kabin kelas ekonomi saat dari Bandung ke Jakarta tadi akhirnya dia bisa merasakan betapa mewahnya fasilitas dan pelayanan di kabin first-class. Kalau tidak nyaman pun Binar pasti akan mengamuk, puluhan juta melayang hanya untuk perjalanan tak sampai 20 jam itu. Harusnya dengan harga segitu sih dia bisa menyulap kamarnya menjadi seperti hotel bintang lima. Binar jadi ingin menangis saat mengingatnya. Tapi toh itu semua Nanda yang bayar. Tapi tetap sayang juga kan.
"Ayo turun. Kamu dari tadi udah dibangunin pramugari. Jangan bikin malu." Nanda menarik tangan Binar.
"Kenapa Abang gak bangunin aku dari tadi? Kan malu kalau pramugarinya ngira aku tidur kek orang mati." Binar mengomel dengan mata terpejam.
"Sengaja biar pramugarinya mendekat. Cantik soalnya."
Mata Binar langsung terbuka lebar. Menatap Nanda tajam. "Tanyain pramugarinya masih single atau nggak?"
"Buat apa?" Nanda mengangkat alisnya.
"Ya kalau masih single Abang ajak pendekatan. Gitu,"
"Berdiri!" Nanda menegakkan tubuh Binar. "Suka-suka dia aja nyuruh suami pendekatan sama perempuan lain. Nanti betulan di duain nangis."
"Ditigain, diempatin bahkan diseratusin, diseribuin, disejutain juga boleh." Binar kembali duduk.
"Diciumin, dilumatin, dirabain, diremasin, dijilatin, diemutin, ditidurin, dimasukin, dienakin, dihamilin boleh?"
"Ogah!" Binar bergidik mendengar bisikan Nanda di telinganya. Kata-kata pria itu terdengar aneh dan vulgar hingga membuat bulu kuduknya merinding.
"Kalau begitu, berdiri!"
"Iya iya." Binar bangkit dengan malas-malasan. Perempuan itu masih ingin berada di pesawat. Rugi sekali rasanya meninggalkan tempat itu. Puluhan juta lho, masak dia harus meninggalkannya dalam waktu sesingkat ini. Satu-satunya hal yang tertinggal dan bisa dibawa ikut serta adalah puluhan foto dan video yang di abadikan tadi. Setidaknya dia akan punya kenang-kenangan berada di first-class dan tentunya tidak akan lupa dipamerkan di media sosial miliknya.
"Apa lagi? Ada yang ketinggalan?" Tanya Nanda saat melihat Binar yang kembali melirik ke belakang.
"Bentar." Binar membuka kamera ponselnya lalu mengabadikan kabin kosong itu. Itu akan menjadi story hari ini dengan caption 'thank for a good sleep😇'.
"Bagus sekali kata-katanya ya." Komentar Nanda sambil melirik ke arah ponsel Binar.
"Paan sih." Binar menjauhkan ponselnya dari Nanda. Perempuan itu mungkin akan mencari caption lain nanti. Lagipula dia mungkin akan memilih foto terbaik untuk di upload nanti. Foto yang jelas menunjukkan bahwa dirinya sedang di kabin first-class namun tanpa perlu menyiratkan bahwa dia ingin pamer atau kelihatan alay karena baru pertama kali walaupun memang begitu fakta yang sebenarnya.
Binar masih sibuk mengotak-atik ponselnya untuk mencari foto yang pantas saat ponsel di tangannya ditarik oleh Nanda.
"Jangan main hp terus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Become Magister Or Become Mother
Ngẫu nhiên⚠️Kalau berkenan kalian bisa baca Broken Touch dulu ya guys biar lebih nyambung. Kecewa karena tidak lulus tes fisik saat mendaftar sebagai CPNS kejaksaan membuat Binar nekat pulang ke rumah orangtuanya. Empat tahun lebih menghindari masa lalu buruk...