Part 25

11.9K 1.1K 201
                                    

Binar mendorong pintu kamar mandi lalu melangkah mendekati tempat tidur setelah mengambil lotionnya lalu memakai lotoin itu pada badannya. Binar berdecak saat suara Nanda terdengar di depan pintu. Perempuan itu mengencangkan tali bathrobenya saat mendengar suara pintu kamar terbuka. Binar melempar pandangannya ke arah pintu, matanya langsung bertubrukan dengan mata Nanda yang juga menatap ke arahnya.

"Belum siap?"

"Belum." Binar duduk di atas kasur lalu mulai memakai lotion di kakinya.

"Jangan lama-lama!" Nanda menaruh segepok amplop dan sejumlah uang seratus ribuan di samping Binar.

"Buat aku?" Binar mengernyit. Sama sekali tidak mengerti mengapa Nanda meletakkan uang di samping dirinya. Binar sama sekali tidak mengingat kalau dia pernah meminta uang pada Nanda, entah apa alasan pria itu memberinya uang.

"Bukan. Itu buat anak panti. Masukin ke amplop. 1 amplop taruh 2 lembar." Nanda membuka bajunya lalu meraih handuk. "Kalau bisa cepat dikit, ya! Kita buru-buru."

"Dikit amat." Celutuk Binar.

"Apanya?" Nanda menghentikan langkahnya yang tadi di arahkan ke kamar mandi. Pria itu kembali mendekati Binar.

"Ini santunannya. Abang kan kaya. Minimal per amplop satu jutalah." Binar yakin Nanda pasti cukup mampu memberikan uang segitu bahkan lebih jika melihat usaha pria itu di mana-mana. Lagipula jumlah anak yang akan disantuni tidak sampai 300 orang.

"Bukan urusan kamu yang penting Abang ikhlas."

"Pelit. Mending Abang kasih seribu aja biar lebih ikhlas. Dasar pelit. Orang kaya pelit antrian ke surganya paling di belakang. Kalau antrian ke neraka baru paling depan."

"Apaan sih? Ga jelas amat."

"Abang pelit!" Tekan Binar. Sebenarnya Binar punya dendam lain dengan kepelitan pria itu. Kemarin dia meminta uang pada Nanda untuk membeli beberapa produk skincare namun ditolak mentah-mentah oleh Nanda karena Binar masih memiliki banyak skincare. Nanda bahkan tidak mau meminjami seribu rupiah pun untuk dirinya walaupun Binar sudah memohon-mohon dan mengatakan akan menggantinya setelah lebaran. Naasnya pria itu masih ngotot menyuruhnya memakai skincare yang sudah ada. Rugi saja dia punya suami kaya kalau buat upgrade skincare yang lebih mahal aja susahnya minta ampun.

"Itu bukan pelit. Lagian duit satu juta mau dikemanain sama anak-anak kecil itu."

"Pelit." Ledek Binar lagi.

"Yang dikasih sama anak-anak itu untuk jajan mereka aja. Untuk pantinya abang kasih lebih banyak kok. Jangan sok tahu kamu."

"Abang riya', suka pamerin sedekah."z

"Udah ah, capek ngomong sama kamu." Nanda menyugar rambut kebelakang.

"Iya."

"Athaya mana?" Nanda membuka semua kancing bajunya lalu menanggalkan baju dinas itu dari tubuhnya.

"Tadi sama mama."

"Eum. Kamu siap-siap yang cepat. Nanti kamu siapin Athaya juga."

"Eum." Binar memasukkan tangannya ke dalam bathrobe untuk memakaikan lotion di tubuhnya. Sebenarnya Binar sedikit kesal, dia kesusahan memakai lotion ke seluruh tubuhnya jika Nanda ada bersamanya seperti ini. Binar sama sekali tidak memberikan kesempatan pada Nanda untuk melihat bagian tubuh yang selalu ditutupnya itu. Tapi imbasnya, Binar jadi tidak bisa meratakan pemakaian lotion ke seluruh tubuhnya. Kalau begini terus bisa-bisa tekstur dan warna kulitnya jadi tidak merata.

Setelah memakai lotion seadanya, Binar bangkit dari kasur lalu melangkah mendekati lemari pakaian. Perempuan itu membuka lemari lalu mengambil bajunya. Binar membawanya mendekati Nanda yang sedang memainkan ponselnya.

Become Magister Or Become MotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang