Part 4

21.7K 1.8K 173
                                    

Binar menuruni tangga sambil bernyanyi kecil. Lagu anak-anak. Dia sudah menghapalnya semalaman. Bukan tanpa sebab, Irna mengatakan kalau bocah itu sering bernyanyi riang. Binar akan mengajak Athaya bernyanyi bersama saat anak itu pulang sekolah. Dia sudah tidak sabar melakukannya. Hal itu terlihat dari langkahnya yang sangat bersemangat

"Mau kemana kamu pagi-pagi begini?" Tanya Irna yang kebetulan melihat Binar turun dari lantai atas. Ini masih jam 7 pagi dan putri sulungnya itu sudah tampil cantik dengan pakaian serba rapi. Tak ketinggalan polesan tipis make up di wajahnya.

"Ke rumah bang Nanda. Aku mau lihat Athaya.” Jawab Binar. Perempuan itu memutar tubuhnya di depan sang bunda. "Apa aku kelihatan cantik, Bunda?" Binar menanyakan penampilannya pada Irna.

”Iya. Kamu cantik.” Jawab Irna sambil menggelengkan kepala.

Sepulangnya Binar ke Bandung ada satu hal yang tidak pernah mereka sangka akan terjadi pada Binar. Ibu muda itu selalu menggebu-gebu jika menyangkut Athaya. Sejak pulang ke rumah kemarin sore Binar mulai tak henti-hentinya membicarakan tentang Athaya. Hal yang sama sekali tidak terlintas dipikiran kedua orang tuanya. Mereka pikir Binar akan mengamuk karena mereka merahasiakan Athaya dari dirinya. Bahkan mereka sudah was-was jika perempuan tersebut menyakiti anaknya saat kalap. Namun nyatanya Binar pulang dengan keadaan sangat ceria. Senyuman tersungging di wajahnya semalaman itu. Binar menyuruh semua orang di rumah itu untuk menceritakan apapun tentang Athaya yang tidak pernah diketahuinya. Segala tingkah tak terduga itu merupakan suatu hal yang sangat disyukuri oleh siapapun mengingat bagaimana Binar membenci anak itu ketika dia mengandungnya.

”Aku pergi dulu Bunda ya." Pamit Binar sambil mencium pipi bundanya.

Setelah mendapat anggukan dari bundanya Binar segera keluar rumah dengan langkah cepat. Di halaman depan dia bertemu dengan Suwardi yang sedang mengelap mobilnya yang baru dicuci. Perempuan itu segera menghampiri dan memberikan sebuah ciuman juga di pipi ayahnya tersebut. Binar langsung melangkah cepat bahkan sebelum ayahnya sempat mengatakan sesuatu.

Binar sedikit mengernyit ketika menemukan lampu teras di rumah suaminya itu masih menyala. "Mereka belum bangun kali ya?" Gumam Binar. Perempuan itu tetap melanjutkan langkah lalu berhenti di depan pintu depan yang masih terkunci. Binar mencoba menekan bel namun sama sekali tidak ada respon. Sepertinya anak dan suaminya itu memang belum bangun. Binar membuka ponselnya lalu mencoba menelepon Nanda. Pria itu baru mengangkatnya di panggilan ke-6.

Butuh beberapa menit bagi Binar menunggu suaminya itu membuka pintu. Nanda muncul di balik pintu dengan rambut acak-acakan dan muka bantal khas orang baru bangun tidur. Dugaan Binar tepat. Mereka pasti kesiangan. Pria itu sempat tertegun saat melihat Binar di depan pintu.

"Ada apa?" Tanya Nanda. Pria itu cukup heran ketika Binar sudah muncul di depan rumahnya pagi-pagi begini dengan penampilan rapi dan senyum lebar di wajahnya.

"Euh?" Tanya Binar balik. Suara Nanda yang terlalu rendah dan serak membuat Binar sulit menangkap apa yang dibicarakan oleh pria itu.

"Kenapa ke sini pagi-pagi?" Nanda memperjelas pertanyaannya.

"Aku mau liat Athaya." Jawab Binar.

"Athaya belum bangun."

”Eh kok belum bangun? Dia gak pergi sekolah?"

"Jam berapa sekarang?" Nanda membuka matanya lebar. Kantuknya langsung hilang saat Binar menunjukkan layar ponsel padanya.

Binar hanya mengernyit saat Nanda dengan langkah tergesa masuk kembali ke dalam. Perempuan itu ikutan masuk dan duduk di sofa ruang tamu. Sementara Nanda sudah hilang entah kemana.

"Dek, kamu bangunin athaya, ya! Ini udah telat." Nanda muncul dari arah dapur. Pria itu berteriak sambil mengaduk susu di tangannya.

"Iya." Jawab Binar sebelum melangkah cepat naik ke atas menuju kamar Nanda.

Become Magister Or Become MotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang