Follow sebelum baca!!
°
°
°
"Astaghfirullah, lo ngapain di sini, Ar!" teriak Anara menarik paksa selimut yang dipakai semalaman olah nya dan juga laki-laki itu.
Kakinya perlahan mundur ketakutan dengan apa yang sudah diperbuat oleh laki-laki terse...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pukul 00.25 wib, gadis cantik serta rambut dibiarkan terurai masih asyik berperang dengan isi kepalanya sendiri. Pertengkaran hebat antara dirinya dan sang suami membuat rasa kantuk enggan untuk datang.
Balkon kamar. Bokongnya terduduk sempurna di atas kursi. Sorot mata kosong menatap langit malam. Pemandangan gelap gulita karena baru saja hujan berhenti turun, tidak ada bintang ataupun cahaya bulan.
Semilir angin membuat gadis itu betah diam di sana. Sedikit beban hilang bersama hembusan angin malam. Namun, bayang-bayang tentang pertengkaran tadi melintas. Satu kata yang terus melekat di otaknya 'Cemburu'.
Cinta? Apa mungkin perasaan itu membuat Arkan, suaminya cemburu? Tunggu, secepat itu perasaan dia hadir? Dalam waktu lima bulan rasa cinta Arkan tumbuh? Apa rasa sayang Arkan sudah ada juga? Pertanyaan-pertanyaan mulai muncul, tetapi tidak ada jawaban dia dapatkan.
"Gak mungkin Arkan cinta dan sayang sama gue." Anara menepis semua pikiran dan perasaan tertuju pada Arkan. Dinding pertahanan dia harus kokoh tak ada satupun yang bisa meruntuhkannya lagi.
"Pernikahan ini ada karena keterpaksaan. Sampai kapan pun bakal kaya gini."
"Gue gak boleh goyah apa pun perkataan Arkan." Anara memantapkan hatinya kembali. Apa pun keadaannya dia dan Arkan tetap seperti dulu, bersahabat status saja yang berbeda.
"Mau dia cemburu atau apapun itu gue gak boleh perduli. Karena seharusnya dia gak cemburu." Semakin perasaan itu di singkirkan justru sesak di rasa. Perkataan suaminya berlomba-lomba mengelilingi seluruh kepala.
"Gk ada yang lucu, Anara. Kenapa lo ketawa?!" Arkan membalas tatapan istrinya tanpa ekspresi.
"Lo lucu larang-larang gue deket sama cowok. Seorang Arkan ketua geng motor ngamuk karena hal sepele." Anara mendudukkan bokong di tepi ranjang samping suaminya. Sedikitpun perasaan bersalah itu tidak Anara rasakan.
"Gue suami lo, Ra. Gue berhak larang apa pun itu tentang lo. Gue berhak atas diri lo. Gue berhak atur lo. Gue berhak larang lo buat deket sama cowok atau pun Derent." Arkan berkata dingin menatap kosong ke depan. Menekan setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya.
"Lo lupa surat perjanjian itu, Ara?" Anara menoleh sekilas, lalu menatap sama ke arah pandang Arkan.
"Gue cemburu!" teriakkan Arkan menggema di seluruh kamar.
Anara terperanjat mendengar itu. Tubuhnya membeku sambil berperang hebat dengan isi kepala atas teriakan tadi. Terpaksa menikah, kalimat itu menepis semua kemungkinan Arkan cemburu. Lantas mengapa ada kata cemburu di antara mereka? Harusnya tidak ada yang tersakiti di sini, karena perjodohan tanpa cinta.
"Salah ya gue cemburu?" Arkan bertanya lirih melirik tajam Anara tengah sibuk dengan pikirannya.
"Salah gue cemburu?" Arkan meninggikan sedikit suaranya.