Follow sebelum baca!!
°
°
°
"Astaghfirullah, lo ngapain di sini, Ar!" teriak Anara menarik paksa selimut yang dipakai semalaman olah nya dan juga laki-laki itu.
Kakinya perlahan mundur ketakutan dengan apa yang sudah diperbuat oleh laki-laki terse...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Play music 'Hati Terlatih' by Marsha Zulkarnain 🎶🎧
Di sebuah taman, seorang lelaki tengah duduk seperti menunggu seseorang. Pakaiannya masih dengan seragam sekolah dan jangan lupa tas tersangkut dipundaknya.
"Semoga ini keputusan yang tepat," gumamnya kecil melirik ke kanan dan kiri mengedarkan pandangannya mencari sosok yang di tunggu.
45 menit, sosok itu belum juga datang. Lelaki tersebut mulai lelah menunggu. Dia bangkit dari duduknya berniat untuk pergi saja, karena berpikir yang ditunggu tidak akan muncul.
"Bodoh lo nunggu orang yang udah bersuami." Seulas senyum hambar terpatri dibibirnya. Lelaki itu benar-benar pergi meninggalkan taman.
Langkah gontai lelaki itu berjalan menuju motornya. Wajahnya datar, tatapan kosong, dan jangan lupa mata yang sendu. Berjalan seperti mayat hidup menghiraukan bisikan orang-orang di sana. Hingga sebuah tangan mencekal lengannya membuat dia menoleh kebelakang.
"Derent," panggilnya tersenyum tipis kala melihat orang itu menatapnya juga.
"Maaf aku telat. Tadi ada urusan," lanjutnya.
Lelaki yang menunggu cukup lama adalah Derent. Dia ingin menemui gadisnya untuk terakhir kali. Setelah permintaan Arkan beberapa Minggu lalu, dia memutuskan untuk mundur saja, karena sekuat apapun dia berjuang akan kalah dengan Arkan yang statusnya jelas secara agama dan hukum.
~~~
Di sini, taman Matahari. Derent dan Anara terduduk disebuah bangku panjang. Keduanya hening, hanyut dalam pikiran masing-masing. Entah kenapa Derent serasa kelu untuk membuka suara.
Bibirnya seakan menolak untuk di buka. Otaknya tiba-tiba buntu, padahal sebelumnya dia sudah menyiapkan hal apa yang akan di bicarakan. Namun, semuanya lenyap seketika.
'Setelah ini harapan hidup gue lenyap sudah' Derent melirik Anara sambil tersenyum tipis, sangat tipis.
Cukup lama hening, Anara memulai pembicaraan mereka. Dia hanya diberi waktu sebentar oleh suaminya, itu pun harus memaksa terlebih dahulu.
"Derent, kamu mau ngomong apa sama aku? Katanya penting, tapi kenapa kamu diem aja." Anara memandang wajah datarnya yang menatap lurus ke depan. Baru Anara sadari, tatapan itu sangat kosong.
"Kamu ada masalah apa?" tanyanya lagi memiringkan kepalanya untuk menatap seluruh wajahnya. Dia tau betul ekspresi Derent menyiratkan bahwa dia mempunyai masalah.
"Gak ada, Ra," jawabnya berbohong, padahal masalahnya adalah dia.
"Jadi, ada apa kamu suruh aku ke sini?" Anara masih setia menatapnya.
Derent memantapkan hatinya. Dia tidak bisa diam saja seperti ini. Tarikan napas kasar dia ambil dan menghembuskan dengan gusar. Duduknya dimiringkan agar bisa menatap Anara.