Kaget ya Kamu?

206 52 5
                                    

Iya, mungkin ini penyakit. Aku tahan banting dengan semua nestapa hidup. Di hina, di caci, di telantarkan, di tampar aku pernah. Sakitnya tidak main-main, entah kenapa rasanya malah lebih sakit kalau orang yang kusayangi di sakiti. Kemampuanku untuk menahan emosi hilang jika orang yang punya arti di hidupku menerima kesakitan seseorang.

Yang aku lakukan pada suami Mba Marini bisa di bilang sepele. Kerusakan pada motornya bisa di perbaiki di bengkel kecil pinggir jalan. Kalau tidak ingat motor itu di cicil Mbak Marini, sudah aku bakar di tempat. Yang awalnya laki-laki berengsek akan tetap berengsek. Aku tidak main-main mengancamnya di begal jika dia menyakiti seujung kuku saja Mbakku, berpisah akan lebih baik. Tentu suaminya yang harus pergi karena rumah adalah peninggalan Mbah Ndut.

Kalau alasannya nyeleweng karena Mbak tidak secantik dulu, harusnya dia yang introspeksi.

Semasa sekolah, Adam pernah kena salah pukul saat tawuran. Dia luka bocor dan harus di jahit. Diam-diam aku mencari pelaku dan melakukan hal yang sama seperti yang dia lakukan pada Adam. Sekar pernah mendapat perundungan di sekolah, sempat ingin berhenti sekolah bahkan. Aku mendesaknya agar bicara jujur. Besoknya aku membuat poster besar ala kampanye calon pejabat dan memajangnya di depan sekolah bertuliskan bulian yang lebih tajam untuk pelaku yang merundung Sekar. Orang tuanya mencariku dan menamparku. Tidak ada rasa sakit, malah aku merasa puas. Cerita lain, studio yang di sewa Indra pernah di putus kontraknya secara sepihak oleh pemilik gedung. Untuk menyelesaikannya, aku membawa separuh anak motor dan membuat keributan di rumah si pemilik. Hingga polisi turun tangan dan aku menceritakan masalahnya. Polisi menyalahkan si pemilik gedung dan menyarankan kami berdamai.

Aku boleh sakit,tapi tidak orang yang aku sayangi.

Tentang Tania, dari apa yang dia tuduhkan artinya dia membuntutiku. Aku kira kami sudah selesai. Kenapa aku sangat menarik untuknya?

Sifat masa bodoh aku punya dan kuterapkan pada pemikiran orang kantor yang mendengar Tania mengataiku. Tetapi bagaimana dengan Kamal? Sepanjang hari di kantor kami tidak bertemu. Batasan yang kuterapkan rasanya menyiksa. Di sisa hari itu kami tidak saling terhubung baik pesan singkat atau telepon. Aku tidak menghubunginya karena rasa takut yang beralasan, juga rasa bersalah dan malu. Sedikit yang membuat tenang adalah hubungan kami yang belum tersebar. Tetapi tidak mungkin dia tidak tahu keributan yang terjadi tadi.

Salim, Lesni, dan Susan mengomporiku untuk membuat rencana balasan. Diiyakan saja agar mereka tenang. Mereka rusuh dan lebih marah. Harus kuingatkan lagi; jangan "mengotori" tempat yang memberi kita makan. Dalam arti aku tidak akan memperpanjang masalah di lingkungan kerja, kalau bertemu di luar beda cerita.

Sekacau apa pemikiran orang kantor dan Kamal tersingkir sejenak pada tenggat waktu mural hotel. Adam tidak memaksa untuk datang setelah kantor bubar. Sayangnya makan gaji buta bukan Datu sekali.

Tiba di hotel, sketsa yang sudah di print  dan di letakkan di atas meja kosong di tengah ruangan kuteliti lagi lebih cermat. Mencocokkannya dengan hasil yang sudah Adam kerjakan, kemudian segera melakukan bagianku. Adam baru kembali dengan satu kantong makanan dan minuman ringan.

"Gesit amat, santai aja kali, nanti salah lagi."

Dia perhatikan juga ternyata. Barangkali takut revisi berujung lembur. Selain menyalurkan bakat seni, mural juga seperti terapi. Gambar yang beragam dan tidak tentu, namun harus tetap teratur. Setiap karakter memiliki porsi sendiri dan harus di dukung dengan warna yang tepat agar tidak lebih mencolok atau sampai tidak terlihat dari gambar yang lain. Saat dilihat dari kejauhan harus tampak memikat, dan ketika di lihat dari dekat harus membuat penasaran oleh detil teraplikasi.

"Percaya deh ga bakal, gue lagi banyak energi buat disalurkan ini." Jawabku dengan tangan yang terus menggerakkan kuas.

"Malam ini anak-anak nginep supaya bisa kelar besok, paling lambat lusa."

"Emang bisa?"

Perkiraanku sama persis, kalau malam ini lembur kami bisa selesai besok. Efek kejadian seharian ini, aku malah ingin project ini di ulur lebih lama.

"Lah! Siapa kemarin yang pengin cepat-cepat kelar biar bisa pacaran?"

Aku nyengir kuda. "Santai aja deh buat yang sekarang."

"Kenape lu? Ada masalah?"

"Enggak. Cuma mikir aja, kita udah di bayar mahal. Kepuasan klien di atas segalanya."

"Halllah!" Nada Adam jelas tidak percaya.

Aku mengambil waktu meregangkan jari-jari, mengambil dua bungkus kudapan kentang, menyampurnya jadi satu, dan di kocok.

"Gimana ceritanya lu dulu ketemu klien yang ini?" Ingatanku kembali pada jawaban Kamal kemarin, "ada hubungannya sama Kamal?"

"Kenapa malah bawa-bawa Kamal? Yang punya hotel ini dokter yang rumah sakitnya kita mural dulu, yang rumah sakit anak-anak, ingat ga?"

Aku mengangguk.

"Kata beliau sih ini investasi, patungan sama teman-temannya, dokter ini modalnya yang paling banyak. Gila ya, orang lain patungan bikin hotel, lah, kita patungan beli jasjus."

Aku tahu dokter yang Adam maksud, pastinya orang yang sama dengan yang Kamal ceritakan. Sebatas tahu. Kami belum pernah bertatap muka, apalagi bicara. Adam pernah bertemu sekali untuk mendengarkan gambar apa saja yang si dokter inginkan, sisanya beliau mengirim asisten untuk melihat setiap hasil kerja kami.

"Kamal kenal sama dokternya, bahkan dia yang membantu perizinan hotel ini."

Tanpa tersedak sedikit pun Adam meneguk lagi minumannya, "lu nggak kaget?"

"Gue udah curiga, sih, sejak dia udah tahu duluan kita dimana. Terus masalah pelaku bom yang dia atasi dalam semalam, dia bisa lho masuk sel dan hajar pelaku itu beberapa kali tonjok, terus juga orang-orang yang dia tempatkan di sekitaran kontrakan lu, cctv yang dipasang di titik tertentu... lu tahu itu juga?"

Tiba-tiba aku merasa goblok mendadak karena harus menjawab Adam dengan gelengan.

"Itu alasan gue setuju lu sama Kamal, dia tahu cara melindungi lu."

Tapi dia sebenarnya siapa? Kamal bisa sehebat itu?

"Kami ga pernah bahas masalah itu."

"Ga penting juga kalian bahas begituan, yang penting dia hafal cara kerja dunia dan cara ngatasinnya," Adam memberi jeda, "kayaknya yang lebih dia pikirin gimana ngatasi keraguan lu sama dia yang segede gunung itu."

Jadi itu alasan memar di buku jarinya. Dia yang menghilang seharian saat aku dirawat tempo hari karena gas beracun, dia yang...

"Dia beneran suka sama lu dan gue tenang lu berada di tangan yang tepat."

"Apa gue orang yang tepat juga buat dia?"

"Dia tahu lu dan dia tetap bertahan, tinggal lu nya aja mau diperjuangkan ato nggak.







Jiaaaaaaaaah yang dpt cowok act of service. Datu melayang kayaknya nih.

Sebenarnya ga mau up sekarang karena masih pengin lanjutin,but aku takut wifi error lgi atau wp yang kdng2 juga error karena tulisanku bisa terhapus sendiri.

Segini dulu gpp yah. Diusahakan up lg dlm wktu dekat. Oh iya, ada rencana aku spill cerita berikutnya di instagram. Soon Inshaa Allah. Yg follow ig ku ga ketinggalan dong.

Selamat hari Kamis, see u soon  guys.

Regards, Lia Amin

HETEROCHROMIA (Koplonya Hidup)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang