Goyah

159 36 3
                                    

"Tujuan kamu dekati anak saya apa? Apa yang bisa kamu kasih ke dia? Kamu sudah berani ambil tanggung jawab berarti kamu sudah harus sangat siap." Kata Abah saat itu. Bertepatan dengan rasa cemas Datu yang naik levelnya. Arah pembicaraan ini sudah tidak karuan di pikiran Datu.

"Saya sangat siap pak, sangat siap untuk menghalalkan Datu, bahkan minggu ini pun saya siap. Datu mau mahar apa... berapa saya siap. Saya sudah malas mikirin tempat buat zina juga, berat dosanya."

Pas. Reaksi Umi, mulut nganga besar karena kaget dengan jawaban Kamal. Jaka geleng-geleng di sebelah Datu. Sekar tiba-tiba keluar dari kamar.

"Lu udah pernah diapain aja, Kak?" Tanya Jaka tengil. "Udah di cicil?"

Datu memelototi Jaka ganas, matanya hampir keluar. Dia mengambil buku teka-taki silang milik Abah dan menggebuk Kamal karena kesal dengan jawabannya.
Semua gender pria di ruangan itu tidzk ada yang benar menurut Datu.

"Nggak ada yang ngomongin mahar ya... ga ada yang ngomongin zina juga..."

"Aw... aww!" Raeksi Kamal sok kesakitan akan sakit yang tidak seberapa.

Kamal coba ngeles walau mustahil.

"Aku lagi setres mikirin keluarga yang tiba-tiba muncul, malah kamu tambahin masalah kayak begini." Tambah Datu lagi dan belum puas menghajar Kamal. "Huuuh!" Berhenti dan capai sendiri.

"K-k-keluarga? Maksud kamu siapa, Nak?" Tanya Umi.

Seketika Datu kaku, bergerak pelan memutar kepala melihat satu per satu wajah orang-orang sekelilingnya. Wajah Abah yang tadinya sangat santai menghadapi Kamal berubah drastis menjadi tegang dan serius.

"K-keluarga yang mana?" Tanya Umi lagi.

Badan Datu lemas seluruhnya dan itu menjadi perhatian Kamal. Adam yang tadi melipir ke dapur untuk numpang makan di rumah Umi yang sekaligus menjadi tersangka akan kehadiran Kamal di sana ikut muncul.

"K-k..." suara Datu tidak sanggup keluar. Memberitahu Umi dan Abah memang sudah dia rencanakan hari itu, rangkaian kata juga sudah disiapkan di kepala. Tapi terdistraksi akan rencana pernikahan Sekar, cerita Jaka, dan Kamal.

Kamal selalu datang saat hidupnya ribet. Coba saja renungkan sedari awal.

"Begini Pak, Bu..."

Seketika semua perhatian terpasang pada Kamal. Datu hampir tidak diikutsertakan lagi dalam obrolan itu meski dia topik utamanya.

Umi dan Abah memasang wajah cermat begitu masalah yang dihadapi Datu terbuka oleh Kamal. Kamal memberi penjelasan detil bahkan bentuk urusan Datu nanti dengan keluarganya melalui pengacara Felix. Sesekali Datu ingin menimpali, tapi yang terjadi Abah menjegalnya dengan kode tangan agar tidak bicara. Saat itu suara Kamal yang paling enak pokoknya.

Dari cara Kamal menjelaskan, jelas sekali pria ini punya latar pendidikan sangat baik. Urut dan terperinci, mudah dipahami. Kalau Datu yang bicara pasti tidak jelas ujung pangkalnya. Tapi dari banyaknya kosakata yang Kamal pakai, bisa-bisanya di awal pertemuan mereka dulu beberapa orang dari pihak Kamal bertanya padanya tentang kevalidan komunikasinya.

"Tapi nanti kalau ada apa-apa, sampean bisa kan membantu anak saya, melindungi Datu, nemenin dia hadapi keluarganya... gimana kalau ada yang tidak suka terus maki-maki dia? Sampean bisa di andalin toh kalau itu terjadi?"

Jelas sekali nada khawatir dari suara Umi. Apa pun jalurnya, orang tua tetap orang tua. Dan sedari awal, Abah dan Umi adalah orangtua yang Datu anggap.

"Nyonya...."
"Hesssshhh panggil Umi... Umi... panggil Umi aja."
"Nyony... maksud saya Umi... tentang masalah ini tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Semua keputusan ada di tangan Datu. Ada beberapa hak yang akan Datu terima sebagai warisan dari almarhum Bapaknya, tapi bagaimana nanti... apakah hak itu mau Datu manfaatkan, mau dia amalkan terserah dia. Tentang pertemuan keluarga, dari informasi Om Felix ada saudara perempuan dari Ayah Datu yang ingin bertemu. Kapan waktunya, beliau bersedia menunggu waktu yang Datu tetapkan."

***

Tadi masih baik-baik saja. Semua masih bisa Datu kendalikan saat masih di rumah Umi. Sekarang mereka sudah di dalam kendaraan. Bisa dibilang Kamal keluar dengan kemenangan penuh. Mereka berjalan kaki menuju lokasi mobil Kamal di parkir Adam. Iya, untuk ke rumah Umi memang harus melewati gang kecil. Roda empat tidak mungkin masuk. Harus keluar 50 meter untuk bertemu jalan besar yang trotoarnya bosa untuk numpang parkir.

Sepanjang 50 meter itu Datu masih stabil. Hatinya penuh syukur Kamal berhasil. Saking senangnya, Datu tidak peduli tatapan-tatapan julid tetangga Umi yang sejak awal tidak suka padanya. Kalau hatinya sedang biasa-biasa saja, Datu pasti akan menyapa mereka, pamer pencapaiannya, dan menabur topik ghibah. Penuh bumbu kenikmatan dosa.

Dan di dalam mobil Kamal ini, sekarang, keadaan berbalik. Emosi Datu serasa di obrak-abrik. Mobil sudah melaju, sayangnya Datu tidak juga stabil. Napasnya sesak, matanya panas, pikirannya kalut.

Keluarga. Warisan. Kamal. Penikahan.

Apa ini?

Datu semakin tidak terkendali hingga Kamal memutuskan menepi karena melihat perubahan drastis wanitanya. Sabuk pengaman di buka sangat cepat.

Tiba-tiba sesenggukan, suara tangis Datu belum bisa keluar. Napasnya masih pendek dengan mata yang semakin merah. Padahal Kamal sudah membuka jendela. Tidak mungkin Datu mabuk secepat ini pikirnya.

Hingga Kamal meraup wajah Datu dan mata mereka bertemu.

"Ga apa-apa, ga apa-apa, keluarin aja!" Kamal berusaha tidak panik, mendekap Datu dalam pelukannya.

"Ssttt, ga apa-apa!" Elusnya lembut di pundak Datu. Hingga suara tangis Datu akhirnya keluar dan membuat Kamal lega. Beban itu membuncah liar keluar dari sarang. Kamal menutup jendela hingga Datu leluasa menangis berteriak dan hanya dia saksinya.

***

"Gimana Pak Felix?"

"Belum ada kabar, Bu?"

"Lho. Ini sudah berapa hari?"

"Iya, Bu. Saya tahu. Tapi menurut kekasih Non Datu, sebaiknya kita jangan buru-buru atau mendesak Nona Datu secara berlebihan. Dia butuh waktu."

"Tapi saya juga sangat ingin ketemu, lho. Saya kan tantenya, masa dia ga mau temui ceapat-cepat. Masalahnya apa? Mungkin Pak Felix yang nggak jelasin ke Datu."

"Memang kalau masalah pertemuan bzru saya bahas hanya dengan kekasih Non Datu. Saya minta pendapat beliau dulu. Begini Bu... banyak sekali hal yang Nona Datu alami akhir-akhir ini, kita juga belum bicara lebih jauh lagi. Apalagi tentang masa-masa dulu yang Nona Datu alami, apa memungkinkan kalau dia bertemu dengan keluarga yang dulu tidak menganggapnya, apa mungkin tidak ada dendam, kita belum tahu. Jadi sebaiknya pelan-palan saja, kita dekati Nona Datu melalui kekasihnya.

"Memangnya siapa kekasih keponakan saya?"

....

"Tuan Kamal, anda pasti tahu."

HETEROCHROMIA (Koplonya Hidup)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang