Controled by Kamal

216 48 10
                                    

Dulu saat berada di situasi seperti ini---hari pertama sampai ketiga period alias haid---paling aman rasanya jika Adam ada di sampingnya. Sekarang sebenarnya masih sama. Rasanya lebih leluasa kalau sama Adam. Dalam arti Datu bisa seenak hati menyuruh Adam ini itu; minta dipijit, buang kentut tanpa ragu, atau meneriakinya saat kram perut sedang hebat-hebatnya. Adam adalah orang pertama yang tahu dia datang bulan untuk pertama kali.

Kala itu Datu sekitaran kelas satu SMP. Dia berteriak di kamar mandi sekolah ketika hendak buang air kecil karena menemukan bercak merah di celana. Seseorang mendengarnya dari luar, entah siapa, kemudian Datu meminta tolong untuk dipanggilkan Adam. Ada Adam, semua masalah beres.

Sekarang ada Mas Pacar yang katanya bersedia direpotkan. Mungkin bisa, tapi tetap saja Datu sungkan. Ya kali dia ngereog di depan Kamal karena nyeri dan badmood. Pokoknya sama sahabat itu lebih lebih.

Kamal tentu juga berhak diberi kesempatan. Dia sudah melakukan tugas dengan baik. Menggendong Datu dari mobil hingga ke depan kamar mandi. Demi Tuhan, di bagian ini saja Datu sudah malu sekali melihat sekilas noda darah di jok mobil saat Kamal menggendongnya tadi. Setiap bergerak yang bawah rasanya terus keluar.

Kenapa di gendong?

Selama perjalanan dari kantor ke rumah Datu mual, mabuk, dan muntah meski mobil tanpa AC dan pewangi. Mau dia paksa jalan, kakinya lemas lengkap dengan wajah pucat.

Datu menunduk tanpa berani melihat Kamal begitu diturunkan di depan pintu, membuka pintu kamar mandi dengan tangan ke belakang. Tidak terbayang sudah selebar apa noda di bokong. Kalau Kamal sampai lihat... bubarkan saja hubungan mereka.

"Bisa minta tolong ambilkan baju ganti..." Kamal hendak berbalik melakukan apa yang Datu minta, tangan Datu menahannya. "Kunci di atas lemari pojok kanan, ambil baju dan celana yang paling atas saja lengkap dalaman atas bawah..." Kamal mengangguk. Wajah Datu merah terbakar sel malu yang pecah.

"Terus...itu...mmm pem..."

"Pembalut aku sedia di kamar mandi."

Kamal mengangguk lagi, berbalik menuju kamar Datu. Aroma alami daun pandan kering menyambutnya. Di kamar Datu yang kecil, hanya ada sebuah kasur berukuran 90×200 dan lemari kayu satu pintu yang cerminnya retak dilindungi lapisan isolasi bening.

Kamal meraba bagian atas sesuai arahan Datu dan menemukan kunci kecil. Begitu lemari di buka ada empat ruang dengan isi tidak terlalu banyak. Bagian paling atas berisi skincare dan make up yang hanya beberapa biji dan di sampingnya ada beberapa tumpukan map yang Kamal duga surat-surat penting. Ruang ke dua berisi baju-baju yang kebanyakan kaus, beberapa jaket dan kemeja. Ruang ke tiga terdapat dua barisan celana dan ruang terakhir ada seprei beserta urusan pakaian dalam.

Kamal mengambil semua yang di perlukan di bagian yang paling atas, segera menutup kembali lemari dan mengembalikan kunci ke tempat semula.

"Wah!" Desahnya.

Apa itu tadi? Dia memasuki bagian paling pribadi Datu. Ada debaran kecil menyerangnya sekejap mata. Padahal sama yang dulu juga pernah. Mungkin karena sudah lama hidup tanpa hubungan dengan lawan jenis, maka Kamal merasakan sedikit grogi saat berada dalam lingkup paling pribadi pasangannya. Tapi kenapa dengan Datu semuanya terasa berbeda?

***

"Efek stres kali, mundur haidnya jadi kecepetan." Komentar Susan yang sedang membuka bungkusan tahu krispi.

Atas inisiatif Bundski yang tidak melihat Datu seharian di kantor, dia menghubungi si sohib. Dan karena Datu tidak merespon segala panggilan dan pesan hingga membuatnya sangat khawatir, Bundski menghubungi Kamal. Akhirnya, kumpulan budak kantor itu berkumpul di rumah sempit Datu yang sekarang semakin terasa sempit karena Kamal mengambil seperempat dari ruang tamu untuk dijadikan area bekerja.

HETEROCHROMIA (Koplonya Hidup)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang