Trust Her

227 47 5
                                    

"Jadi kalau Tante, Bapak mmm..." Datu tidak ingat nama kakek Kamal yang tempo hari satu lift dengannya, "tidak setuju dengan hubungan kami, saya bersedia mengakhiri hubungan saya dengan Kamal."

Karena Datu tahu kisah Cinderella tidak terjadi di dunia nyata. Kalau pun ada, si kaya akan diasingkan keluarga besar sampai di coret dari kartu keluarga. Biasanya begitu.

Datu akan memasang kembali softlens, setelah membukanya tadi untuk menampakkan heterochromianya pada Tentis dan Kakek. Tapi yang terjadi tangan Tentis menahannya.

"Cantikan gini kok."

Dia tersenyum getir membalas ucapan Tentis. Jarang terjadi seseorang tidak takut melihat warna matanya yang berbeda antara kiri dan kanan. Bahkan mereka tetap merasa aneh walau Datu sudah menjelaskan. Kalau keluarga Kamal bisa menerima matanya, semoga langkah berikutnya tidak berat untuk mereka sebagai pasangan.

Maka dariitu bagi Datu restu itu penting. Dia tidak ingin menjalin sebuah hubungan dengan merusak hubungan yang lain. Dia memang menginginkan sebuah keluarga dengan syarat keluarga sebelumnya menerima dirinya, menerima masa lalu dan sejarah hidupnya.

Semua sudah dia ungkapkan tanpa ada yang ditutupi, ditambah, atau dikurangi. Jika keluar satu saja kalimat keberatan dari kakek Kamal yang tipe cucu menantunya adalah Gita Ruslan, Datu siap pergi. Lebih awal lebih bagus, sebelum hubungan ini terlalu kuat dengan dia memberikan semua hati.

Tanpa melepaskan tangan Datu, Tentis memberikan senyum lebar dengan mata haru berembun.

"Dimana pun ibu kamu berada sekarang, seandainya nanti Bunda ditakdirkan bertemu, Bunda akan berterima kasih karena beliau sudah melahirkan anak sekuat kamu."

Satu tangan Tentis menyentuh dagunya.

"Kalau Kamal sudah memilih kamu, kami pasti menerima. Mungkin kamu akan merasakan ragu bahkan tidak pantas di awal... itu hal yang wajar, akan terlewat tanpa terasa."

Satu titik kecil, bening lolos dari sudut mata Tentis.

"Dan Bunda juga sangat berharap kamu menerima Kamal dengan segala kekurangannya, dengan segala cerita suram yang pernah dia alami, apa bisa?"

Dibadingkan ceritanya, cerita Kamal tidak ada apa-apanya bagi Datu. Tentu saja dia mengangguk.

"Tapi Bapak..." Datu menoleh pada Kakek Kamal yang duduk di sofa ujung.

"Saya? Kenapa Akung?"

"Bukannya Bapak membuatkan Kamal janji kencan dengan Gita Ruslan?"

"Kok tahu?"

"Di lift waktu itu, saya di belakang Bapak."

Si Kakek memberi respon mulut mencebik. Tentis terdengar kaget.

"Akuuuung? Ngapain sih?" Seru Tentis dengan nada tinggi tak percaya.

"Eh, omong-omong Siro mana ya?"

***

Kamal: "Lu dimana?"

Siro: "Gue di..."

Kamal: "Anj... maksud lu apa bawa Datu ke rumah? Kurang ngerepotin apa gue di hidup lu dari jaman sekolah? Ini... sekarang gue kasih hidup lu tenang, malah ngerjain yang nggak gue minta."

Karena menurut Kamal membawa Datu ke hadapan orang tuanya adalah tugasnya. Bukan Siro.

Siro: "Tenang dulu Boss!"

Kamal: "Tenang lu bilang?! Kurang ngerepotin apa gue di hidup lu HAH? Apa perlu lu mau repot-repot kayak gini bawa Datu ke rumah, pasti Akung yang minta kan? Mana Datu sekarang? Kenapa dia ga angkat telepon gue dari tadi? Wah gila lu, lu mafia apa temen sih?"

HETEROCHROMIA (Koplonya Hidup)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang