I'm Taking Over Her

169 39 2
                                    

Begitu waktu jam makan siang, Siro memboyong semua pengisi kontennya ke sebuah restoran Jepang. Siro hanya mengatakan akan mentraktir, tidak ada yang bertanya dimana hingga mereka tiba di lokasi. Tidak ada juga yang menduga sebelumnya kalau mereka akan di bawa ke sana, terlebih Datu, rasa laparnya langsung berhamburan karena dia tidak bisa memakai sumpit. Selain dia, tentu saja yang lain antusias karena senang, apalagi Susan yang sudah menjadi pemuja oppa-oppa ganteng garis keras. Kebiasaan makan idolanya menggunakan dua capit berbentuk batang itu sudah pasti dikuasai.

Datu meringis pelan.

"Eonni, gwencana, nanti Uchan suapi." Bisik Susan sambil menggenggam tangannya.

Kecuali Siro dan Kamal, orang lama sudah tahu dia tidak pernah bisa menguasai sumpit.

"Kalo tempat makan sebagus ini tidak ada sendok, garpu, atau kobokannya, kuratakan saja dia." Lesni menimbrungi mereka.

Mereka masih berdiri menunggu Siro memesan meja khusus dengan ukuran lebih besar.

"Gue di kanan, Susan di kiri, udah, lo aman kok." Bundski ikut-ikutan.

"Sudah kubilang, kalo tidak ada sendoknya kusenggol juga yang punya tempat ini, keren kok tak modal sendok garpu, suruh tutup!" Lesni ngotot.

"Sebenarnya bukan cuma masalah sumpit, rasa masakan resto begini juga gue agak gimana gitu." Ungkap Datu. Dia mau blakblakan mengatakan tidak bisa, tapi takut Siro dengar dan tersinggung kemudian tidak enak dan membatalkan meja yang sudah susah-susah disiapkan.

"Kayaknya tempat yang ini makanannya sudah menyesuaikan lidah orang Indo, jadi ga bakal aneh-aneh banget." Kata Lord Ati bersamaan dengan Siro yang memberi mereka kode meja yang bisa mereka tempati.

Secara teratur mereka bergerak ke meja dimana Siro mengarahkan dan tanpa arahan siapa pun mereka membentuk formasi mengamankan Datu. Lesni juga tidak di abaikan, dia di samping Ati. Lesni sama dengan Datu, hanya saja Datu paling parah.

Mereka duduk di meja berbentuk 'U', meja yang tidak biasa di tempati setiap mereka mampir di restoran Jepang yang barangkali tiga atau empat tahun sekali. Maklum saja rata-rata dari mereka perut lokal dan merakyat, sambel warteg tetap nomor satu.

Seorang juru masak dengan seragam lengkap berwarna hitam variasi merah datang mengambil tempat di seberang mereka.

"Ya Tuhan, ganteng bangeeetttt!" Seru Susan kegenitan, lupa ada anak di rumah.

Mereka serempak membuat wajah malas. Si tukang masak malah merespon dengan memberikan finger heart pada Susan.

"Ommo... ommo... Jalapeno oppa!" Pekik Susan lagi. Semua berdecih dalam hati. Datu menampar halus pipi Susan. Susan tidak peduli, istiqomah cuek dan terus menggoda Jalapeno.

"Oppa single atau doble?"
"Single, Kak."
"Jinja?"
"Ne."
"Iiih kok pinter." Susan memuji balasan bahasa Korea Jalapeno. Dia melanjutkan, "Ini yang di samping saya namanya Datu Mayura, masih sendiri dan pekerja keras tapi dia nyari anak tunggal yatim piatu, kira-kira..."

"Wah, kebetulan nih saya anak rantau dan tidak punya orang tua."

Spontan Susan menggebrak meja dan berdiri mengangkat tangan dan bersorak. Semua terkejut tak terkecuali Jalapeno.

"Akhirnya! Akhirnya eounni gue.... akh... addoh!"

Datu menjambak rambut Susan dan menariknya duduk. Jalapeno cekatan menyiapkan semua bahan dan perlengkapan memasak sambil terus mengamati tamunya. Sesekali dia tersenyum menawan.

"Kak Datu, ih, periiiih."
"Duduk! Diem ga lu!"
"Mukanya jangan serem gitu ih, ini di depan calon jodoh, lho. Mau kan Mas Jala sama Mbakku ini?" Goda Susan tanpa henti.

Andai mencekik tidak bikin mati. Ingin sekali Datu lakukan pada Susan.

"Peserta yang lain gimana? Setuju ga kalau Datu mepet sama Jala?" Susan menjadi-jadi. Wajah Jalapeno memerah. Untungnya tidak ada yang menanggapi Susan.

"Mana ya tadi? Kok hilang?" Tanya Jalapeno.

"Apanya yang hilang, Jal?"

"Hati saya, tadi lompat waktu lihat Kak Datu."

Sorakan dan deheman terjadi di sambut 'cieeeeeee' heboh Susan.

"Aku sih iyes." Susan pede sendiri.

Di tengah keriuhan yang di buat Susan, seorang juru masak yang lain datang menghampiri mereka. Wanita, memakai seragam yang sama seperti Jalapeno, hanya berbeda topi. Dan juga tampak lebih senior dari Jalapeno.

Dia membisiki sesuatu yang membuat Jalapeno mengangguk dan meninggalkan meja yang di tempati Datu dan kawan-kawan.

"Yah, Jala oppa kok pergi?" Tanya Susan. Jalapeno hanya melihatnya sekilas dan mengangguk sopan.

"Maaf atas ketidaknyamanan tadi, kami ada pesanan home dining, jadi Chef Jalapeno harus melaksanakan tugas di rumah klien. Saya akan menggantikan." Sapa Chef baru. Wajahnya ramah dan penuh senyum, tangannya gesit dan memukau.

Rata-rata mereka hanya merespon dengan diam tak terlalu peduli.

"Chefnya punya nomor telepon Jala oppa, gak? Penting ini."

"Maaf, saya tidak bisa memberi informasi pribadi."

Chef itu fokus melakukan pekerjaan yang harusnya dilakukan Jalapeno dengan sama cekatannya.

"Tapi kan..."
"San, apaan sih?"
"Mianne eounni, tapi dia tipe Mba Datu banget."
"Udah, stop ya!"

Masalah umur, Susan tiga tahun lebih muda dari Datu. Datu yang sudah dianggap kakak oleh Susan selalu saja merasa bimbang karena Datu belum juga menemukan pasangan.

Wajah Susan masih kusut dan kecewa.

"Gue sudah memutuskan sendiri seumur hidup, jangan nyari-nyariin gue cowok lagi, apalagi yang di biro-biro kayak dulu. Ogah gue."

Dibandingkan Bundski yang menjadi teman paling dekat, Susan malah yang lebih rajin mencari-cari pasangan untuk Datu. Beberapa kali dia mencari lewat Tinder dan hasilnya Datu selalu melarikan diri.

Susan mendengus samar kemudian memeluk lengan Datu dan bersandar.

"Eounni, nikah itu enak lho, apalagi pas malam pertama, pas bulan madu, masa  ga penasaran gimana rasanya, apa jangan-jangan... aduh!"

Bundski menoyor kepala Susan.

"Bisa diem ga lu, berisik!"

***

Di tempat yang sama, waktu yang sama, tanpa satu pun ada yang tahu terjadi aksi berbalas pesan antara Kamal dan Siro.

"Ngapain lo, Oncom?"

"Apa?"

"Jangan pura-pura goblok lo."

"Maaf, ga ngerti."

"Maksud lo apa? Lo kan yang bikin Jalapeno di ganti?"

"So what?"

"Bro, lo tahu sendiri di sini masakan dia yang paling enak, gue udah susah-susah booking dia dari jauh hari dan nego sama Mas Yaris."

"Donker."

"Injing, bingsit."

"Dia terlalu show off."

"Lu yang geblek."

"Asal lo tahu, Datu gue ambil alih."

HETEROCHROMIA (Koplonya Hidup)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang