"Astaga, belum selesai ya?!" Suara Datu begitu keluar kamar dan menemukan Kamal di sana. Serak khas bangun tidur.
"Belum selesai apanya?"
Datu tidak menjawab. Dia merebahkan diri di ruang tengah yang kosong. Merentangkan tangang dan kaki. Matanya menerawang langit-langit, mengamati gerakan laba-laba kecil yang mengitari lampu. Barangkali ingin merajut sarang di rumahnya. Tangan dan kakinya kemudian bergerak naik turun, teratur.
"Rasa malu aku yang kemarin saja belum habis, ini kamu masih di sini aja nggak pulang-pulang. Udah terlanjur malu, aku gini-gini aja di depan kamu biar ilfil." Ungkap Datu terang-terangan.
Tangan dan kakinya terus bergerak menimbulkan suara bising gesekan antara tubuhnya dan ubin. Sedetik kemudian dia berhenti, melakukan gerakan lain, menggelinding ke kiri dan kanan. Tujuannya untuk menikmati sensasi dingin dari lantai itu. Selang kemudian dia meliuk-liuk seperti ulat kepanasan. Kalau sudah begini, dia bukannya mau menikmati ademnya ubin, memang niat bikin Kamal jijik.
Kamal sendiri tidak membalas dan hanya melihat Datu bertingkah konyol. Sekali dia tertawa senyap dan geleng-geleng kepala. Baru kali ini nemu perempuan nggak jaga pesona di depan pria.
"Anak-anak dateng ya?"
Maksud Datu teman-temannya. Karena melihat sisa keserakahan mereka dalam satu plastik besar. Sampah makanan yang belum sempat di bawa keluar.
"Dateng." Jawab mas pacar singkat.
"Mereka bawakan jatahku nggak?"
"Kata Bundski sudah disiapkan di toples biasa."
Ah, ritual tiap bulan kalau kawannya datang menjenguk. Diharuskan membawa kudapan kesukaan Datu. Tidak jauh-jauh dari makanan tidak sehat juga. Keripik kentang, wafer, ciki-cikian, dan kacang. Segala makanan itu membuat moodnya membaik saat datang bulan. Susan dan yang lain tidak keberatan patungan demi membawakan makanan-makanan itu tiap bulan, karena mereka juga kadang terbantu oleh pinjaman uang dari Datu di saat sempit. Mengira Datu tidak memiliki beban hidup sebanyak dan seberat mereka. Tidak ada keluarga, anak, atau sanak yang harus di tanggung.
Datu juga selalu bersedia membantu selama ada uang, tetap dengan syarat pinjamannya di ganti. Meski kadang makan hati karena di cicil, molor, sampai di potong si peminjam. Yang penting kabari dia kalau cicilannya di undur.
Datu masih diposisinya. Menikmati dinginnya ubin sembari menata moodnya yang naik turun.
"Jok mobil kamu gimana ya? Pasti susah bersihinnya. Nanti aku cari pembersih yang bagus di toko online."
"Itu udah dibersihin kok."
"Heh, yang bener? Siapa yang bersihin?" Tanpa sadar suara Datu meninggi.
"Aku."
"Pakai apa?"
"Ada lah pokoknya."
Tanpa dilihat Kamal wajah Datu merah lagi, efek malu mengingat kejadian kemarin. Sekarang semakin malu lagi mendengar kenyataan. Datu berusaha tenang. Memberi afirmasi pada dirinya bahwa hal itu tidak apa-apa. Amit-amit, jangan terulang lagi doanya dalam hati.
"Kenapa kita kayak simulasi berumah tangga gini, kamu ngapain?" Karena indra penciuman Datu menghirup aroma mie instan rasa ayam kari kesukaannya.
Datu melongok sedikit ke dapur melihat Kamal di depan kompor. Saran dari Adam semalam dia eksekusi pagi ini, buat sarapan mie kari saja untuk mood booster mbak pacar.
"Mau nikah cepet nggak?"
"Ih apaan coba."
"Biar simulasinya beneran."
KAMU SEDANG MEMBACA
HETEROCHROMIA (Koplonya Hidup)
AléatoireUdah pernah ngerasain di turunin jabatan padahal pegawai andal? Pernah ngerasain di benci semua anggota keluarga? Pernah ngerasain tidak punya status sosial di mata masyarakat? Pernah ngerasain diludahin sama crush? Kalau belum, cobain deh. Rasanya...