Obat buat yang katanya kangen sama Datu😊😊😊
Selamat membaca. Jangan lupa vote, ya!
Siapa yang akan menjadi pasangan Datu masih misteri. Setiap Datu menanyakannya pada Bundski pasti di jawab 'gue juga nggak tahu, tapi kata Bu Dena ada lah pokoknya, beres' membuat Datu kesal sendiri. Seiring hari kesalnya menyusut karena kesibukan yang sebenarnya tidak sibuk-sibuk amat.
Divisi paling sibuk saat ini adalah marketing dan yang paling santai adalah arsip. Hanya saja itungannya sekarang Datu harus mengemban job desk lain yakni membuat mural sesuai permintaan kantor. Ini yang dia sibukkan. Beberapa kali dia dan Adam salah warna dan harus merivisi gambar. Meski hanya sekadar gambar percayalah, mural yang paling sederhana saja tidak akan mudah apalagi sepele dan gambar harus semenakjubkan bagi siapa saja yang melihatnya.
Karena hari peluncuran semakin dekat hari ini Datu meminta izin menyelesaikan gambar di saat jam kantor. Tentu saja rekan baik hatinya tidak keberatan. Dia menuju Arthayasa Stable sekitar jam sebelas bersama Adam.
Datu masih tidak habis pikir, kenapa perusahaan merubah strategi peluncuran dengan mengadakan pertandingan berkuda dan memanah. Berkuda masih menjadi ikon olahraga mahal bagi sebagian orang. Mengeluarkan produk dengan sandingan olahraga itu tentu akan membuat calon konsumen mengira bahwa produk adalah barang mahal dan sulit di jangkau. Datu masih belum mampu menyimpulkan bagaimana hasil dari strategi ini nantinya. Semua mengatakan bahwa rencana ini sangat matang karena Bu Dena sendiri yang turun tangan. Katanya lagi, selama acara semua kegiatan akan di rekam untuk kepentingan pembuatan video iklan.
Kalau mendengar pendapat rekan-rekannya, sih, memang bagus dan meyakinkan. Hanya saja Datu masih belum yakin sepenuhnya cara ini akan efektif. Yang membuatnya tenang adalah penjelasan dari Pak Priyono, bahwasanya rencawa awal tidak benar-benar batal. Rencana awal menjadi plan B jika rencana Bu Dena tidak mencapai target.
Perusahaan harus mengeluarkan dana ganda hanya untuk sekadar iklan. Rugi? Iya. Tapi kalau perusahaan memang sudah siap, kacung tinggal ngikut saja.
"Gue maunya di sini warna fuschia. Bisa ga, ya, orang tokonya racik trus antar ke sini sekarang?" Suara Datu di tengah-tengah jarinya serius memoles detail gambar. Beberapa bagian bajunya sudah belepotan oleh cat.
Adam bergerak mundur demi membayangkan ide Datu. Apakah akan tampak bagus nantinya kalau mereka menambahkan warna fuschia. Warna terang yang sangat feminim, namun memberi kesan semangat dan gairah. Warna itu jarang di temukan di acara turnamrn olah raga.
"Bisa aja. Gue coba telpon sekarang." Dan menurut Adam, ide itu tidak buruk. Mural akan sangat indah dengan warna terang, bukan?
Mereka sudah punya toko langganan tetap yang bisa memenuhi kebutuhan warna yang di perlukan untuk mural. Kalau warna yang di butuhkan tidak tersedia di toko, pemilik akan meracikkannya untuk mereka dengan campuran warna-warna lain dimana rumus dan takaran hanya mereka yang tahu. Konsumen tinggal menyebut nama warnanya saja.
"Beres. Tapi harus nunggu sejam."
Datu mengangguk.
"Tentang memanah?" Suara Adam terselip gusar. Dia satu-satunya pria terdekat Datu. Tentu Adam tahu Datu lemah dalam hal membidik sasaran. Dia tidak melakukan penelitian khusus, entah karena warna mata yang berbeda atau karena bentuk kelopak mata Datu yang tidak simetris yang membuat sasarannya tidak bisa tepat. Adam tahu mengenai hal itu sejak mereka masih bisa bermain ketapel dan basket. Bagaimana pun Datu berusaha, dia pasti gagal.
"Orang kantor sudah tangani masalah itu."
"Gimana?"
"Katanya gue punya pasangan."
"Maksudnya?"
"Untuk lompat indah gue sendiri, panahan dia juga sendiri. Nah, buat sesi panah berkuda kami bakal sama-sama."
"Bisa gitu?" Penjelasan Datu janggal di telinga.
Datu melepas kuas, kemudian meregangkan leher yang kaku sebelum menjawab Adam.
"Tau, deh. Gue juga heran bisa begitu. Kata Ski semua sudah di atur atasan."
Datu bergerak mensejajari Adam, melihat hasil polesannya. "Gimana?"
Yang bisa diakukan Adam saat ini hanya menelan mentah-mentah keterangan Datu. Setahunya panah berkuda tidak pernah dalam bentuk grup.
"Kalau mural, kita ga pernah gagal." Jawab Adam dengan senyum tipis.
***
Siro meraup wajah beberapa kali. Duduk tenangnya di depan Kamal tidaklah tenang dalam arti sebenarnya.
"Perjanjian gue bantu lo di sini cuma tiga bulan, terus ini lo bikin acara begini mau ngapain gue lagi? Halal di gebug lo emang."
Kamal tidak terpengaruh orasi Siro sejak bermenit lalu. Siro sudah menjabarkan semua penemuannya, hasil kerjanya, siapa titik akhir dari pelaku yang menyebabkan kerugian Siddis Siwi Sentosa. Bukti sudah dikumpulkan; banyak, akurat, dan valid. Sekali lapor semua bisa di proses dan pelaku di tangkap. Tapi Kamal malah memilih mengulur waktu, menyimpan kembali bukti yang sudah Siro kumpulkan dan membiarkan pelaku bebas bekeliaran di perusahaan.
Siro kesal sendiri. Sebagai orang yang menjadwalkan segala sesuatu, dia bisa mencium bau kegagalan dari jadwal pembuatan konten yang sudah dia susun apik. Bahkan untuk setahun ke depan, jadwalnya terencana matang. Beberapa produk antri untuk di promosikan di kontennya.
"Lo tahu nggak minggu ini gue ada jadwal upload dua..."
"Itu dia!" Serobot Kamal cepat, "sepertinya kita butuh rekaman gambar selain lembar-lembar bukti yang lo kumpulkan. Enggak video yang utuh, yang nyerepet-nyerepet dikit ke mobil kontainer yang bawakan Datu produk ke arena aja, ada ga ya kira-kira? Bisa lo tanya Datu, dimana dia sekarang? Coba minta ke sini."
Siro terdiam beberapa saat, membenarkan pemikiran Kamal di kepalanya. Bukti yang mereka miliki memang valid untuk di ajukan, tapi siapa yang tahu saat di adu di meja hijau nanti bukti itu bisa dipatahkan. Amunisi mereka akan sangat kuat jika ada bukti gambar hidup, apalagi saksi hidup yakni supir yang membawa produk gelap yang di jual Datu di arena balap liar.
"Lo belum bisa tanya dia sekarang, Datu sedang dinas di luar."
"Dinas? Di luar?" Perasaan Kamal tidak pernah memberi izin pegawai untuk bekerja di luar hari ini.
"Dia di pacuan kuda," Siro berdiri dari kursi, "sama Adam." Katanya berlalu sambil mengedipkan satu mata pada Kamal.
Seketika fokus penguasa Siddis Siwi Sentosa itu berantakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
HETEROCHROMIA (Koplonya Hidup)
De TodoUdah pernah ngerasain di turunin jabatan padahal pegawai andal? Pernah ngerasain di benci semua anggota keluarga? Pernah ngerasain tidak punya status sosial di mata masyarakat? Pernah ngerasain diludahin sama crush? Kalau belum, cobain deh. Rasanya...