"Kamu apain anak orang?"
Tangan Datu setia menggerakkan kuas, tanpa berminat menjawab pertanyaan Adam. Beberapa hal berantakan, tidak sesuai rencana mereka karena suatu hal. Makadari itu, Datu ingin fokus agar mereka tidak terlalu banyak tertinggal dalam proyek melukis sebuah ruangan di bekas kantornya. Segala hal berantakan itu bahkan disebabkan orang yang menyewa jasa mereka, Kamal.
Kamal terus bolak-balik ruangan, satu jam bisa empat kali. Membuat banyak alasan dan drama yang mengganggu. Sudah terjadi sejak hari pertama mereka memulai pekerjaan.
Setiap kali Kamal datang, Adam selalu meladeni karena rasa tidak enak. Datu, alih-alih peduli, dia mengusir paksa setiap Kamal datang.
"Kita makan siang dulu ya, Dam!"
Satu buah kantong plastik berisi empat kotak makanan di buka di atas lembaran koran yang memang sengaja di gelar sebagai tempat istirahat mereka saat pegal. Kamal menjejerkan kotak makanan itu.
"Uki, mana?" Tanya kamal.
"Jemput pacarnya sekolah."
Uki adalah asisten yang di rekrut Adam untuk membantunya menyampur warna. Ada warna yang tidak bisa di dapat hanya dari membeli cat siap pakai di toko. Uki mengerti sedikit rumus takaran untuk campuran warna tertentu berbekal arahan Adam dan video alternatif yutub. Lain dari itu, Uki juga banyak mengganti posisi Datu.
Adam melirik Datu berharap memberi reaksi pada ajakan Kamal. Tanpa balas melihatnya Datu tetap melakukan yang harus dia lakukan. Baik Adam atau Kamal sama-sama didiamkan.
Mata Adam memancarkan rasa tidak suka, sangat tidak suka pada situasi ini. Kamal seperti merengek minta perhatian, Datu ibarat Ibu yang jenuh mengurus anak. Di atas helatan koran, Kamal memangku wajah berpikir.
"Apa kita tambah aja ya gam..."
"Kagak! Jangan sok ngide lagi! Ini aja harusnya udah setengah jadi, kami baru dapat seperempat. Lu mending diem, terima beres kayak Bos-bos lain!" Terbersit nada emosi di suara Adam.
Mengangguk pasrah, Kamal membuka kotak makan tanpa selera.
"Kalian sebenarnya kenapa, sih?"
"Ga ada."
"Emang tai!"
"Ck, ga boleh ngomong kasar di depan calon Ibu Bos, Dam!"
"Taik kucing, lo bedua." Suara Adam membahana di aula kosong itu.
Terkecoh? Tentu tidak. Apalagi terganggu. Datu terus menggores tembok dengan teliti. Benar kata Adam, mereka harusnya sudah bisa mengerjakan setengah dinding meski gambar yang harus di cat memiliki banyak detil.
Tanpa selera sama sekali, Kamal menyuap makanan. Sebagai tanda hormat saja pada Adam karena sudah bersedia menemani makan. Yang menjadi tujuannya untuk di ajak makan sedang menganggapnya batu. Kamal mungkin tampak tenang di luar, tapi didiamkan Datu seperti itu sebenarnya sangat mengacaukan pikiran dan batinnya. Salah dia juga.
"Eh, Pak Bos!" Eki datang. "Saya kebagian juga ga?"
Kamal memberi satu kotak untuk Eki. Eki duduk manis, bersila.
"Kanjeng yang mulia Datu Mayura, ayo makan dulu Mbak. Nanti pingsan!"
Adam langsung mengeplak belakang kepala Eki yang di sambut suara aduh.
Sama saja. Suara Eki sia-sia.
"Wah, PMS ya?" Bisik Eki pada Adam yang langsung mengerti keadaan.
"Makan!" Dengan lirikan mata tegas dan jengah pada Eki.
KAMU SEDANG MEMBACA
HETEROCHROMIA (Koplonya Hidup)
AcakUdah pernah ngerasain di turunin jabatan padahal pegawai andal? Pernah ngerasain di benci semua anggota keluarga? Pernah ngerasain tidak punya status sosial di mata masyarakat? Pernah ngerasain diludahin sama crush? Kalau belum, cobain deh. Rasanya...