Sudah tidak seperti es lagi, Datu mungkin mencair seperti susu kental manis yang di seduh air---meleyot manis karena di aduk-aduk kenyataan. Siapa yang tidak lumer jika mendapat perlakuan baik dari keluarga pasangan sekaligus dicintai pasangan sampai ditunjukkan di depan anggota keluarga itu sendiri. Bahagia dong, pasti. Datu berharap bahagia ini berlangsung lama, paling tidak sampai besok pagi.
Sayangnya, itu tidak terkabul. Rasa gembirarianya setelah diterima dengan baik oleh keluarga Kamal terbentur masalah yang dia hadapi saat ini. Padahal sekarang ini mereka masih di jalan, getaran-getaran sukacita kehangatan sebuah keluarga tadi masih terasa. Ini sebuah momen langka yang ingin Datu rasakan dalam waktu yang lama. Walau harus tetap berakhir karena kewajiban, akan kembali ke kantor setelah seharian dia 'dinas' di luar.
"Kenapa? Aku ada salah?"
Kamal yang melihat sendiri perubahan sikap dan suasana wajah Datu berinisiatif bertanya terhadap kejanggalan yang terjadi. Tadi mereka baik-baik saja, bahkan Datu tidak tampak tidak mempermasalahkan aksi 'brutal'nya itu. Di mata Kamal, Datu sangat lepas berinteraksi dengan keluarganya sampai efek bahagia terpancar jelas di wajah sang kekasih.
Datu menggeleng sambil memalingkan wajah ke jendela. Enggan melihat Kamal. Kamal semakin gusar diserbu rasa tidak enak.
"Kenapa? Ada yang salah, ya?" Tanyanya lagi sambil meraih puncak kepala Datu.
Datu tetap berpaling tidak mau melihatnya. Tepat saat melihat Datu mengusap wajah, Kamal segera banting setir ke pinggir menghentikan mobil, membuka sabuk pengaman secepat kilat menghadapi Datu. Tangannya mengambil tangan Datu dan kaget merasakan dinginnya.
"Kenapa? Kasih tau aku kalau ada masalah? Ada yang sakit? Tangan kamu dingin."
Perlahan Datu melihatnya. Benar saja, mata wanita itu nanar berair. Datu mengusap wajah dengan satu tangannya yang bebas. Sialnya Kamal lupa menyediakan tissu di mobil sendiri. Tissu yang dia beli tempo hari di Ben si anak jalanan, tertinggal di mobil Siro. Melihat Datu seperti ini seketika membuatnya merasa bersalah bahkan sebelum tahu pokok permasalahannya.
Kamal berharap Datu lebih tenang dan mau bicara. Menunggu hal itu terjadi tetap saja terasa sulit.
"Aku ada salah, ya?" Katanya berusaha memancing jawaban. Datu menggeleng keras.
"Bukan kamu, tapi aku." Jawab Datu tak jelas.
Air matanya keluar lagi.
"Aku panggil sayang ga pa-pa ya? Udah ga enak manggil nama. Sayang kenapa?" Kamal mulai tak sabar karena takut Datu merasakan hal yang buruk.
"Jangan panggil sayang. Aku malu bilangnya." Datu menutup wajah.
Akan apa yang Kamal inginkan memanggilnya dengan panggilan sayang, rasanya tidak pantas jika Kamal tahu apa yang dia alami sekarang. Sedangkan Kamal rasanya mulai gila karena penasaran. Untungnya Datu mau merespon pertanyaan walau belum ke titik pokok. Tidak melakukan silent treatment seperti wanita kebanyakan.
"Ga apa-apa, kasih tau aku, ngomong aja."
"Nanti kamu marah." Suara Datu mulai sesenggukan, "mana ini mobil mahal lagi."
Mobil? Ada apa dengan mobilnya?
"Kenapa sama mobilnya?"
Datu menenangkan diri agar suaranya stabil.
"Janji ya ga marah?" Hiks-hiks "kalau mau marah juga sebenarnya gapapa," hiks, "wajar kamu marahin aku."
Kamal mulai depresot.
"Ga bakal, demi Tuhan aku ga bakal marah, yang penting bilang kamu kenapa."
Daripada marah, Kamal lebih dan semakin takut Datu kenapa-napa.
KAMU SEDANG MEMBACA
HETEROCHROMIA (Koplonya Hidup)
DiversosUdah pernah ngerasain di turunin jabatan padahal pegawai andal? Pernah ngerasain di benci semua anggota keluarga? Pernah ngerasain tidak punya status sosial di mata masyarakat? Pernah ngerasain diludahin sama crush? Kalau belum, cobain deh. Rasanya...