19. Wanita Keras Kepala

587 147 33
                                    

Nero terbiasa berada di lingkungan kerja yang santai dan tidak banyak tuntutan. Bahkan mungkin sebenarnya terlalu santai. Jadi, ketika melihat keseharian di tempat kerjanya yang baru ini, ia merasa agak kaget. Terutama, dengan Viola yang selalu tampak serius dengan apa yang dikerjakannya.

Hari itu saja, mereka menghadiri dua rapat. Satu di kantor mereka, dan satu lagi di Princeton, New Jersey, kemudian mengunjungi pusat perbelanjaan mereka di kota tersebut hingga sore hari dan bahkan setelah itu, Nero masih disibukkan dengan begitu banyak dokumen yang harus ia periksa.

Baru dua hari, dan ia sudah merasakan lehernya terasa berat karena stress. Paman Stevan bilang itu hanya karena dirinya belum terbiasa. Nanti, ketika ia sudah bisa beradaptasi dengan ritme kerja yang panjang dan disiplin, keadaannya akan jauh lebih membaik.

Membaik! Nero tidak yakin itu akan terjadi. Dua hari saja ia sudah merasa bosan. Apa yang akan terjadi satu minggu lagi? Satu bulan? Satu tahun?

Baiklah, satu tahun mungkin terlalu jauh. Ia harus memikirkan hal yang paling penting yaitu, menjalani satu bulan pertamanya tanpa ada Viola di sampingnya untuk membantu Nero beradaptasi.

Nero yakin, itu adalah mimpi buruk yang akan menjadi nyata. Berada di tempat ini selama satu bulan saja sudah membuatnya sesak, apalagi harus melakukannya sendirian. Mungkin tidak terlalu sendirian karena Paman Stevan yang akan selalu membantunya. Setidaknya, itu jauh lebih baik daripada bersama ayahnya.

Ngomong-ngomong soal ayahnya, Nero sama sekali belum bicara atau menengok pria itu lagi semenjak terakhir kali mereka bertemu dua hari lalu. Mungkin seharusnya ia datang ke rumah sakit dan melihat keadaan ayahnya walaupun tahu itu tidak akan ada gunanya.

Paman Stevan sudah ke sana setiap hari dan meskipun tidak pernah mengatakan apapun padanya, Nero tahu jika kondisi ayahnya pasti sudah baik-baik saja. Lalu kenapa ia harus datang ke sana?

Ia memiliki alasan. Sebenarnya, ada satu hal yang harus ia sampaikan pada ayahnya sendiri. Mengenai cuti Viola yang ingin ia percepat, dan juga beban kerja wanita itu yang terlalu banyak.

Nero memang akan menghadapi saat-saat yang tidak mudah nanti saat Viola cuti, tetapi, setelah melihat bagaimana wanita itu bekerja begitu keras, Nero merasa tidak tahan lagi.

Viola sudah bekerja tanpa henti semenjak kemarin, bahkan hingga sore ini setelah mereka pergi dari satu rapat ke rapat lainnya. Tadi saja, jika ia tidak membawa makan siang, ia yakin jika Viol akan melewatkan waktu makan siangnya. Nero tidak suka itu. Ia ingin Viola bersantai sejenak dan mendapat waktu liburannya lebih cepat.

Dan berhubung dulu ayahnya yang menyetujui perihal cuti Viola, maka ia harus bicara pada pria itu. Walaupun, Nero tidak akan mengatakan itu kepada Viola sekarang saat wanita itu melotot padanya.

Nero juga berniat akan meminta kewenangan penuh pada ayahnya untuk mengatur perusahaan dan jadwal cuti pegawai selama ia yang memegang perusahaan ini. Ayahnya harus setuju, atau ia akan kembali pergi dan tidak mau lagi mengurus semua pekerjaan ini. Tidak peduli apapun alasannya. Seharusnya dengan ancaman seperti itu, Dad akan setuju.

"Aku tidak mau. James sudah terlalu berbaik hati dengan memberikan batas cuti satu bulan bagiku. Dua hari sangatlah berharga, terlebih, lusa kita akan ke Seattle untuk peresmian toko baru di sana. Ada banyak hal yang harus diurus, dan kau akan kesulitan mengaturnya jika hanya bersama Stevan."

Ia sudah mengenal banyak anggota keluarga Widjaya selama di Jakarta, dan hampir semua dari mereka memiliki kekeraskepalaan yang begitu besar. Jadi, seharusnya ia tidak heran jika Widjaya yang satu ini juga begitu. Namun, tetap saja Nero merasa heran karena Viola benar-benar tipe wanita yang mendedikasikan hidupnya untuk pekerjaan.

It Takes Two To TangoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang