Hari Senin, Ola bangun dengan penuh semangat. Setelah perjalanan yang menyenangkan ke Boston, menginap tanpa rencana di sana selama satu malam, dan kembali ke Manhattan hari Sabtu sore, Ola rela menghabiskan satu hari Minggunya hanya dengan bermalas-malasan di apartemen.
Satu hari bukan apa-apa dibandingkan dengan kesenangan yang ia rasakan di hari sebelumnya. Nero membawanya ke Boston Sail Loft, tempat makan yang menyajikan pemandangan pelabuhan Boston yang fantastis dan hidangan khas New England dengan lobster-nya yang sangat terkenal.
Seharusnya Ola langsung memikirkan tempat itu ketika pertama kali mengeluarkan mobilnya dan berencana untuk berjalan-jalan. Mungkin, jika ia tidak menuju Long Island, Nero tidak akan curiga dengan apa yang terjadi padanya, ketika pertama kali melihat pria itu.
Nero adalah pria yang peka dan pengamat yang baik. Bahkan perubahan sekecil apapun padanya, pria itu mengetahui. Seharusnya Ola bisa mengendalikan ekspresinya ketika berada di hadapan pria itu. Ketika Nero bertanya, Ola sangat ingin mengatakan yang sebenarnya. Namun, sebagian akal sehatnya, juga bagian dirinya yang mandiri, tidak mengijinkannya melakukan itu.
Membuka diri pada Nero dan memperlihatkan ketakutannya hanya akan membuatnya lemah. Bahkan yang jauh lebih buruk lagi, hanya membuatnya semakin menggantungkan hidupnya kepada pria itu. Pria yang jauh lebih muda darinya.
Memang tidak ada satupun yang menyangka jika Nero jauh lebih muda darinya. Beberapa orang yang mereka temui di Boston bahkan mengira jika mereka adalah pasangan pengantin baru yang sedang berbulan madu.
Nero menanggapi hal itu dengan pelukan hangat di bahu Ola dan senyuman, tanpa menjawab pertanyaan itu, sementara wajah Ola terasa panas karenanya. Hal itu terjadi saat mereka berkeliling pasar karena Ola bersikeras untuk membawa pulang bahan makanan segar dari tempat itu. Pergi ke Boston tanpa berbelanja produk lokal setempat, sama sekali bukan perjalanan yang sesungguhnya.
Hasilnya, meskipun harus menanggung wajah yang memerah setiap kali dirinya mendatangi satu penjual dan dianggap sebagai pasangan baru, kulkasnya kini penuh dengan produk lokal yang segar, susu, ikan, daging, dan produk lain khas New England. Lain waktu, ia harus datang ke tempat itu lagi. Mungkin tanpa Nero.
Pria itu cukup bijak untuk tidak bertanya-tanya lagi tentang ketakutannya walaupun Ola tahu jika Nero penasaran. Ola tidak ingin membicarakan itu lagi baik sekarang atau sampai kapanpun. Ia akan baik-baik saja seperti yang selama ini terlihat. Keluarganya bahkan tidak tahu apapun tentang itu, dan Ola tidak ingin mengatakannya pada siapapun, termasuk Nero.
Bunyi bel pintu yang ditekan satu kali, membuat Ola menghentikan aktivitasnya membuat sarapan. Kemarin, ia membuat roti dan meatloaf yang rencananya akan ia bawa ke kantor hari ini untuk Drew dan Jules. Juga Nero. Itu pasti. Pria itu akan protes jika tidak mendapatkan bagian.
Ia mengintip dari interkom dan memutar bola matanya saat melihat Nero berdiri di balik pintunya. Sayangnya, Ola juga merasakan kegembiraan besar hanya dengan melihat pria itu ada di sana. Sial! Ia tidak boleh merasa seperti itu kan?
Setelah menenangkan degup jantungnya yang sedikit menggila, juga menarik napas beberapa kali agar kegembiraannya tidak begitu terlihat karena kedatangan pria itu, ia membuka pintu dan melotot. Atau setidaknya, itulah yang ia coba lakukan dalam serbuan harum kopi di genggaman tangan Nero yang besar.
"Kau tidak bisa menjauhkan diri dariku sebentar saja ya?"
Pria itu menyengir, dan hal tersebut membuat ketampanannya bertambah berkali-kali lipat. Rambut Nero masih setengah basah dan hanya disisir berantakan dengan jarinya.
Seperti yang selalu terlihat selama di sini, pria itu mengenakan setelan gelap dengan dasi warna coklat yang hangat. Nero sangat sempurna dengan penampilannya. Pria itu seakan memang terlahir untuk menjadi Presiden Direktur. Atau mungkin Ketua Direksi nanti setelah James benar-benar pensiun.
KAMU SEDANG MEMBACA
It Takes Two To Tango
General FictionUntuk yang mau baca PART LENGKAPnya bisa baca di KaryaKarsa ya! Mencintai seorang wanita yang lebih tua bukanlah impian Nero Ganendra Goldman. Terlebih, ia tidak ingin jatuh cinta lagi setelah cinta tak terbalasnya selama bertahun-tahun. Akan tetapi...