Sejak tadi, yang Nero lakukan hanyalah duduk diam di ruang duduk Viola yang temaram. Ia tidak bisa meninggalkan Viola sendirian di sini.Tadi, Viola tertidur secara tidak sengaja ketika mereka memutuskan untuk menonton film setelah makan malam. Namun, bahkan meskipun film diputar, Nero tahu baik dirinya maupun Viola, tidak ada yang memperhatikan jalan cerita film tersebut.
Nero sibuk dengan pikirannya, begitu juga Viola. Ketika ia menoleh dan mendapati Viola tertidur, Nero membawa wanita itu ke kamarnya, dan memutuskan untuk menunggu sebentar sebelum pulang.
Ia takut jika Viola akan bangun dan mungkin bermimpi buruk. Lalu, sebentar berubah menjadi satu jam, dua jam, dan sekarang sudah hampir pagi, tetapi dirinya masih belum bisa memejamkan mata sedetikpun.
Tubuhnya sangat lelah, fisiknya menjerit ingin istirahat, tetapi otaknya tidak mau berhenti memikirkan Viola.
Wanita itu ketakutan, Nero bisa melihat seluruh tubuh Viola yang menegang ketika wanita itu memasak makan malam dan selanjutnya makan malam, hingga akhirnya jatuh tertidur. Viola kelelahan dengan semua ini.
Ia baru akan memutuskan untuk pulang, walaupun tahu dirinya juga tidak akan bisa memejamkan mata di ranjang yang asing itu, ketika ponsel di sampingnya berdengung dengan nama Viola di sana.
Isakan pertama yang terdengar dari bibirnya, membuat Nero sangat ingin berlari ke kamar wanita itu, dan memeluk Viola dalam dekapannya.
Namun, ia menahan dirinya. Nero tahu jika Viola terbangun bukan karena hal yang baik. Ini masih terlalu pagi untuk, seseorang yang cukup terlambat tidur, bangun.
Seharusnya ia tidak membiarkan ini terjadi. Seharusnya, ia menutup semua akses yang bisa membuat Viola tahu bahwa dirinya pergi ke California. Jika hanya dirinya yang tahu kebenaran itu, Viola tidak akan seperti ini.
Ia bisa mencari keberadaan Robert dengan diam-diam hingga bisa memastikan Viola aman. Sayangnya, ia terlalu ceroboh dan gegabah. Nero lupa bahwa Viola adalah wanita yang cerdas dan akan bisa menghubungkan apapun yang terjadi dengan sangat mudah.
Suara pintu kamar yang dibanting keras, membuat Nero bangkit dari duduknya. Dari koridor, ia melihat Viola berlari, masih memakai pakaian yang dikenakannya kemarin pagi, matanya basah, dan wanita itu menerjang ke dalam pelukannya seraya terisak.
Hati Nero seakan diiris. Viola selalu tampak tegar, percaya diri, dan tidak takut pada apapun. Namun, wanita yang ada di pelukannya sekarang hanyalah gadis kecil yang rapuh dan ketakutan.
Gadis kecil yang sedang bersembunyi di balik topeng ‘poker face’ yang selama ini ia perlihatkan di hadapan orang lain. Gadis kecil yang, sesungguhnya, ingin ada seseorang yang bisa melindunginya.
“Tidak apa-apa. Itu hanya mimpi. Aku ada di sini,” bisik Nero seraya mengeratkan pelukannya di tubuh mungil Viola.
Bibir dan hidungnya terbenam di rambut pendek Viola yang begitu harum. Eratnya pelukan yang Nero berikan, mungkin bisa meremukkan tubuh itu.
Ya Tuhan, kenapa ia tidak pernah menyadari jika Viola sekecil ini? Ia tidak bisa membayangkan gadis ini melalui semua kesulitan itu sendiri, dan masih harus menyembunyikan semuanya dari keluarganya.
Adalah suatu keajaiban Viola bisa menjadi Viola yang sekarang. Jika tidak, Nero pasti akan merasa jauh lebih bersalah daripada sebelumnya.
Wanita itu terisak selama beberapa saat sebelum akhirnya mundur dari pelukan Nero, dan berpaling untuk menghapus bekas air matanya. Meskipun merasa kehilangan pelukan itu, Nero tersenyum melihat bagaimana Viola masih seperti yang ia kenal selama ini. Berpura-pura tegar dan kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
It Takes Two To Tango
Ficção GeralUntuk yang mau baca PART LENGKAPnya bisa baca di KaryaKarsa ya! Mencintai seorang wanita yang lebih tua bukanlah impian Nero Ganendra Goldman. Terlebih, ia tidak ingin jatuh cinta lagi setelah cinta tak terbalasnya selama bertahun-tahun. Akan tetapi...