Tawa kecil masih menghiasi bibir Ola saat ia melihat tombol angka yang bergerak ke atas itu. Jika ia tidak bergerak cepat untuk menutup lift itu, bisa dipastikan Nero akan memaksanya mengantar hingga ke depan pintu kantornya.
Walaupun tidak merasa keberatan menghabiskan beberapa menit lagi bersama Nero, mereka harus fokus pada pekerjaan agar semuanya selesai tepat waktu sehingga bisa makan malam berdua seperti yang sudah direncanakan.
Hati Ola merasa agak sedikit berdebar, tetapi ia mengingatkan dirinya bahwa itu mungkin hanya karena ia akan mendengar fakta tentang ibu kandung Nero. Jujur saja, itu agak membuatnya gugup. Mungkin Nero juga merasakan hal yang sama karena harus membicarakan hal itu dengan dirinya yang notabene adalah orang asing.
Dirinya sendiri menyimpan rahasia yang masih belum bisa diceritakannya pada Nero, tetapi pria itu malah dengan mudahnya mau berbagi rahasianya sendiri. Apa mungkin ini waktunya bagi Ola untuk mengatakan yang sebenarnya juga?
Tidak ingin terlalu memikirkan hal itu, Ola mulai berpikir tentang menu yang akan dibuatnya untuk makan malam. Mungkin ia bisa membuat steik dan kentang tumbuk untuk mereka berdua. Ia membeli kentang yang besar-besar dari Boston kemarin, selain itu ia juga bisa membuat…
Langkah Ola terhenti saat ia berbelok ke koridor tempat ruangannya berada. Matanya terpaku pada seseorang yang duduk di kursi yang terletak di depan meja resepsionis Jules yang kosong. Bagaimana pria itu bisa berada di sini? Kenapa penjaga keamanan di lobi membiarkannya masuk?
“Hai.” Pria itu berdiri dan tersenyum seperti biasanya setiap kali mereka bertemu.
“Radit, bagaimana kamu bisa ada di sini?”
Ia masih berdiri membeku di tempatnya, separuh ingin berlari kembali ke lift, dan separuh lagi menyesali perbuatannya karena mencegah Nero mengantarnya hingga ke depan pintu.
“Surprise,” bisik Radit masih dengan senyuman, dan melangkah mendekatinya. “Sudah kubilang aku akan datang mengunjungimu.”
Ia tidak mengharapkan kunjungan secepat ini, dan yang terpenting adalah, ia tidak menginginkan kunjungan Radit. Sama sekali.
“Bagaimana kamu bisa masuk sampai kemari?”
Ola melirik meja Jules yang masih kosong dan berharap lift di belakangnya membuka memunculkan gadis itu dari sana. Seharusnya, siapapun yang ada di bawah sana, meneleponnya sebelum mengijinkan orang asing masuk.
Radit mengangkat bahu. “Aku bilang aku tunanganmu dari Indonesia, dan mereka mengijinkanku masuk. Semudah itu untuk kantor sebesar ini.”
Sialan! Apa yang lebih mengganggu Ola adalah kata ‘tunangan’ yang Radit sebutkan. Gosip akan kembali beredar dan kali ini pasti akan lebih buruk lagi. Ola sudah bisa membayangkan apa yang akan dibicarakan para karyawan.
Wanita yang sudah bertunangan masih suka menggoda bosnya, memanfaatkan kondisi tunangannya yang jauh untuk merayu atasannya dan mencari keuntungan dari hal tersebut, dan berbagai hal buruk lain yang sama sekali tidak ingin ia pikirkan.
“Aku sedang sangat sibuk sekarang.”
Radit mengangkat bahunya dengan santai. “Aku bisa melihatmu bekerja. Aku tidak akan mengganggu.”
Dalam hatinya, Ola menjerit memanggil nama Nero maupun Jules. Berharap salah satu dari mereka akan datang.
“Radit, dengar,” ucapnya mencoba terdengar tegas. “Ini bukan perusahaan milikku, dan aku tidak bisa menerima tamu sembarangan di saat jam bekerjaku. Jadi, lebih baik kamu pergi sekarang.”
“Sekejam itukah kamu kepadaku? Aku terbang berjam-jam dan bahkan tidak memilih untuk beristirahat di hotel seperti seharusnya. Aku langsung menemuimu di sini.”
KAMU SEDANG MEMBACA
It Takes Two To Tango
Aktuelle LiteraturUntuk yang mau baca PART LENGKAPnya bisa baca di KaryaKarsa ya! Mencintai seorang wanita yang lebih tua bukanlah impian Nero Ganendra Goldman. Terlebih, ia tidak ingin jatuh cinta lagi setelah cinta tak terbalasnya selama bertahun-tahun. Akan tetapi...