"Kau di mana?"
Ola tersenyum mendengar pertanyaan itu saat ia sedang menyetir untuk pulang.
Kedatangan Radit membuatnya kesal dan tidak bisa bekerja lagi, sehingga ia lebih baik berada di rumah dan beristirahat. Percuma bekerja saat isi kepalanya sedang kacau.
"Pulang. Aku butuh istirahat dari semua kegilaan yang terjadi akhir-akhir ini."
"Ke New York?"
Ola tertawa mendengar pertanyaan itu. Seandainya saja ia memiliki pintu ke mana saja seperti Doraemon, Ola akan langsung berada di apartemennya. Ia akan memasak, membaca, atau melakukan begitu banyak olahraga untuk membuatnya kembali tenang.
"Aku baru akan pergi ke kafe. Kudengar kau bertengkar dengan Radit di sana."
Tidak perlu bertanya bagaimana Nero bisa tahu akan hal tersebut. Semua pegawai pria itu sekarang seperti para pengawal pribadinya yang akan melaporkan segala hal yang terjadi padanya saat di kafe itu, kepada Nero.
Bukankah seharusnya ia merasa kesal? Itu seperti melanggar wilayah pribadinya dan memata-matainya. Namun, mengapa ia tidak merasa kesal? Apa karena itu Nero yang menyuruhnya?
"Aku sudah menyelesaikannya. Aku baik-baik saja."
Tadi, Ola langsung memblokir nomor telepon Radit dari kontaknya, sehingga pria itu tidak akan bisa menghubunginya lagi. Pria itu tampak menakutkan dan penuh tekad, tetapi Ola tidak akan menunjukkan sedikit saja rasa gentar dalam wajahnya atau itu hanya akan membuat Radit semakin bersemangat.
"Maafkan aku. Seharusnya aku berada di sana tadi."
"Kau tidak bisa terus-terusan berada di sampingku seakan dirimu pengawal pribadiku. Dan seandainya kau lupa, kau atasanku."
Ia mendengar Nero menggerutu tidak jelas hingga membuat Ola tertawa kecil. Luar biasa bahwa hanya berbicara dengan Nero di telepon, mengubah suasana hatinya yang tadi begitu kacau, menjadi baik-baik saja dalam sekejap.
Mungkin, seperti inilah rasanya memiliki seseorang yang dekat denganmu meskipun itu hanya seorang teman. Kau bisa berbagi apapun dengannya dan mengurangi segala beban yang ada di hatimu.
Namun, bahkan walaupun Ola tidak mengatakan apapun tentang pertengkarannya dengan Radit tadi, ia sudah merasa jauh lebih lega.
"Kau di mana? Masih di sekolah?"
Nero memiliki banyak tugas untuk didelegasikan kepada Danny, penggantinya di sekolah. Pria itu cukup sibuk selama beberapa hari terakhir ini, dan hal itulah yang membuat Ola tidak ingin terlalu mengganggunya dengan sering menelpon atau mengirim pesan.
"Di rumah Muti."
Senyum di bibir Ola berubah menjadi kerutan cemberut. Itu adalah kesibukan lain yang harus Nero selesaikan sebelum dirinya pindah, dan Ola sama sekali tidak menyukainya. Muti seperti lintah yang selalu menempel pada Nero.
"Selamat bersenang-senang kalau begitu," ucap Ola mencoba untuk terdengar riang.
Nero menghela napas dan Ola menunggu apa yang akan pria itu katakan selanjutnya. Namun, karena Nero tetap diam, akhirnya Ola yang membuka bibirnya lagi.
"Aku hampir sampai di rumah. Bye."
Saat Nero tidak juga menjawabnya, Ola menutup teleponnya tanpa bicara apa-apa lagi, dan membuka jendela untuk tersenyum pada penjaga keamanan yang membuka gerbang besar tempat rumah para Widjaya berada.
Mereka seakan memiliki komplek perumahan mereka sendiri di tempat ini meskipun kenyataannya ada banyak rumah lain di perumahan ini.
Tanah yang Opa miliki memang begitu besar hingga membuat semua anggota keluarga bisa memiliki rumah di sana dengan ukuran yang luar biasa. Blok mereka tinggal bahkan menjadi cluster eksklusif dengan nama Widjaya's.
![](https://img.wattpad.com/cover/320613577-288-k742462.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
It Takes Two To Tango
General FictionUntuk yang mau baca PART LENGKAPnya bisa baca di KaryaKarsa dan Playstore ya! Mencintai seorang wanita yang lebih tua bukanlah impian Nero Ganendra Goldman. Terlebih, ia tidak ingin jatuh cinta lagi setelah cinta tak terbalasnya selama bertahun-tahu...