33. Zona Waktu

300 92 9
                                    

Saat membuka matanya pagi itu, Ola menyadari di mana dirinya berada, dan hal macam apa yang akan ia lakukan hari ini.

Bosan. Itu adalah kata pertama yang melintas di benaknya saat ia memandang sekeliling kamar yang sudah ditempatinya sejak kecil itu. Kamar yang selama bertahun-tahun ia pergi, tidak mengalami perubahan apapun selain bahwa tempat ini selalu dibersihkan dan diganti spreinya meskipun tidak dipakai.

Ia sudah sering berkata pada Bunda untuk mengubah kamarnya menjadi tempat apapun yang dibutuhkan, tetapi Bunda tidak pernah mendengarkannya. Wanita itu bersikeras jika selamanya, Ola akan selalu memiliki kamar itu, sebagaimana Damar selalu memiliki kamar yang ada di seberang lorong, meskipun Tante Hannah sudah kembali tinggal di Indonesia.

Tentu saja sebenarnya Ola tidak terlalu membutuhkan kamar ini. Rumah ini besar dan memiliki banyak kamar kosong sehingga saat dirinya pulang seperti sekarang, Ola bisa menempati kamar mana saja. Toh, tempat yang paling ingin ia tiduri hanyalah kamarnya sendiri di New York.

Luar biasa bahwa tempat itu sudah membuatnya rindu setengah mati walaupun ia belum genap berada di Jakarta dua hari. Bagaimana Ola harus menjalani hari-harinya selama dua puluh delapan hari ke depan tanpa melakukan apa-apa seperti ini? Ia tidak terbiasa berdiam diri dan tidak melakukan apa-apa. Hari-harinya selalu diisi dengan berbagai pekerjaan.

Hari Senin biasanya menjadi hari yang sangat sibuk di kantor. Ia akan menghadiri banyak rapat, dan mengecek banyak laporan keuangan yang tertunda selama akhir pekan. Namun, selama satu bulan ini, apa yang akan ia lakukan hanyalah bangun, tidak melakukan apa-apa, dan kembali tidur. Betapa menyedihkannya.

Ola memandang ponselnya yang ada di samping tempat tidur. Ia belum bicara lagi dengan Nero sejak kemarin. Bagaimana pembicaraan pria itu dengan ayahnya? Apakah berhasil? Atau apakah hubungan mereka berdua justru semakin memanas?

Tangannya gatal ingin meraih benda kecil itu dan menghubungi Nero lebih dulu. Namun, bagaimana jika Nero tidak ingin bicara? Ia bukan siapa-siapa yang berhak bertanya tentang hal-hal pribadi seperti itu meskipun memang, beberapa hari kemarin, mereka berdua sudah melampaui itu semua.

Lalu apa bedanya sekarang? Apa karena mereka terpisah jarak yang sangat jauh, dan zona waktu yang berbeda?

Benar. Zona waktu. Itu bisa menjadi alasan kenapa Ola tidak bisa menghubungi Nero dengan sesuka hatinya. Saat ini, pria itu mungkin sedang bersiap untuk tidur, dan Nero jelas butuh itu karena besok akan menjadi hari yang sangat sibuk baginya.

Kepalanya mengingat jadwal yang harus dijalani Nero besok. Rapat di New Jersey, kemudian dilanjutkan dengan pengecekan lahan bakal usaha baru mereka di Brooklyn. Nero bakal cukup sibuk besok, dan Ola mendapati dirinya bertanya-tanya siapa yang akan menemani pria itu rapat.

Tampaknya, Nero tidak terlalu menyukai Shane dan mungkin saja, pria itu keberatan untuk pergi rapat bersamanya. Yah, Shane memang agak terlalu banyak bicara yang tidak penting. Sesuatu yang jelas tidak akan Nero sukai.

Ola tersenyum saat ia turun dari tempat tidur. Setidaknya, Nero bisa belajar untuk mengenal karakter anak buahnya lebih banyak lagi. Walau bagaimanapun, pada saatnya nanti, pria itulah yang akan meneruskan perusahaan. Terlebih setelah pria itu tahu bagaimana kondisi James yang sebenarnya.

Ketika turun ke dapur, Ola mendapati suasana riuh di meja makan yang langsung terhubung ke dapur tempat bunda sedang menyiapkan sarapan. Ola merasa agak bersalah untuk itu. Bukankah seharusnya ia bangun lebih pagi dan membantu Bunda memasak, sebagai satu-satunya anak perempuan di keluarga ini?

"Nah, akhirnya tuan putri kita turun dari khayangan!" seru Zane saat melihatnya memasuki dapur.

Ola melotot pada adik sulungnya itu sebelum ia meraih susu milik Ezra dan menghabiskannya dalam sekejap. Ezra melengking marah, dan selanjutnya bisa ditebak, anak itu membuat keributan di ruang makan.

It Takes Two To TangoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang