20. Sebuah Fakta Kecil

584 145 10
                                    

Ola tahu jika Nero peduli padanya, tetapi itu bukan hal yang ia ingin untuk diketahui orang banyak. Nero terlalu baik untuk menjadi sumber gossip. Pria itu tidak layak menerimanya.

Tadinya, Ola juga mengusulkan jika lebih baik pria itu turun lebih dulu ke basement, dan ia akan menyusulnya beberapa saat kemudian. Namun tentu saja pria itu tidak menyetujui usulnya, dan malah mendorongnya lebih dulu masuk ke dalam lift.

Ola melotot pada Nero setelah sebelumnya menatap Jules dengan pandangan memohon untuk menutup mulut. Ia jarang memohon pada Jules selain untuk urusan pekerjaan, tetapi jika hal tersebut diperlukan, jelas Ola akan melakukannya.

Beruntung tidak ada orang lain yang ada di dalam lift bersama mereka sehingga kemungkinan kecil, kebersamaan mereka sore ini akan menjadi gossip baru. Kecuali jika Shane dan Jules membuka mulut.

Ola menggelengkan kepala. Jules tidak mungkin sejahat itu padanya. Terutama setelah ia melihat senyum gadis itu tadi. Selama ini, Jules selalu mendukungnya dan bersikap seperti seorang teman. Lagipula, gadis itu lebih banyak hal tentang dirinya, dan selalu menutup mulut hingga saat ini.

Sedangkan Shane...entahlah. Ola juga tidak terlalu mengenal pria itu untuk bisa memutuskan bahwa Shane akan menutup mulutnya. Semoga saja, Shane memang sebaik kelihatannya.

Selama ini, banyak orang yang terlihat baik tetapi tidak seperti itu kenyataannya. Terlebih, jika kau berada di perusahaan besar seperti ini. Ada lebih banyak orang yang bermuka dua daripada yang bisa kau hitung dengan ke sepuluh jarimu.

"Kenapa? Kau pusing?"

Lihat? Padahal gerakannya sangat kecil dan tidak kentara, bagaimana Nero bisa memperhatikan itu? Ia sungguh tidak biasa menerima perhatian seperti ini dari orang lain.

"Aku baik-baik saja," jawabnya sambil keluar lift dengan cepat ketika pintu tersebut membuka. "Di mana sopirmu?"

Kepalanya mengamati ruang parkir bawah tanah yang sepi itu. Biasanya, mobil dan sopir sudah menunggu setiap kali James siap untuk pergi. Kali ini, tidak ada mobil, apalagi sopir yang menunggu dan siap membukakan pintu untuk mereka.

"Tidak ada."

Ola menoleh untuk menatap Nero yang masih berdiri di belakangnya. "Tidak ada?" ulangnya disambut anggukan pria itu. "Kau tidak membawa sopir?"

"Kenapa aku harus membawa sopir? Aku bisa menyetir sendiri."

Ia menahan diri sekuat mungkin untuk tidak memutar bola mata. Ini Nero. Seharusnya Ola tidak heran, tetapi tetap saja ia merasakan keheranan itu.

"Kupikir kau sudah lama tidak pulang ke New York."

Ucapan itu disambut senyuman setengah mengejek Nero. "Kau pikir aku tidak tahu jalanan New York hanya karena aku sudah lama tidak berada di sini? Kau salah besar, Nona."

Tentu saja ia tidak berpikir seperti itu. Ola hanya berpikir bahwa mungkin saja James sudah menyiapkan sopir untuk mengantar Nero ke manapun selama di sini, dan pria ini, sengaja tidak mau menerima itu hanya untuk mengkronfontasi ayahnya.

"Baiklah kalau begitu. Di mana mobilmu?"

Tangan Nero meraih lengannya, sebelum melepaskan, dan kembali mendorong Ola untuk berjalan lebih dulu darinya.

"Kenapa kau suka sekali mendorongku? Kau..."

Ocehan Ola terhenti saat ia melihat lampu mobil yang berkedip dua kali di hadapannya, tanda bahwa pengunci mobil tersebut dibuka. Mulutnya menganga sementara ia menoleh pada Nero dan mobil itu bergantian.

"Sialan! Itu mobilmu?? Apa aku boleh mengendarainya?"

Ola mendekati Aston Martin berwarna merah mengkilap itu dan mengamatinya dengan lapar. Ini adalah jenis mobil yang sudah sangat lama ingin dibelinya, tetapi ayah selalu melarangnya. Bukan karena itu akan menghabiskan uangnya, tetapi ayah tidak mengijinkan Ola memiliki mobil yang memiliki performa lari sekencang itu.

It Takes Two To TangoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang