Nero masih terdiam menatap gedung apartemen itu, lama setelah Viola menutup teleponnya. Ia mendongak melihat bangunan tinggi itu dan menduga-duga, kira-kira di lantai berapa Damar tinggal. Mungkin jendela dengan lampu yang terang itu. Atau mungkin jendela yang lebih gelap lagi di atasnya.
Seharusnya ia pergi sekarang setelah Viola mengatakan jika dirinya sudah berada di depan pintu apartemen Damar dan akan segera masuk. Lalu, kenapa dirinya masih di sini sekarang?
Sejujurnya, Nero masih menunggu wanita itu mengirim pesan dan berkata jika ia benar-benar sudah masuk dengan aman. Ia tidak tahu bagaimana keamanan di gedung apartemen mewah ini, tetapi seharusnya Nero tidak perlu khawatir. Damar tidak mungkin tinggal di tempat yang tidak memiliki keamanan ekstra. Namun, mengapa dirinya masih khawatir?
Tadi, saat Viola berkata dirinya masih berada di dalam basement, Nero hampir saja meninggalkan sepeda motornya di situ dan berlari ke dalam. Apa Viola tidak tahu bahaya apa yang mungkin terjadi di dalam basement yang sepi dan gelap itu? Ini Jakarta! Tempat segala macam orang dengan berbagai watak berada.
Terlebih, ini hampir tengah malam. Viola benar-benar wanita yang luar biasa polos di balik penampilannya yang percaya diri itu. Itu juga menegaskan pendapatnya saat pertama kali bertemu wanita itu. Sesungguhnya, Viola jauh lebih polos daripada Muti.
Mengingat Muti membuat Nero mengembuskan napasnya dengan lelah. Ia menatap bangunan di depannya sekali lagi sebelum akhirnya menyalakan mesin, dan beranjak pergi dari sana. Viola pasti sudah benar-benar aman sekarang.
Bukankah seharusnya ia menelepon Muti dan menanyakan keadaan gadis itu sekarang? Namun, saat melihat Viola di hadapannya, Nero tidak bisa mengingat apapun. Yah, itu sama seperti saat ia melihat Muti bertengkar dengan Fuyumi, dan Nero melupakan semuanya. Termasuk Viola dan juga surat pengunduran dirinya.
Apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya? Kenapa Nero merasakan beberapa hal yang, walaupun tampak sama, tetapi tetap berbeda kepada dua orang gadis itu? Saat bersama Muti, ia benar-benar fokus kepada gadis itu. Begitu juga saat dirinya bersama Viola dan melupakan yang lainnya.
Nero masih mengingat dengan jelas bagaimana hangatnya tubuh Viola dalam pelukannya. Dan konyolnya, ketika mengakhiri pelukan itu, Nero merasakan kehilangan yang sangat besar. Lalu, saat tadi ia berdiri begitu dekat dengan wanita itu, Nero hampir kehilangan kendali diri dan mencium Viola.
Wajah kemerahan dan bibir yang ranum itu telah membangkitkan gairahnya dalam sekejap. Viola terlihat berkali-kali lipat lebih cantik ketika tersipu malu seperti itu, dan tangan Nero sangat gatal ingin merangkum pipinya yang halus dan melahap bibirnya.
Namun, teman tidak boleh berciuman kan? Nero tahu jika salah satu dari mereka melanggar batas, maka pertemanan mereka akan selesai sampai di sana. Viola orang yang tegas dan juga sangat memegang teguh prinsipnya.
Dan ngomong-ngomong soal prinsip, sebenarnya Nero penasaran dengan sosok yang dijodohkan dengan Viola itu. Sosok yang langsung wanita itu tolak tanpa memberi kesempatan untuk saling mengenal. Tidak menikah adalah prinsip hidup Viola, dan ia tidak memberikan toleransi apapun juga terhadap hal tersebut.
Seandainya saja Nero memiliki prinsip sekuat Viola, mungkin hidupnya tidak akan seperti sekarang. Selain itu, penyesalan lain juga terselip di dalam hatinya ketika ia berkendara menembus malam. Penyesalan bahwa kenapa tidak sejak dulu saja dirinya mengenal Viola. Mungkin, jika saling berteman sejak lama, keadaannya akan jauh berbeda.
Bukan tentang hubungan mereka. Nero tidak berharap dirinya mampu merubah prinsip Viola untuk tidak menikah, tetapi setidaknya, ia memiliki persahabatan yang tidak terlalu membuat hatinya tersiksa seperti saat dirinya berteman dengan Muti.
KAMU SEDANG MEMBACA
It Takes Two To Tango
Ficción GeneralUntuk yang mau baca PART LENGKAPnya bisa baca di KaryaKarsa ya! Mencintai seorang wanita yang lebih tua bukanlah impian Nero Ganendra Goldman. Terlebih, ia tidak ingin jatuh cinta lagi setelah cinta tak terbalasnya selama bertahun-tahun. Akan tetapi...