25. Waktu Yang Begitu Cepat Berlalu

510 128 11
                                    

Dua hari ini rasanya seperti mimpi bagi Ola. Ia menghadiri beberapa rapat bersama Nero, pergi ke Seattle untuk peresmian cabang baru di kota itu, kembali ke kantornya, menyiapkan segala yang diperlukan anak buahnya saat ia cuti, dan tiba-tiba saja, sekarang sudah hari Jum'at.

Itu artinya, ia akan memulai cutinya besok. Juga, akan kembali ke tempat yang sebenarnya tidak terlalu ingin ia kunjungi sekarang. Tempat yang seharusnya menjadi rumah yang sangat ia senang datangi. Sayangnya, sambutan yang Ola tahu akan diterimanya di rumah, membuatnya merasa sedikit enggan untuk pulang.

Kenapa waktu berlalu begitu cepat saat ia menikmati hari-harinya?

Ola selalu suka bekerja, tetapi kali ini, ia benar-benar menikmati hari-hari terakhirnya di kantor. Apa itu karena Nero yang ia temani untuk pergi rapat dan bukannya James yang dingin?

Suasana kerja yang biasanya selalu kaku, perlahan mencair karena pembawaan Nero yang suka bercanda dan suka mengobrol. Jauh berbeda dengan apa yang selama ini ia dengar tentang pria itu.

Pagi hari setelah mereka tertidur di sofa itu, Nero benar-benar datang ke apartemennya dengan dua cup kopi yang luar biasa harum. Pria itu bahkan berkata jika ia juga membawanya untuk penjaga pintu dan resepsionis di bawah. Dan sejak itu, Ola seakan kecanduan kopi buatan Nero. Kapanpun ada kesempatan, ia akan meminta pria itu membuat kopi untuknya.

Lalu bagaimana jika nanti ia merindukan kopi buatan pria itu saat dirinya berada di Indonesia?

Itu adalah masalah baru yang tidak akan bisa Ola temukan cara untuk menyelesaikannya. Jika sudah begitu, satu bulan nanti, ia harus puas dengan kopi buatan kafe atau kopi seadanya di rumah, karena orang rumahnya bukan tipikal yang suka minum kopi.

Pintu diketuk pelan dua kali, dan sebelum Ola membuka mulut untuk menyuruh Jules masuk, pintu sudah terbuka dengan kepala menyembul di baliknya. Bukan Jules, tetapi Nero yang memandangnya dengan mata berbinar ceria seperti anak kucing yang ingin mengajak bermain.

"Sekretarismu tidak ada di tempatnya. Apa aku boleh masuk?"

Sejak peristiwa Shane menerobos masuk ke ruangannya, Nero selalu mengutus Jules lebih dulu sebelum ia masuk kemari walaupun sebenarnya itu tidak perlu. Ia tahu jika Nero tidak akan bersikap menyebalkan seperti yang Shane lakukan.

"Masuklah. Kebetulan aku butuh tanda tanganmu untuk sebuah dokumen."

Senyum di bibir Nero berganti dengan kerutan cemberut saat pria itu membuka pintu lebih lebar dan membuka pintu dengan satu tangan berada di punggungnya.

"Aku kemari bukan untuk..."

"Aku mencium bau kopimu!" pekik Ola sambil bangkit dari duduknya dan menghampiri Nero dengan mata berbinar.

Nero tertawa sambil menarik tangannya dari balik punggung. "Hidungmu itu memang tidak bisa tidak mencium sesuatu yang sangat kau sukai."

Ola menyeringai sambil meraih gelas plastik itu, lalu membuka tutupnya dan menghirup wangi kopi yang membuat seluruh ketegangan di pundaknya terurai. Entah sejak kapan, ia sudah kecanduan kopi buatan Nero.

"Kau membuat lidahku tidak bisa lagi menerima kopi dari Starbucks," kata Ola setelah ia menyeruput cairan hitam pekat itu. Ia memberi isyarat kepada Nero untuk duduk di sofa.

"Kau bisa datang ke kafeku nanti jika di Jakarta. Mereka menyajikan yang seperti ini juga. Aku akan menelepon pegawaiku di sana untuk menerimamu kapan saja kau datang."

Ola duduk di hadapan Nero sambil memandang pria itu dengan kening berkerut. "Apa buatan mereka akan sama persis dengan ini?"

"Tidak persis seperti ini, tetapi cukup mendekati."

It Takes Two To TangoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang