37. Cemburu

370 102 22
                                    

Akhir-akhir ini adalah hari-hari yang cukup sibuk bagi Nero. Terutama semenjak Viola pulang ke Indonesia, rasanya kesibukannya menjadi dua kali lipat di New York.

Tidak. Berkali-kali lipat lebih berat karena harus ia menghadiri rapat tanpa jeda, dan juga tanpa Viola. Ia kehilangan teman berdiskusi yang menyenangkan, dan juga harus cukup puas mengobrol dengan Paman Stevan atau Shannon.

Hari di mana Shannon mengatakan padanya tentang siapa dalang di balik gossip yang selama ini selalu menyerang Viola, Nero merasa kewaspadaannya meningkat dua kali lipat pada orang yang Shannon sebutkan itu.

Ia memikirkan beberapa nama, walaupun memang sangat terbatas nama yang dikenalnya, tetapi tidak menyangka jika itu yang akan Shannon sebutkan.

Hal tersebut hanya membuat Nero semakin yakin bahwa tidak semua orang yang kelihatannya baik memang begitulah adanya. Kadang kala, iblis itu tersembunyi dalam senyuman malaikat yang memesona dan sikap hangat.

Tadinya, Nero berencana langsung memanggil orang tersebut dan memberi sanksi tegas kepadanya. Bisa surat peringatan ataupun memecatnya. Ia tidak bisa membiarkan orang tersebut terus mengatakan hal jahat mengenai Viola kepada orang-orang di kantornya. Akan tetapi, Shannon dan Paman Stevan menyuruhnya untuk menunggu.

Selama ini, Viola bisa menangani semua gossip itu dengan membuktikan prestasi kerjanya. Paman Stevan khawatir jika Nero langsung memutuskan untuk mengkronfontasi orang tersebut, hal itu malah akan menjadi masalah antara dirinya dan Viola. Wanita itu mungkin juga akan marah karena ia bertindak tanpa membicarakan hal tersebut dengannya.

Memiliki masalah dengan Viola, jelas adalah hal terakhir yang Nero inginkan. Namun, menyimpan rahasia itu dari Viola juga bukan sesuatu yang mudah.

Selama ini, Nero menjalani hubungan persahabatan yang jujur dengan Viola. Itu adalah pertama kalinya Nero bisa mengatakan semua kepada seseorang dengan mudah, dan ia sungguh tidak ingin menodainya.

Akan tetapi, Nero sudah berjanji kepada Shannon untuk tidak mengatakan apa-apa. Gossip mereda begitu Viola mengajukan cuti, tetapi Shannon berjanji akan mencari tahu yang terjadi di antara karyawan dan melaporkan itu padanya.

Mungkin, gossip akan kembali beredar saat Nero juga mengambil cuti dalam waktu yang tidak terlalu lama dari Viola.

Nero memang telah salah melangkah. Seharusnya dia mengambil jarak waktu untuk pergi kemari. Walaupun orang-orang di kantornya, selain Paman Stevan dan Shannon tentunya, tidak tahu ke mana dirinya pergi, tetapi mereka pasti akan berspekulasi. Dan dengan si penyebar gossip yang masih dibiarkan tanpa teguran, bukan tidak mungkin bisik-bisik itu akan lebih buruk.

Bukan tanpa tujuan dirinya pulang lebih cepat ke Jakarta. Awalnya, Nero berniat menyelesaikan semua urusannya di sini secepat mungkin.

Mengundurkan diri dari sekolah, mengatur pemindah tanganan rumah ini, mengatur manajemen kafenya, dan yang paling penting, melepaskan diri dari segala keterikatannya dengan Muti.

Sayangnya, rencana tinggallah rencana. Pertama kali menginjakkan kakinya di Jakarta, Nero langsung disambut dengan urusan kafe dan segala laporannya yang harus diperiksa.

Ia juga memulai rapat lebih cepat dengan mereka, dan mulai mencari satu orang yang paling ia percaya untuk mengurus kafe itu secara penuh.

Tadinya, nama Damar terlintas di kepalanya. Akan tetapi, dengan masalah yang tengah dihadapinya sekarang, Nero tahu itu tidak mungkin. Dan masalah itu menjadi hal kedua yang membuat Nero melupakan segalanya, termasuk Viola.

Ketika menginjakkan kakiknya di sekolah siang tadi, Nero berharap akan berjumpa dengan wajah ceria Muti yang menyambutnya, atau raut wajah kesal yang cantik dari Viola yang, ia yakin, ada di perpustakaan. Ia juga sudah menyiapkan surat pengunduran dirinya di tas dan siap bicara dengan Erlangga sebagai ketua Dewan sekolah.

It Takes Two To TangoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang