Lama setelah makan malam itu usai, Nero merebahkan diri di tempat tidurnya yang baru di apartemen. Rumah ini masih terasa asing, tetapi juga sedikit menenangkan karena ia tahu bahwa Viola ada di dekatnya. Jika terjadi apa-apa, walaupun ia sungguh tidak mengharapkan itu terjadi, dirinya bisa berada di hadapan Viola dalam hitungan detik.
Ia memandang langit-langit kamarnya sambil menghela napas putus asa selama beberapa kali. Pada akhirnya, Nero memilih untuk tidak mengatakan bagaimana perasaannya pada Viola. Jujur, ia tidak sanggup dijauhi oleh wanita itu. Itu tidak akan bisa ia tanggung setelah dirinya baru saja menemukan ritme hidup barunya yang menyenangkan.
Selain itu, Nero juga tidak ingin jika suasana di antara mereka berdua akan menjadi canggung nantinya. Ia adalah saksi di mana hubungan persahabatan menjadi rusak karena salah satu dari mereka memiliki perasaan istimewa. Itu adalah risiko yang terlalu besar untuk hubungan pertemanan yang baru mereka jalin.
Untuk saat ini, menjadi orang terdekat bagi Viola sudah cukup baginya. Wanita itu tidak perlu tahu bagaimana ia menyimpan sebuah rasa untuknya. Rasa yang sesungguhnya terlalu cepat baginya untuk datang.
Kenapa selalu semudah itu baginya untuk menyukai seseorang? Dengan Muti, ia langsung menyukainya pada pandangan pertama. Dengan Viola mungkin butuh beberapa bulan, tetapi itu juga bukan waktu yang lama baginya.
Tidak ia sangka bahwa waktu bertahun-tahun dirinya mencintai Muti, sirna begitu saja saat ia bertemu Piggie Biggie yang memesona itu. Wanita arogan dan keras kepala yang juga begitu betahnya berada di kepala Nero selama beberapa bulan ini.
Nero tersenyum sendiri dengan pemikirannya saat ia mengingat pertemuan pertama mereka di perpustakaan. Seandainya hari itu ia tidak datang lebih cepat ke kantor, mungkin kisah mereka akan jauh berbeda. Mungkin Viola hanya akan menjadi bawahannya sekaligus anak dari mantan atasannya di sekolah. Tidak akan ada yang istimewa.
Nero berbalik untuk mematikan lampu tidur dan berniat untuk beristirahat ketika ponselnya berdengung. Pesan dari Paman Stevan beserta beberapa fail yang pria itu kirimkan. Ia terduduk kembali dengan tegak. Lupa bahwa tadi ia menyuruh Paman Stevan untuk mencari fakta tentang masa lalu Viola.
Dengan jantung yang tiba-tiba saja berdetak kencang, Nero membuka fail itu. Begitu banyak berkas yang harus dilihatnya sehingga Nero memutuskan untuk membukanya di laptop. Berhubung ia belum memiliki ruang kerja, setelah meraih tasnya, Nero kembali ke atas ranjang dan duduk di sana.
Tangannya mengetuk-ngetuk dengan gelisah ketika menunggu laptop menyala hingga bisa memindahkan data dari ponselnya. Kepalanya terangkat dan menoleh ke arah pintu seakan Viola akan muncul di baliknya dengan senyuman angkuhnya yang selalu Nero sukai.
Ia bahkan bisa menceritakan semua tentang ibu kandungnya tanpa merasa bahwa itu adalah sesuatu yang sangat pribadi dan tidak seharusnya diceritakan pada orang lain. Namun, baginya Viola bukan orang lain. Wanita itu adalah bagian dari hidupnya yang baru di sini meskipun mereka hanya seorang teman.
Ketika akhirnya fail itu siap, Nero membacanya dengan perlahan. Laporan itu begitu mendetail hingga ia benar-benar harus memuji pekerjaan Paman Stevan atau siapapun yang bekerja untuknya.
Tidak ada yang terlewat, mulai dari Viola menjalani hidupnya sebagai mahasiswa baru di Columbia beberapa belas tahun silam hingga sekarang. Tidak ada yang aneh kecuali fakta bahwa wanita itu memang sangat cerdas. Prestasinya menonjol dibarengi dengan kecantikan wajahnya hingga banyak pria di kampus yang jatuh hati padanya.
Nero menggerutu dengan fakta itu. Nyatanya, ia memiliki begitu banyak pesaing untuk mendapatkan hati wanita itu. Dan yang lebih menyebalkan, tidak ada satupun yang berhasil memilikinya. Bahkan mungkin juga dirinya.
Ada beberapa laporan penguntitan saat Viola masih di New York, tetapi tidak sampai ada kasus hukum karena tidak ada kekerasan yang terjadi. Polisi menyatakan bahwa itu hanya penguntitan iseng yang dilakukan teman-teman kampus yang menyukainya.
Kemudian, wanita itu melanjutkan program masternya di California dengan prestasi yang tidak kalah menonjol dari sebelumnya. Hingga akhirnya Nero sampai di fakta penguntitan terakhir itu.
Pria itu bernama Robert MacDollyn. Berusia pertengahan dua puluhan, dan bekerja di kafe dekat kampus. Nero bisa menghubungkan awal masalah itu. Kecintaan Viola pada kopi-lah yang membuat semua ini terjadi.
Robert menguntit Viola sejak hari ketiga wanita itu sering datang ke kafe. Sikapnya yang ramah, membuat pria itu memiliki anggapan bahwa Viola memiliki perasaan padanya.
Nero termenung. Mungkin, dulu Viola jauh lebih murah senyum dan santai daripada yang sekarang. Peristiwa itu pasti sangat menimbulkan ketakutan yang begitu besar baginya hingga membuat Viola menjadi pribadi yang sama sekali berbeda.
Saat penyerangan di apartemen itu terjadi, Robert sedang dalam pengaruh alkohol dan narkotika. Ia berhasil masuk ke apartemen melalui pintu khusus petugas kebersihan yang tidak dijaga dan membobol pintu Viola saat wanita itu sedang tidur.
Mata Nero terpejam saat ia begitu berharap bisa berada di sana ketika peristiwa itu terjadi. Sayangnya, ia tidak ada.
Ketika membuka matanya lagi, Nero membaca tentang Robert yang memiliki begitu banyak foto-foto Viola di rumahnya. Pria itu jelas sakit jiwa karena ia berkata tidak menyesal dengan apa yang sudah dilakukannya. Alasannya, karena ia mencintai Viola.
Itu bukan cinta. Itu adalah obsesi gila dari seorang pria yang tidak waras.
Robert divonis sepuluh tahun penjara, tetapi tahun lalu mendapatkan remisi hingga hanya tersisa kurang dari dua tahun lagi sebelum pria itu bebas.
Dua tahun. Hanya itu waktu yang Nero miliki untuk 'mengamankan' hidup Viola. Ia tidak bisa menebak apakah Robert akan melepaskan obsesinya pada Viola atau tidak, dan untuk itu, Nero harus berjaga-jaga. Ia tidak mau pria itu kembali menghancurkan hidup yang sudah Viola bangun selama ini.
Sebagai anak yang tumbuh dalam keluarga yang tidak utuh, Nero tahu bagaimana rasanya mengalami serangan panik dan kecemasan saat hal-hal berjalan tidak semestinya. Semua teman di sekolahnya dulu tahu jika ibunya pergi, dan ia selalu diolok-olok oleh anak-anak lain.
Mereka bilang ia anak sial hingga ditinggalkan oleh ibu kandungnya sendiri. Tidak ada satupun yang mau berteman dengannya setelah kejadian itu kecuali Andhita. Semua orang menjauhinya terutama setelah ia menjadi anak yang pendiam dan tidak mau berteman.
Butuh waktu bertahun-tahun bagi Nero untuk menjadi dirinya yang sekarang. Itu juga karena ada Muti dan keluarganya yang datang ke hidup Nero yang sepi. Juga Bu Rahma dan suaminya. Dan keluarga Widjaya, tentu saja. Jika tidak ada mereka, mungkin Nero masih ada menjadi seorang pria yang tidak bisa lagi mempercayai orang lain.
Karena itulah, ia tidak ingin hal yang sama terjadi pada Viola. Jules berkata padanya bahwa setelah berteman dengannya, wanita itu menjadi lebih sering tersenyum, dan selalu makan siang dengan teratur. Nero tidak akan membiarkan hal itu direnggut lagi dari wanita yang disayanginya.
Ia meraih ponselnya yang ada di samping laptop yang masih menyala, dan menghubungi Paman Stevan, berharap jika pria itu masih terbangun sekarang.
"Ya, Nak? Kau sudah membacanya?" Suara Paman Stevan masih sangat segar seakan pria itu belum memejamkan mata sama sekali.
"Sudah kulihat." Nero terdiam sejenak sebelum melanjutkan. "Paman, bisakah aku minta tolong lagi?" tanyanya tanpa basa basi. Ia bisa berterima kasih besok pada pria itu.
"Katakan saja."
"Tolong hubungi pilot pribadi kita. Aku akan terbang ke California besok."
"Nak..."
"Please, Paman. Aku harus memastikan pria itu tidak akan bisa mengganggu hidup Viola lagi. Aku harus bertemu dengannya di penjara."
![](https://img.wattpad.com/cover/320613577-288-k742462.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
It Takes Two To Tango
Fiksi UmumUntuk yang mau baca PART LENGKAPnya bisa baca di KaryaKarsa dan Playstore ya! Mencintai seorang wanita yang lebih tua bukanlah impian Nero Ganendra Goldman. Terlebih, ia tidak ingin jatuh cinta lagi setelah cinta tak terbalasnya selama bertahun-tahu...