Part 1

103K 3.8K 49
                                    


"Kapan Mama punya cucunya kalau kamu belum diapa-apain sama Gama?"

Naysa membulatkan mata pada sang mama. Mendengar kata diapa-apain saja sudah berhasil membuat Naysa bergidik takut. Ya ampun apa yang akan terjadi pada para istri ketika malam hari tiba? Gigitan serigala atau nyamuk nakal, apakah tidak bisa dihindari nantinya? Tapi katanya istri itu tempat suami menyemai cinta agar tumbuh generasi baru.

"Dunia ini luas Ma, tapi kenapa harus Mas Gama sih yang jadi suamiku."

Naysa duduk di kursi meja makan dengan wajah cemberut.
Ina menghela nafas panjang dan menepuk lembut punggung Naysa.

"Ya memangnya kenapa kalau Gama? Dia itu selain lelaki baik juga bertanggung jawab tau Nay. Saat dia mengakui jatuh cinta sama kamu dia langsung buktikan dengan lamar kamu, bukan kayak si Lintang itu, beraninya cuma ngomong ke kamu aja inilah itulah," jawab Ina membuat Naysa mendongak.

"Tapi Lintang beneran cinta kok sama aku ... buktinya dia mau perjuangin aku Ma."

"Halah ... cuma modal chat siang malam aja udah kamu bilang perjuangin. Mana ada berjuang modal rebahan sambil gelitikin hp begitu," sahut Ina lagi.

Perjuangan para penulis berbayar untuk menambah pundi-pundi rupiah salah satu pengecualiannya. Kalau untuk menemukan tambatan hati tidak ada berjuang dengan gaya seperti itu.

Naysa sayang pada Lintang yang sudah membersamainya sejak tiga tahun lalu. Tapi Gama memang sudah hadir di hidupnya sejak ia masih SMP. Tepat saat ia masuk SMA pria itu pindah ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikan. Pertemuan pertamanya dengan Gama teekesan indah sehingga membuat Naysa deg deg ser tapi sayang dua hari setelah pertemuan itu Naysa mendapat kabar dari Afra jika Gama terbang ke luar negeri. Huhu ... mengsedih.

"Ya seenggaknya aku udah kenal Lintang dari dulu, Ma. Sedangkan Mas Gama? Aku baru tahu beberapa minggu ditambah lagi dia itu orangnya cuek bebek dan pendiam banget. Malah aku nikah sama dia," kata Naysa dengan nada mengeluh.

Ina meraih dagu sang putri dan menatap mata Naysa dalam. Tatapan Naysa tidak bisa berbohong.

"Nasi udah jadi bubur maka jadikan bubur itu bubur yang enak untuk disantap. Besok katanya Gama pergi ke luar kota dan kalau kamu mau ikut silahkan tapi kalau tetap ngeyel untuk tinggal di sini karena harus kuliah Mama sarankan tinggal sama Mbak Hani aja."

Eh ... eh ini maksudnya apa? Meskipun sudah resmi menikah dan menjadi istri dari Gama tapi kan Naysa masih betah bobo di dalam kamar kesayangannya. Kamar yang selalu menjadi saksi atas duka suka harinya selama ini.

"Kok sama Bunda, sih, Ma? Aku mau tinggal di sini aja deh sama Ma...,"

"Sayangnya Mama dan Papa juga harus ke London besok. Nggak tau kapan pulangnya."

Bahu Naysa kembali merosot. Ingin kecewa tapi tak ada gunanya. Memang orangtuanya rutin pergi ke London karena pusat perusahaan sang papa berada di London. Naysa mengerti maksud sang mama yang menyarankan agar Naysa tinggal di rumah mertuanya karena pasti Naysa sangat belum nyaman tinggal di rumah barunya bersama Gama. Huh... Naysa jadi seperti gelandangan begini padahal rumah yang akan menampungnya semua bak istana.

Ingin rasanya Naysa ikut Gama ke luar kota tapi dalam Minggu ini urusan kampus bukanlah hal yang sepele dan ia harus hadir di setiap harinya.

"Ya udah deh. Aku mau ke kamar dulu buat ngomong sama Mas Gama."

Senyum langsung terbit di bibir sang mama..

"Nah, gitu dong. Kalau ada apa-apa itu ngobrolnya sama suami. Biar ada timbul rasa cinta dan kasih sayang gitu lho. Jangan ngadu ke mama gini kayak anak kecil yang kalah main kelereng aja kamu."

Dalam Sentuhan Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang