Part 38

22K 1.3K 28
                                    

"Hari ini lo jadi temenin gue ke mall kan, Fra. Beneran deh, gue pingin banget ngabisin waktu sama lo aja hari ini."

Naysa menunjukkan wajah unyunya pada sang sahabat yang baru pulang dari Korea beberapa waktu lalu dan hari ini mereka baru bisa bertemu.

Setelah Gama pergi ke kantor. Naysa pikir dia akan sendirian di rumah meski ada art yang bekerja tapi tetap saja Naysa tidak ada teman ngobrol. Bawaannya ngantuk terus kalau lama-lama duduk dan berbaring. Ia sedang hamil dan Gama super ketat dalam menjaga sang istri. Tidak boleh ini itu apalagi mencuci pakaian yang biasanya Naysa lakukan. Baju mereka memang dicuci Bik Tia tapi tidak untuk pakaian bagian dalam. Biasanya Naysa mencuci sendiri. Selama hamil tugas mencuci dalaman mereka diambil-alih oleh Gama.

"Iya Naysa cantik sayangnya Kak Gama. Emangnya lo mau ngapain sih di mall? Mau belanja? Tinggal pesan aja," sahut Afra sambil mencomot satu biskuit coklat yang terhidang di atas meja.

"He'em. Gue mau langsung pilih sendiri sana nanti. Sambil jalan-jalan sama lo. Nggak hobi gue gelitikin hp cuma pingin beli dress hamil aja."

Naysa ingin berjuang juga untuk anaknya. Untuk beli baju hamilnya yang sepertinya sudah beda ukuran. Perutnya sudah mulai terlihat dan Gama belum ada waktu untuk menemani Naysa belanja.

"Ntar lo kecapean, gue lagi yang diomelin Kak Gama. Sejak nikah sama lo Kak Gama jadi cerewet dan sering ngomel tau nggak, sih?"

Naysa menunjukkan deretan gigi pada sang sahabat. Mengusap punggung tangan Afra lembut.

"Maafin ya. Mas Gama selaku cerewet kalau sama gue juga, kok. Apalagi sejak hamil. Buat gemes dia," kata Naysa.

"Gue ganti baju dulu. Tungguin ya."

Afra mengangguk. Naysa berjalan lambat menuju kamarnya. Sekarang ia dan Gama tidur di kamar yang ada di lantai satu. Semua itu juga permintaan Gama karena khawatir pada Naysa yang tengah hamil. Daripada terjadi hal yang tidak diinginkan saat dirinya sedang di kantor. Lebih baik mereka tidur di kamar lantai satu.

________

Tidak main-main ternyata kedua sahabat ini menghabiskan waktu mereka. Mereka mengelilingi mall sampai hampir waktu sholat Ashar. Ada saja yang mereka lirik setelah mengambil satu barang tapi hanya dilirik, tidak dibeli. Asyiknya mengelilingi mall dengan sahabat ya begini, tidak ada protes untuk segera berhenti. Malah saling tunjuk arah mana lagi yang akan dihampiri. Sejauh ini Naysa bahagia menjadi sahabat bagi Afra. Begitu juga sebaliknya.

"Pulang?" tanya Afra setelah Naysa mengeluh capek.

Sahabatnya itu mengangguk pelan.

"Kita ke musholla dulu tapi ya."

"Iya."

Naysa menenteng empat paper bag sedangkan Afra ada dua paper bag di tangan kirinya. Melihat Naysa mengambil baju, ia juga tertarik untuk membeli.

"Fra."

Afra menoleh pada Naysa saat mereka akan mendekat ke arah mobil.

"Itu bukannya Arfin, ya? Dia kenapa?"

Afra mengikuti arah pandang Naysa. Ikut kaget melihat sepupunya bersandar pada pintu mobil dengan wajah penuh memar.

"Kita ke sana."

Naysa hanya bisa ikut melangkah mengikuti Arfa yang sudah lebih dulu ke mobil Arfan.

"Lo kenapa Fin?"

Lelaki berkulit putih itu membelalak kaget melihat Naysa dan Arfa berada di depannya. Alih-alih menjawab pertanyaan Arfa yang terlihat jelas terlihat jelas tengah khawatir padanya, Arfan lebih memperhatikan Naysa yang berusaha menghindar kontak mata dengannya.

Wanita yang ada di depannya ini berhasil membuat Arfan terluka hingga sekarang. Dan sayangnya Arfan tidak pernah bisa menghapus rasa cinta itu dari hatinya untuk Naysa. Andai sekarang Naysa belum menjadi istri Gama, bisa saja Arfin datang untuk mengajak Naysa mengulang lagi kisah cinta saat mereka masih SMP. Sangat disayangkan pertemuannya dengan Naysa sekarang sudah berbeda status pada salah satu dari mereka.

"Arfin ... lo dengar gue nggak sih!?"

Arfin tersentak saat mendengar suara Afra dengan intonasi tinggi. Naysa membuang tatapan dari Arfin. Bukan takut terlena tapi ia tidak rela menatap pria lain berlama-lama selain Gama dan papanya. Sungguh sekarang yang berhak atas tatapan lembut Naysa hanyalah Gama. Tidak mantan kekasihnya.

"Eh ... e.... gue nggak apa-apa kok Fra. Kalian ngapain di sini?"

Afra menaikkan sebelah halisnya dan terkekeh ringan pada Arfin. Melirik sekilas pada sahabatnya.
Afra tahu sedari tadi Arfin sibuk menilik Naysa.

"Lo habis berantem? Tumben lo yang babak belur. Biasanya lo bisa membuat tiga atau lima orang tumbang sekaligus. Lo kan pahlawan kesiangan orang-orang yang butuh bantuan otot."

Arfin tersenyum tipis.

"Gue nggak apa-apa. Boleh nggak gue bicara sama Nay...."

"Bentar ya. Hp gue bunyi."

Naysa mengambil ponselnya dari tas kecil yang tersampir di pundaknya. Bibirnya langsung tersenyum melihat nama sang suami yang tertera di sana. Ada apa Gama menelponnya sekarang. Seingatnya ia sudah pamit untuk jalan, menikmati hari ini bersama Afra dan Gama sudah memberi izin.

" Kak Gama?" tebak Afra yang langsung diangguki Naysa.

Binar bahagia yang tampak di wajah Naysa tidak bisa dibohongi jika yang menelponnya adalah orang tersayang. Arfin mengepalkan kedua telapak tangannya di sisi tubuh. Ternyata wanita yang dulu sangat ia cintai ini benar-benar telah menemukan tempat ternyaman dengan rasa aman. Tempat itu di pelukan Gama, sepupunya.

"Assalamualaikum. Mas."

Naysa tidak henti mengembangkan senyum. Siap menerima lantunan lembut sang suami yang akan segera menggema di gendang telinganya.

"Wa'alaikumussalam. Kamu masih di mall? Masih sama Afra?"

Naysa melirik Afra dan mengangguk.

"Iya Mas. Masih di mall tapi...."

"Pulang sekarang ya. Aku tunggu di rumah."

Tut.

Belum sempat Naysa bersuara lagi. Gama lebih dulu mematikan sambungan telepon mereka secara sepihak. Naysa memasukkan ponselnya ke dalam tas.

"Lo mau ngomong apa, Fin? Gue punya banyak waktu karena Mas Gama Minta gye cepet pulang."

Arfin menggeleng pelan dan menggeleng.

"Lo pulang aja dulu. Besok atau lusa kalau bisa gue minta sedikit waktu Lo ya."

Detik itu juga Naysa menggeleng. Ia harus bisa tegas. Ucapan pedas dari Tante Linda cukup membuatnya pandai mengambil langkah jika akan bertemu putra dari Tante Linda.

"Gue nggak akan ada waktu untuk laki-laki yang bukan siapa-siapa gue. Maaf ya Fin, gue cuma mau lo paham dan mohon pengertiannya kalau gue ini istri dari sepupu lo. Gue juga cinta banget sama Mas Gama. Tolong ya ... jauhi dan lupain gue."

Arfin menarik nafas panjang. Menatap Naysa tapi lagi-lagi wanita itu mengalihkan pandangan ke arah lain.

"Oke. Gue akan terus belajar untuk melupakan sosok yang sangat gue sayangi dari dulu. Tolong bilang terima kasih
sama suami lo yang udah kasih gue bogeman tampannya."

Naysa dan Afra saling tatap setelah mendengar ucapan Arfin.

"Gue kenal siapa Mas Gama. Dia nggak akan main tangan kalau tidak dipancing."

Dalam Sentuhan Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang